Menuju konten utama

Saat Pemerintah Kewalahan Membendung Pemudik

Arus pemudik tak bisa ditangkal 100 persen. Ada potensi lonjakan kasus jika penyekatan dan karantina tak konsisten.

Petugas memeriksa surat izin keluar masuk (SIKM) penumpang di Terminal Kalideres, Jakarta, Jumat (7/5/2021). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/hp.

tirto.id - Pemerintah telah memberlakukan larangan mudik Lebaran 2021 sejak 6 Mei sampai 17 Mei, dengan penerapan di lapangan berupa penyekatan di sejumlah titik. Namun, setelah berjalan beberapa hari, tak sedikit laporan yang menyebut para pemudik tetap nekat dan akhirnya bisa lolos dari pemeriksaan.

Pada Kamis (6/5/2021) dini hari ada pemudik yang mengelabui petugas untuk bisa melewati titik penyekatan. Mereka bersembunyi di dalam truk sayuran yang ditutupi terpal. “[Pukul] 01.51 #Polri amankan kendaraan truk bermuatan sayur yang juga membawa pemudik di Km 31 Tol Cikarang (arah ke Cikampek),” tertulis dalam unggahan Instagram TMC Polda Metro Jaya.

Di luar itu, menurut Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo, sudah lebih dari 700 kendaraan yang diminta putar balik di Gerbang Tol Cikarang Barat maupun Cikupa sejak Kamis pukul 00.00 sampai 06.00.

Pada siang hari kendaraan pemudik justru semakin padat. Kendaraan mengantre untuk dapat melewati pemeriksaan di titik penyekatan hingga menyebabkan kemacetan panjang sejauh 8 kilometer. Akibatnya, polisi membebaskan pemeriksaan di pos penyekatan Gerbang Tol (GT) Cikarang Barat-GT Cikupa untuk sementara.

“Kami akan loss pemeriksaan sampai nanti ekornya kurang lebih 1-2 kilometer baru kemudian akan laksanakan pemeriksaan kembali,” kata Sambodo.

Larangan mudik diatur dalam Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran COVID-19. Alasannya tak lain dalam rangka mencegah penyebaran COVID-19 yang belum juga surut setelah satu tahun lebih.

Para pemudik yang lolos dari pemeriksaan tentu berpotensi membawa virus. Dan itulah yang kemudian terjadi.

Di Pati, Jawa Tengah, seorang pemudik dari Jakarta yang berangkat sebelum hari pelarangan positif COVID-19 hingga menimbulkan klaster. Ada pula satu keluarga yang lolos dari penyekatan hingga berhasil sampai ke kampung halamannya di Solo Jawa Tengah. Dua dari lima orang dari Tangerang Banten ini dinyatakan positif. Belum diketahui apakah mereka juga telah menyebarkan virus.

Lalu Bagaimana?

Epidemiolog dari Universitas Airlangga Surabaya Windu Purnomo mengatakan mudik memang sulit untuk dibendung karena ia telah jadi tradisi dan larangannya juga diberlakukan tahun lalu.

“Meskipun ada larangan mudik, mereka akan tetap nekat, lewat jalan tikus dan dengan segala cara,” kata Windu melalui sambungan telepon, Jumat (7/5/2021). “Maka tidak heran jika petugas itu kewalahan dan sebagian [pemudik] itu akhirnya diloloskan karena petugasnya sendiri pusing.”

Namun, karena sudah menjadi aturan, larangan mudik itu menurutnya harus tetap ditegakkan. Windu mengatakan aparat tak boleh menyerah begitu saja, sebab konsekuensinya adalah lonjakan kasus COVID-19 yang bakal makin sulit dibendung.

Oleh karena itu, yang juga penting, selain terus berupaya melakukan penyekatan, adalah menangani pemudik yang lolos dengan baik dan ketat. Salah satunya konsisten menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro.

“Tunjukkan bahwa PPKM Mikro memang berfungsi saat ada pemudik. Tingkat RT/RW, desa, dan kelurahan harus mampu menangkal pemudik. Jangan sampai ada orang yang mudik langsung pulang ke rumah. Harus melalui karantina yang tempatnya ditentukan oleh pemerintah daerah,” kata Windu.

Mudik yang tak mampu dibendung 100 persen sebenarnya sudah diprediksi oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin jauh-jauh hari. “Kami tidak tahu di Lebaran ini apakah bisa 100 persen menahan mobilitas, tapi saya kira tetap ada yang bocor,” kata Menkes dalam sebuah webinar, Minggu (18/4/2021).

Kebijakan lain yang kemudian diupayakan pemerintah untuk meminimalisasi dampak kebocoran ini adalah mempercepat vaksinasi untuk lansia. Dibanding kelompok usia lain, lansialah yang rentan terpapar dan mengalami gejala parah.

Kemudian, pemerintah melalui Satgas Penanganan COVID-19 meminta agar daerah sigap menangani pemudik yang lolos. “Pemda/satgas daerah harus menegakkan karantina 5x24 jam bagi pelaku perjalanan yang tiba di daerah tujuan dan mengunjungi/menginap di rumah warga di daerah,” kata Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito kepada reporter Tirto, Jumat.

Baca juga artikel terkait MUDIK LEBARAN atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Rio Apinino
-->