Menuju konten utama

Saat Penyandang Autisme Mulai Puber, Orangtua Harus Bagaimana?

Gunakan properti tambahan seperti gambar, foto, boneka, bahkan video untuk memberi pemahaman tentang seksualitas.

Saat Penyandang Autisme Mulai Puber, Orangtua Harus Bagaimana?
Ilusrasi seksual ke anak autis. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Seorang selebgram asal Malaysia, Iman Wan, dalam unggahan video di akun Instagramnya @adamautismfamily bercerita tentang masa pubertas anaknya. Saat itu kamera menyorot dua orang perempuan sedang berbincang, salah satunya adalah Tante Rita, rekan wirausaha dari Iman. Lalu, Adam lewat di belakang mereka dan tiba-tiba saja menjenggut rambut Rita sembari tersenyum.

“Adam ni tak boleh tengok perempuan cantik,” kata ibunya berteriak. Setelah itu, Iman memegang tangan Adam seraya mendekatkannya ke Tante Rita. “Ucap 'sorry',” katanya berulang, membimbing Adam meminta maaf.

Dalam keterangan videonya, Iman menjelaskan Adam telah berumur 17 tahun. Setiap melihat perempuan cantik, ia menjadi sedikit “nakal”.

Adam mulai terdeteksi menyandang autisme sejak berumur 2,5 tahun. Sebelumnya, Iman menaruh curiga karena anak laki-lakinya itu tak kunjung berkomunikasi lancar. Sejak saat itulah kehidupan keluarga ini berubah. Iman dan istri memutuskan berhenti bekerja dan secara penuh mengurus Adam di rumah.

Selama ini Iwan dan keluarga, terutama anak perempuannya yang paling besar, Arena dikenal sebagai influencer yang lantang menyuarakan pendidikan terhadap anak dengan Autistic Spectrum Disorder (ASD). ASD adalah kondisi yang diakibatkan gangguan perkembangan otak yang membikin kemampuan komunikasi dan interaksi individu terhambat.

Rachel L. Loftin and Ann Hartlage S. dalam penelitian bertajuk "Sex Education, Sexual Health, and Autism Spectrum Disorder" yang dipublikasikan pada 2015 mencuplik teori dominan ASD, Theory of Mind (ToM). Teori ToM menegaskan bahwa "mindblindness" pada ASD sebagai akar gangguan. Artinya, individu dengan ASD sulit memahami keadaan mental (keyakinan, keinginan, dan niat) diri sendiri dengan orang lain.

“Mereka melewatkan tugas otak pada tingkat yang lebih tinggi, yakni menalar pikiran orang lain,” tulis peneliti.

Kemampuan kognitif sosial seperti mendeteksi penipuan atau kejahatan sulit dipahami. Akibatnya, tak jarang individu dengan ASD menjadi korban perundungan, penipuan, hingga kejahatan seksual. Contoh terakhir sering terjadi, paling baru di awal tahun 2017 lalu. Seorang siswi Sekolah Luar Biasa (SLB) Ma’inong, Sulawesi Selatan melahirkan seorang bayi karena diperkosa.

Di sisi lain, masih dalam lingkup seksualitas, individu dengan ASD terkadang juga melakukan tindakan yang apabila diukur dengan standar umum dinilai tak senonoh. Misal melepas pakaian di tempat umum atau menyentuh bagian vital dari lawan jenis. Menurut dr. Merwin Tjahjadi, Sp.OG, spesialis kandungan dan kebidanan, hal tersebut dapat terjadi lantaran individu dengan ASD mengalami pubertas dan memiliki dorongan seksual normal.

“Hormonalnya juga aktif, memiliki rahim, secara keseluruhan apa semua yang ada di tubuhnya sama,” ungkap Merwin kepada Tirto.

Penyandang autisme punya mekanisme seksual dan masa pubertas seperti remaja pada umumnya, sehingga pendidikan seks tetap perlu diajarkan kepada anak dengan ASD untuk menghindari pelecehan dan prilaku seksual yang dianggap tak pantas. Apalagi, masih menurut penelitian Rachel L Loftin dan Ann Hartlage S, pubertas dapat terjadi lebih awal pada remaja laki-laki dengan ASD dibandingkan menstruasi pertama pada remaja perempuan ASD. Artinya, pendidikan seks harus dimulai lebih awal pada remaja laki-laki dengan ASD.

Telaten adalah Kunci

Pada unggahan lain di Instagramnya, Iman menunjukkan guratan-guratan berwarna merah di lengan. Ada juga bekas gigitan yang mulai membiru melingkar di tangannya. "Bekas gigit Adam," ia berujar.

Jika Anda menggulir unggahannya di Instagram, dapat dilihat kesabaran Iman dan istri dalam mengurus Adam dari cerita yang ia bagikan. Mereka saling bantu dalam menjaga Adam saat ia tiba-tiba tantrum, berontak, dan tak sengaja menyakiti orang saat mengalami masalah pubertas seperti cerita di atas.

Apabila masa itu datang, Iman sering terlihat memeluk dan menenangkan Adam, sekaligus menjadi tameng emosi anak keduanya itu. Ia juga sering terlihat mengajarkan Adam berperilaku semestinya dengan mengulang perintah dan memberi contoh yang benar. Pun saat Adam harus meminta maaf karena telah menjambak tamu perempuan yang ia anggap cantik tadi.

Tindakan Iman dalam menjaga Adam dalam menghadapi masalah pubertas sudah tepat. Pendidikan seks pada anak ASD sedikit berbeda dengan memberikan pendidikan seks anak pada umumnya. Jane Cindy Linardi, M.Psi, psikolog yang berpraktik di RSPI menyatakan orangtua harus sabar membimbing anak dalam membedakan perilaku baik dan buruk. Jika memungkinkan bantu mereka menyadari kesalahan dengan meminta maaf seperti yang diajarkan Iman.

“Gunakan kalimat singkat dan jelas ketika mengajarkan, serta rajin mengulang-ulang,” sarannya.

Menurut laman The National Autistic Society, perilaku akibat pubertas seperti melakukan kontak fisik ke lawan jenis seringkali dilakukan tanpa sengaja oleh individu dengan ASD. Perilaku yang ditunjukkan dapat memiliki makna spesifik bagi mereka. Misalnya, ketika remaja laki-laki dengan ASD menyentuh lawan jenisnya setiap kali bertemu, bisa jadi hal tersebut dilakukan untuk mengetahui suasana hati si perempuan.

Infografik Dorongan Seksual pada anak Autisme

Bisa juga mereka menyukai reaksi wajah dan verbal dari objek, mendapat stimulasi sensoris saat pertama kali mereka menyentuh, dan ingin mengulanginya. Atau ketika tiba-tiba mencium seseorang. Bisa jadi mereka melihat tayangan serupa di televisi sehingga berpikir orang lain akan bereaksi seperti yang mereka lihat.

“Mereka berpikir orang lain ingin juga ingin mencium karena mereka sendiri ingin mencium,” demikian laman tersebut menjelaskan.

Ada beberapa tips yang dapat diterapkan untuk mengajarkan pendidikan seksual pada anak dengan ASD. Pertama, menjelaskan pertanyaan tentang pubertas dengan benar dan lugas. Jangan menggunakan kata dan kalimat konotatif, misalnya menyebut penis dengan burung. Beritahu apa yang harus dilakukan daripada apa yang tidak boleh dilakukan. Misal, “Letakkan tangan di pangkuan/kantong” dibanding “Jangan sentuh penis/vagina/payudara.”

“Ajari area mana yang boleh dan tidak boleh dipegang orang lain, terkecuali oleh tenaga kesehatan dan orangtua yang sama gendernya,” ujar Jane.

Masih merujuk laman yang sama, beri panduan tentang area publik dan pribadi, misalnya aturan mengetuk pintu sebelum masuk. JUga aturan mengenai orang yang boleh diajak bicara tentang masalah pribadi. Orangtua juga perlu menjelaskan tentang masturbasi yang harus dilakukan di ruang pribadi.

Pengasuh juga disarankan membuat catatan tentang kejadian sebelum, selama, dan setelah perilaku anak guna membantu memahami tujuan dari perilaku tersebut. Untuk mempermudah komunikasi, gunakan bantuan gambar/foto karena ASD lebih mencerna informasi visual.

“Kalau perlu gunakan video atau boneka sebagai bentuk anatomi tubuh,” kata Jane. Baginya kunci utama keberhasilan pendidikan seks pada anak dengan ASD adalah ketelatenan orangtua dalam mengajari dan mengawasi anaknya.

Baca juga artikel terkait PENDIDIKAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani