Menuju konten utama

RUU PNBP Disahkan Jadi UU dalam Sidang Paripurna DPR RI

Sri Mulyani mengatakan pengesahan UU PNBP ini diperlukan karena ada sejumlah poin pada tata kelola PNBP yang harus disempurnakan.

RUU PNBP Disahkan Jadi UU dalam Sidang Paripurna DPR RI
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) bersama Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (25/7/2018). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

tirto.id - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penerimaan Negara Bukan Pajak (RUU PNBP) menjadi Undang-Undang. Adapun pengesahan tersebut dilakukan melalui Rapat Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Kamis (26/7/2018).

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan pengesahan UU PNBP tersebut bakal menggantikan UU Nomor 20 Tahun 1997. Menurut Sri Mulyani, terbitnya UU PNBP yang baru ini diperlukan mengingat ada sejumlah poin pada tata kelola PNBP yang harus disempurnakan.

“Ada enam kluster penerimaan PNBP yang ada dalam UU ini. Masing-masingnya membutuhkan suatu pengelolaan yang agak berbeda. Oleh karena itu, RUU yang telah disahkan menjadi UU ini akan menjadi landasan yang baik,” ujar Sri Mulyani seusai Rapat Paripurna, hari ini, Kamis (26/7/2018).

Lebih lanjut, UU PNBP yang baru diharapkan mampu mengatasi sejumlah permasalahan dan tantangan dalam pengelolaan PNBP ke depannya. Berbagai masalah itu di antaranya seperti pungutan yang tidak memiliki landasan hukum yang kuat, PNBP yang telat atau bahkan tidak disetor ke kas negara, serta penggunaan langsung PNBP yang dilakukan di luar mekanisme APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).

Sri Mulyani berharap UU PNBP ini dapat mewujudkan upaya untuk mengoptimalkan sumber pendapatan negara dari PNBP, dan juga mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, serta perbaikan distribusi pendapatan.

Penetapan enam kluster penerimaan pada PNBP itu hanya satu dari sejumlah pokok penyempurnaan yang disepakati pemerintah dengan DPR RI. Adapun keenam kluster yang dimaksud ialah pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan kekayaan negara dipisahkan, pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana, dan hak negara lainnya.

Tak hanya itu, UU yang baru ini juga disebut menyempurnakan definisi dan ruang lingkup dari PNBP.

Pengaturan tarif BNPB sendiri bakal mempertimbangkan dampak pengenaan tarif terhadap masyarakat, dunia usaha, pelestarian alam dan lingkungan, sosial budaya, serta aspek keadilan. Bukan tidak mungkin dalam kondisi tertentu, pengaturan kebijakan pengenaan tarif bisa sampai Rp0,00 atau setara nol persen.

Selanjutnya, Menteri Keuangan dan menteri/pimpinan lembaga terkait juga akan memperkuat pengawasan dalam rangka pengelolaan PNBP. Di samping adanya penyempurnaan pada aturan pengelolaan PNBP dalam rangka meningkatkan layanan.

Mekanisme pemeriksaan PNBP, segala bentuk keberatan, keringanan (berupa penundaan, pengangsuran, pengurangan dan pembebasan), serta pengembaliannya pun bakal disempurnakan.

Dalam beleid yang baru ini juga dimasukkan ketentuan peralihan berupa penyelesaian hak dan kewajiban wajib bayar yang belum diselesaikan sebelum berlakunya RUU, diberikan jangka waktu paling lambat enam bulan sejak RUU PNBP mulai berlaku untuk diselesaikan berdasarkan ketentuan perundang-undangan sebelum RUU PNBP.

Baca juga artikel terkait PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Alexander Haryanto