Menuju konten utama

Saat Himne Revolusi Mental Didendangkan Paduan Suara SMK N 1 Manado

Sekitar 1000 siswa SMA 1 Manado dipercaya menjadi anggota paduan suara pada acara pembukaan dan penutupan Pekan Kerja Nyata Revolusi Mental.

Saat Himne Revolusi Mental Didendangkan Paduan Suara SMK N 1 Manado
Richard Malame dan Tim Paduan Suara SMAN 1 Manado tampil di acara penutupan Pekan Kerja Nyata Revolusi Mental di lapangan KONI Sario, Manado, Minggu (28/10/2018). tirto.id/Zulkifli Songyanan

tirto.id - Upacara pembukaan dan penutupan Pekan Kerja Nyata (PKN) Revolusi Mental bisa jadi kurang bermakna tanpa kehadiran tim paduan suara SMAN 1 Manado. Di dua kesempatan itu, siswa-siswi SMK N 1 Manado dan guru mereka, Richard Malame, tampil mengisi acara.

Di lapangan, penampilan Richard memang tak beda jauh dengan penampilannya di dalam kelas: kacamata tebal, baju putih dan pantalon hitam, di dada terselip pin merah-putih. Walau demikian, saat kedua tangannya mulai memberi komando dari atas podium, lalu badannya dengan lihai bergerak ke kiri dan ke kanan, sosok berambut ikal tersebut seakan membius seisi lapangan. Hal demikian kian tampak manakala Indonesia Raya dibawakan. Khidmat dan menggetarkan.

“Memimpin paduan suara 1000 siswa bukan hal mudah. Saya mendapat kendala karena lagu-lagu yang dinyanyikan memiliki empat suara—sopran, altro, tenor, dan bas. Sementara saat berlatih, tidak semua siswa suaranya sampai ke tenor; sebagian tidak mampu menyesuaikan di alto, apalagi di sopran. Itu cukup membuat saya kewalahan,” kata Richard, kepada Tirto, Minggu (28/10).

Namun demikian, sosok berkulit sawo matang ini tak patah arang. Sebagai guru kesenian, ia punya tekad kuat untuk membuat siswa-siswinya dapat menyanyi sebaik mungkin, terlepas dari kekurangan yang mereka miliki.

“Untuk kegiatan ini, kami latihan selama dua minggu. Dalam satu minggu, kami hanya 1 kali bertemu. Latihan kami maksimalkan di situ,” sambungnya.

Richard dan siswa-siswi SMK N 1 Manado terbilang sukses mengisi acara. Saat tugas mereka selesai, tepuk tangan marak diberikan. “Suara siswa-siswinya bagus. Bapak dirigennya juga bagus. Penampilannya terlihat karismatik,” komentar Putri (20 tahun) mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Manado yang hadir di hari penutupan pada Minggu (28/10).

Selain Indonesia Raya, sejumlah lagu nasional seperti Syukur dan Padamu Negeri juga mereka bawakan. Tak ketinggalan, Himne Revolusi Mental.

“Dengan semangat Revolusi Mental, saya selalu mengingatkan anak-anak agar selalu berpandangan ke depan, pandai-pandai jaga diri—jauhi narkoba dan miras, hoaks dan berita-berita tidak jelas,” kata Richard, menjelaskan upayanya menanamkan Revolusi Mental ke peserta didik dengan cara mengingatkan tanggungjawab mereka sebagai penerus NKRI.

Selain itu, sebagai warga Manado, Richard juga mengaku selalu mengingatkan anak-anaknya agar tumbuh menjadi pribadi yang toleran, menghargai perbedaan dan keberagaman.

“Kita semua punya agama. Dalam pergaulan kapan pun dan di mana pun, kita harus saling mencintai dan menyanyangi. Islam, Kristen, dan agama lainnya sama-sama mengajarkan kebaikan. Dalam soal ini kita tidak ada perbedaan,” katanya.

Diminta tanggapannya sebagai pengisi acara Pekan Kerja Nyata Revolusi Mental, Richard menyebut hal tersebut sangat berkesan. Ia pun berharap kegiatan ini jadi kegiatan yang simultan.

“Kegiatan semacam ini dapat mempersatukan anak bangsa. Orang-orang dari provinsi lain datang ke Manado, saling mengenal dan belajar. Ke depan, semoga kegiatan semacam ini diseriusi oleh pemerintah, menjadi program yang berkelanjutan. Sebagai warga Manado, kami senang ditunjuk sebagai tuan rumah kegiatan tahun ini,” pungkas Richard.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ralat: Pada berita sebelumnya tertulis SMA N 1 Manado, yang benar SMK N 1 Manado, atas kekeliruan artikel ini redaksi memohon maaf.

Baca juga artikel terkait REVOLUSI MENTAL atau tulisan lainnya dari Zulkifli Songyanan

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Zulkifli Songyanan
Editor: Agung DH