Menuju konten utama

Saat Jaz, Blues, hingga Heavy Metal Mengiringi Aksi Koboi Antariksa

Membicarakan Cowboy Bebop juga berarti membicarakan musik, dari mulai jaz, bluegrass, funk, hingga heavy metal. Semua diracik dengan apik.

Saat Jaz, Blues, hingga Heavy Metal Mengiringi Aksi Koboi Antariksa
Cowboy Bebop, serial anime ini rilis pertama kali 3 April 1998. Foto/pinterest/drstranglove

tirto.id - I think it's time we blow this scene

Get everybody and the stuff together

OK, three, two, one

Let's jam!

Membicarakan Cowboy Bebop berarti membahas petualangan antariksa dan menelaah peliknya kehidupan dewasa. Membicarakan Cowboy Bebop juga berarti membicarakan musik. Terang saja, judul seri anime (begitu pula nama kapal utama protagonisnya) yang rilis pada 1998 ini terinspirasi dari salah satu gaya musik jaz yang merekah pada 1940-an di Amerika Serikat: bebop.

Di samping jenis musik yang dikembangkan oleh pemain saksofon Charlie Parker itu, Cowboy Bebop turut mencakup bluegrass, funk, hingga merengkuh heavy metal.

Gagasan seri perburuan para koboi antarbintang ini bahkan pertama kali muncul tatkala kreatornya, Shinichirō Watanabe, mendengarkan blues 1940-an dan mulai membuat cerita dari komposisi gubahan komponis Yoko Kanno. Karakter seperti Faye Valentine dan Jet Black juga dirancang usai Watanabe mendengarkan lagu jaz populer macam 'My Funny Valentine' dan 'Black Dog' dari Led Zeppelin.

Tak hanya soal musik, berbagai aspek dalam Cowboy Bebop juga banyak terilhami kisah lain dari Barat seperti Blade Runner atau Alien. Sementara dari dalam negeri sendiri, Jepang, seri buatan tim produksi Hajime Yatate dari Studio Sunrise ini kentara terilhami Lupin III buatan Monkey Punch.

Petualangan heist cucu Arsène Lupin itu tak hanya menginspirasi karakter dan penceritaan, tetapi juga ke dalam musik pembuka tiap episode, yang liriknya tertera dalam pembuka tulisan ini. Dengan musik serupa dalam film-film spionase, ia menyiratkan kisah dar-der-dor bounty hunter dan di saat bersamaan terdengar seperti aba-aba untuk jamming bersama rekan-rekan satu band.

Sarat Penghormatan

"Ketika membuat Cowboy Bebop, aku pikir akan lebih menarik jika aku menambahkan berbagai macam elemen bersamaan untuk menciptakan sesuatu yang benar-benar baru," kata Watanabe kepada IGN. Jika anime lain bikinan Watanabe seperti Samurai Champloo terilhami hiphop, atau Space Dandy yang lekat dengan musik-musik dekade 1980-an, maka Cowboy Bebop adalah sebuah bar sesak berasap di Ganymede, Callisto, atau pelosok galaksi mana pun yang memutar banyak jenis musik, dengan katalog utama lagi terlengkapnya diisi jaz dan blues.

Musik menjadi titik berangkat sekaligus spirit dari banyak episode dari total 26 episode dalam satu-satunya season Cowboy Bebop. Sebut saja 'Heavy Metal Queen' atau 'Jupiter Jazz'. Kebiasaan itu bahkan sudah dimulai sejak episode pembuka, 'Asteroid Blues'. Untuk referensi sekaligus penghormatan pada banyak maestro di ranah musik, judul episode 'My Funny Valentine' jelas mengacu pada lagu yang menjadi standar jaz gubahan Richard Rodgers berjudul sama.

Dari ranah musik rock, Cowboy Bebop meminjam 'Honky Tonk Women' dan 'Sympathy for the Devil' dari The Rolling Stones, juga 'Bohemian Rhapsody' dari Queen. Sementara dari The Beatles, frasa "you're gonna carry that weight" jadi salah satu ujaran paling dikenang dari anime ini. Lalu, dalam lagu penutup hampir di tiap episode, 'The Real Folk Blues' yang dinyanyikan Mai Yamane mengambil judul sama dari seri album-album blues yang dirilis antara 1965-1967 oleh Chess Records.

Tiga karakter latar dalam Cowboy Bebop yang dikenal dengan julukan 'Three Old Men' juga terinspirasi dari musik. Nama orang tua yang lalu-lalang di tata surya itu, Antonio, Carlos, dan Jobim, diambil dari Antônio Carlos Jobim, komponis asal Brasil yang juga kerap disebut sebagai "bapak bossa nova".

Datang untuk Tualang, Tinggal untuk Musik

Komponis Yoko Kanno tak luput mengeksplorasi banyak genre. Dengan jangkauan tema yang luas, dari menghadapi agama baru hingga mesin pembunuh hasil konstruksi dunia distopia plus berbagai sentuhan fiksi spekulatif, alami saja jika kisah ini tidak dikawal satu jenis musik belaka.

Pada satu kesempatan, manakala Spike Spiegel harus menghadapi "koboi betulan", Kanno menyerap dan memelintir gubahan Ennio Morricone pada The Good, the Bad, and the Ugly (1966) ke dalam komposisi berjudul 'Go Go Cactus Man'. Di lain waktu Kanno merengkuh irama dan chant ala Indian, tepatnya dalam 'Space Lion'. Di sana musik tribal yang kontemplatif dilebur bersama jaz seakan keduanya adalah oplosan yang lazim, mengiringi salah satu penutup episode terdahsyat, 'Jupiter Jazz Part 2'.

Nada-nada dalam Cowboy Bebop sering kali terdengar janggal, seolah menghindar dari pakem bagaimana sebuah adegan atau momen hanya bisa diiringi musik dengan tempo tertentu. Setiap kali para kru Bebop menuju bumi yang telah hancur, misalnya, diputarlah komposisi 'The Egg and I' yang terdengar bagai musik-musik dalam gim video RPG ketika karakter utama memasuki kota baru. Ada pula musik bernuansa Timur Tengah saat cerita bergulir ke bank sampah tata surya (episode 'Bohemian Rhapsody'), atau aksi kejar-kejaran yang diiringi lagu celtic folk/new age yang dibawakan Pierre Bensusan (episode 'Ganymede Elegy').

Musik-musik yang sekilas seperti tidak pada tempatnya itu toh pada akhirnya memberi keunikan pada penceritaan Cowboy Bebop. Tidak melulu sekadar mengiringi atau mengisi perpindahan momen tetapi juga menantang, menyegarkan penceritaan para begundal yang terus mencari rumahnya masing-masing. Pengembaraan kosmik yang tak bisa lebih semarak lagi akan warna musik.

Dalam tulisan di The Atlantic, Alex Suskind menerangkan bagaimana Cowboy Bebop telah mengubah persepsi dia dan orang-orang Amerika lain terhadap anime. Dia juga menyoroti bagaimana soundtrack seri ini "bergerak begitu mulus dari genre ke genre" dan bahwa "sungguh mengejutkan mengetahui bahwa satu kumpulan musisi berada di balik itu semua."

Infografik Musik Dalam Cowboy Bebop

Infografik Musik Dalam Cowboy Bebop. tirto.id/Sabit

Yoko Kanno dan Seatbelts

Semua lagu dalam Cowboy Bebop memang digubah dan dimainkan oleh Yoko Konno bersama Seatbelts, band yang dibentuk khusus untuk menangani proyek ini. Puluhan musisi dan vokalis tamu dari Jepang, New York, dan Paris direkrut agar Seatbelts fasih memainkan berbagai genre.

Pada saat selesai menulis musik untuk seri ini, Kanno menghasilkan lebih banyak lagu daripada yang diminta, yang berarti menghasilkan setumpuk kumpulan soundtrack. Setidaknya tujuh album rekaman Cowboy Bebop oleh Seatbelts pun dirilis, belum termasuk remix, boxset, dan album live.

Di luar Cowboy Bebop, Kanno merilis enam album solo. Komposisi-komposisi bikinannya merentang luas, baik dinyanyikan oleh musisi lain maupun digunakan dalam gim video, film, hingga anime-anime seperti Porco Rosso dan Ghost in the Shell. Bersama Seatbelts, Kanno reuni secara virtual pada 2020 lalu. Bekerja sama dengan Funimation, Sunrise, dan komponis Mason Lieberman, band ini merekam ulang lagu penutup Cowboy Bebop, 'The Real Folk Blues' dengan tujuan mengumpulkan dana bantuan penanganan Covid-19.

Comeback itu mungkin saja berlanjut. Di tengah banyak keraguan akan seri live-action Cowboy Bebop yang bakal dirilis November ini, setidaknya untuk urusan musik, para penggemar bisa bernapas lega. Sebabnya, musik seri garapan Netflix itu bakal kembali ditukangi orang yang sama di balik 'Tank!', 'Space Lion', hingga 'Blue' yang monumental; Yoko Kanno yang bertanggung jawab atas gemilangnya musik-musik di balik kisah kru Bebop mengambang layaknya layangan tanpa benang.

Baca juga artikel terkait ANIME atau tulisan lainnya dari R. A. Benjamin

tirto.id - Musik
Penulis: R. A. Benjamin
Editor: Rio Apinino