Menuju konten utama

Saat Hakim Tak Percaya Nunung Depresi karena "Kerjanya Cengegesan"

Hakim tidak percaya Nunung depresi hanya karena dia pelawak. Ini adalah sikap yang tak etis dan membuktikan stigma yang masih mengakar kuat di masyarakat.

Saat Hakim Tak Percaya Nunung Depresi karena
Dua terdakwa kasus dugaan penyalahgunaan narkotika, Tri Retno Prayudati atau Nunung (kanan) dan suaminya July Jan Sambiran (kiri) meninggalkan ruang sidang usai menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (2/10/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.

tirto.id - Terdakwa kasus penyalahgunaan narkotika Tri Retno Prayudati atau yang lebih dikenal dengan nama panggung Nunung Srimulat ternyata mengidap "gangguan kejiwaan seperti depresi dan cemas." Hal tersebut disampaikan dokter dari Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur Jakarta Timur, Henry taruli Tambunan, dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (23/10/2019) lalu.

"Sebelum datang ke rumah sakit kami, mbak Nunung sudah kurang lebih tiga tahun dirawat psikiater di Jakarta. Kemungkinan besar mbak Nunung mengalami gangguan kejiwaan seperti depresi dan cemas, dan sudah diberikan obat," kata Herny, dikutip dari Antara.

Tapi hakim yang bernama Djoko Indiarto tidak percaya. Dia lantas mengaitkannya dengan pekerjaan Nunung sebagai pelawak.

"Mbak Nunung setiap hari kerjanya cengengesan, kok bisa depresi, kok enggak percaya," kata Djoko. "Saya enggak pernah lihat dia enggak ketawa."

Pernyataan tersebut sama sekali tidak patut dan "tidak etis," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) Ricky Gunawan. Ia menyalahi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, terutama bagian Berperilaku Adil nomor (5).

Di sana tertulis jelas: "hakim [...] dilarang menunjukkan rasa suka atau tidak suka, keberpihakan, prasangka, atau pelecehan terhadap suatu ras, jenis kelamin, agama, asal kebangsaan, perbedaan kemampuan fisik atau mental, usia, atau status sosial ekonomi [...] baik melalui perkataan maupun tindakan."

"Di kasus ini, hakim menunjukkan prasangka dan pelecehan terhadap kemampuan fisik, dalam hal ini kesehatan jiwa," Ricky menegaskan. "Mengajukan komentar seperti itu hanya akan men-discourage (mengecilkan hati) pemakai narkotika mengakses layanan pemulihan ketergantungan," tambahnya.

Semestinya, kata Ricky, hakim yang berhadapan seseorang yang didiagnosis depresi "menunjukkan sikap yang lebih simpatik." Hakim juga semestinya "memberikan dukungan moril."

Pernyataan hakim dapat mengguncang Nunung. "Bisa merusak kepercayaan dirinya, merasa rendah diri, tidak punya kuasa atas dirinya. Itu akan semakin mempersulit upaya pemulihan dari depresi yang dia alami. Dan kalau semakin terpuruk, dampaknya bisa menjalar juga, misalnya ke akses dia terhadap pekerjaan, relasi sosial, dan lain-lain," jelas Ricky panjang lebar.

Dalam konteks yang lebih luas, pernyataan hakim ini menunjukkan bahwa dia "tidak paham persoalan kesehatan jiwa dan menganggap remeh kondisi kejiwaan yang Nunung alami."

Herny Taruli Tambunan sebenarnya menjelaskan perkara itu dalam sidang. Dia mengatakan orang yang depresi--tidak hanya Nunung--sangat mungkin tampak ceria dan selalu tertawa. "Depresi itu punya seribu wajah; depresi ini bisa terselubung," katanya.

Stigma Masih Kuat

Pernyataan Herny dipertegas psikolog klinis dewasa dari Yayasan Pulih, Danika Nurkalista. Ia menegaskan depresi tidak ada kaitannya dengan ekspresi wajah, apalagi di depan umum.

"Tampilan seseorang yang mengalami depresi memang beragam," jelas Danika kepada reporter Tirto, Jumat (25/10/2018).

Danika mengatakan kenapa Nunung tampak selalu bahagia dan bahkan dapat mempengaruhi orang untuk tertawa adalah karena itulah pekerjaannya.

"Tapi," katanya, "belum tentu dia tidak merasakan kekosongan, kesedihan, kelelahan, keputusasaan, yang kerap dialami oleh seseorang yang mengalami depresi."

Danika lantas mengatakan ini adalah gejala umum masyarakat kita; masyarakat yang tak paham apa itu depresi dan bagaimana cara menghadapi orang yang mengidap itu.

"Respons hakim ini memperlihatkan bagaimana stigma tentang isu depresi masih sangat kuat," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait DEPRESI atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Hukum
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Rio Apinino