Menuju konten utama

Saat Kebijakan Menteri Nadiem Memunculkan Klaster Baru COVID-19

Kebijakan belajar di sekolah saat pandemi memicu klaster baru. Murid, guru, hingga pegawai sekolah tertular Corona.

Saat Kebijakan Menteri Nadiem Memunculkan Klaster Baru COVID-19
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menyampaikan Program dan Kebijakan Pendidikan Tinggi bertajuk Merdeka Belajar: Kampus Belajar di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Jumat (24/1/2020). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/ama.

tirto.id - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengizinkan kembali sekolah dibuka untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tatap muka di tengah pandemi COVID-19 yang belum mereda.

Awalnya, mantan CEO Gojek ini hanya mengizinkan sekolah yang berada di zona hijau yang dibuka, 15 Juni lalu. Dua bulan kemudian, Nadiem bergerak lebih jauh dengan mengizinkan sekolah di zona kuning. Keputusan terakhir ada di pemerintah daerah. Jika diizinkan, maka kepala sekolah harus memenuhi sejumlah kriteria.

"Zona hijau dan kuning diperbolehkan, bukan dimandatkan, bukan dipaksakan, kalau berkenan untuk melakukan pembelajaran tatap muka. Tapi tentunya dengan protokol," kata Nadiem, Jumat (7/8/2020).

Saat itu Nadiem mengatakan SMK dan kampus boleh dibuka meski berada di zona merah. Syaratnya, itu hanya untuk praktikum saja.

Klaster Baru

Kebijakan ini malah memunculkan klaster baru COVID-19. Mulai dari siswa, guru, hingga pegawai sekolah dinyatakan positif COVID-19.

Salah satu sekolah yang menjadi klaster baru penyebaran COVID-19 adalah SMPN 7 Cirebon, Jawa Barat. Di sini sekolah dibuka mulai 3 Agustus lalu. Seorang siswa dinyatakan positif. Akibatnya, KBM tatap muka di Cilegon kembali ditutup dua hari setelahnya.

Kemudian dua pelajar di Sumedang, Jawa Barat. Siswa SD berusia enam tahun di Kecamatan Situraja dan sembilan tahun dari Kecamatan Sumedang Utara tertular virus Corona dari pedagang Pasar Situraja. Keduanya tertular saat perjalanan ke/dari sekolah.

Selanjutnya, klaster sekolah di Tulungagung, Malang, Jawa Tengah. Siswa sembilan tahun menulari lima siswa lain dan dua guru. Peristiwa ini terjadi pada Selasa 11 Agustus lalu.

Lalu, sebanyak 11 guru di SMKN 1 Gunem, Kabupaten Rembang terpapar COVID-19. Kini sekolah itu ditutup selama 10 hari untuk sterilisasi.

Seorang siswa SD dari Kecamatan Pangkah, Tegal, Jawa Tengah juga dinyatakan positif, diduga tertular dari kakek yang berprofesi sopir bajaj. Ia sempat masuk sekolah, akibatnya guru dan teman sekelas harus menjalani tes swab.

Virus Corona juga menyerang 26 santri pondok pesantren di Kajen, Kecamatan Margoyoso, Pati. Mereka dinyatakan positif COVID-19 pada 9 Agustus 2020 setelah dilakukan tes swab. Dilakukan karantina di pesantren lantaran Hotel Kencana sebagai tempat isolasi masih penuh.

Klaster sekolah juga menyerang sampai Kalimantan. Hingga Senin (10/8/2020), terdapat 14 siswa dan 8 guru di Provinsi Kalimantan Barat terkonfirmasi positif COVID-19. Mereka berasal dari: SMA 1 Ketapang, SMA 1 Ngabang, SMA 1 Pontianak, SMPN 1 Pontianak, SMAN 2 Pontianak, dan SMAN 3 Pontianak.

Satu SD dan SMP di Balikpapan, Kalimantan Timur, pun terpapar COVID-19. 26 orang yang terdiri dari guru dan pegawai sekolah terjangkit Corona.

Menuju ke wilayah timur, Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan COVID-19 Papua menyatakan 289 anak usia sekolah dari berbagai tingkat pendidikan positif terpapar virus Corona. Jubir SGPP COVID-19 Papua, Silwanus Sumule, mengatakan jumlah itu adalah akumulatif. Ia mengatakan para pelajar diduga terjangkit saat KBM masih diberlakukan, namun kini sudah daring.

Nadiem Kudu Benahi Infrastruktur PJJ

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai langkah yang diambil oleh Nadiem merupakan potret kebijakan pendidikan yang paradoks: di satu sisi angka statistik penyebaran COVID-19 di Indonesia makin tinggi, tetapi di sisi lain kebijakan pendidikan membuka sekolah makin longgar.

Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim memaparkan data siswa dan guru baik di sekolah maupun pesantren, yang positif COVID-19. Hingga Senin (10/8/2020) lalu, FSGI telah menghimpun data sebagai berikut:

1. 28 guru dari 2 sekolah di Kota Balikpapan

2. 35 santri dari pesantren di Kab. Pati

3. 4 guru di Kota Surabaya

4. 2 siswa di Kab. Sumedang

5. 2 siswa di Kab. Sambas

6. 2 guru di Kota Pariaman

7. 1 siswa di Kota Sawahlunto

8. 1 siswa di Kab. Tegal

9. 1 siswa di Kota Tegal

10. 1 guru di Kota Solo

11. 1 guru meninggal positif Covid-19 di Kab. Madiun

12. 1 guru di Kota Madiun

13. 50 santri di Ponpes Gontor 2 Kab. Ponorogo

14. 5 pengajar (ustaz) di Ponpes Kota Tangerang

15. 1 pengajar (ustaz) dan 6 santri di Kab. Wonogiri

16. 3 santri di Ponpes Kab. Pandeglang

17. 43 santri di Ponpes Temboro Kab. Magetan

Kata Satriwan, metode Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang selama ini berjalan banyak mengalami kendala, khususnya secara teknis. Beberapa kendalanya seperti: tidak ada jaringan internet atau sinyalnya buruk, siswa dan guru tak punya gawai, jaringan listrik, hingga metode guru kunjung tak optimal karena faktor geografi dan akses ke rumah siswa yang jauh atau sulit ditempuh.

Masalah lain adalah orang tua tak bisa optimal mendampingi anak selama PJJ, penugasan bagi siswa dari guru menumpuk, tertinggalnya materi pembelajaran siswa, pengeluaran orang tua membeli kuota internet meningkat, dan ada beberapa wilayah seperti Bengkulu, Kalimantan Timur, dan Kabupaten Malang yang kepala sekolahnya belum merealokasikan Dana BOS untuk subsidi internet.

"Seharusnya pemerintah pusat dan daerah lebih dulu membenahi persoalan PJJ itu semua. Koordinasi dan komunikasi yang intensif dan solutif lintas kementerian, lembaga, dan pemda adalah kuncinya. Leading sector ada di Kemdikbud, bersama dengan Kemenag, Kemendes dan PDT, Kemen BUMN, Kemkominfo, Kemendagri, dan Pemda-Pemda," kata Satriwan kepada wartawan Tirto, Kamis (13/8/2020).

Kendala penyelenggaraan PJJ yang selama ini berjalan tak bisa menjadi alasan membuka kembali sekolah-sekolah. Sebab, "risiko nyawa dan kesehatan anak, guru, dan orang tua lebih besar ketimbang tertinggal dan tak optimalnya layanan pendidikan bagi anak selama PJJ."

Ia mengatakan hak hidup dan hak sehat bagi anak, guru, tenaga kependidikan, dan orang tua, adalah yang utama di atas segalanya.

Baca juga artikel terkait KLASTER CORONA atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Haris Prabowo & Riyan Setiawan
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino