Menuju konten utama

RUU Permusikan Mengandung Pasal Karet Seperti UU ITE

Pasal 5 dalam draf RUU Permusikan, yang bicara soal sanksi, rentan menjadi pasal karet.

RUU Permusikan Mengandung Pasal Karet Seperti UU ITE
Cholil Mahmud, vokalis sekaligus gitaris grup musik Efek Rumah Kaca menggelar konser tunggalnya di Gudang Sarinah Ekosistem, Jakarta, (5/9/16). FOTO/Hafitz Maulana untuk Tirto.id

tirto.id - Para musisi ramai-ramai mengkritik Rancangan Undang-undang (RUU) Permusikan yang diusulkan oleh Komisi X DPR RI. Mereka menilai ada klausul yang rentan menjadi ‘pasal karet’.

Disebut karet karena ia tak memiliki tolak ukur yang jelas. Salah satu aturan karet yang cukup populer di Indonesia adalah UU ITE. Sudah banyak orang yang dipenjara karenanya, termasuk musisi Ahmad Dhani.

Aturan karet yang dimaksud adalah Pasal 5. Isinya berisi beberapa larangan bagi para musisi: dari mulai membawa budaya barat yang negatif, merendahkan harkat martabat, menistakan agama, membuat konten pornografi hingga membuat musik provokatif.

Vokalis Efek Rumah Kaca, Cholil Mahmud, adalah salah satu yang mengkritik. Ia menilai jika RUU Permusikan diterapkan maka ia akan mengekang kebebasan berekspresi bukan cuma musisi, tapi setiap orang.

"Ada di dalam Pasal 5, dan 50 untuk ketentuan pidananya. Mungkin saja lagunya Iwan Fals yang Bongkar, yang semua orang tahu [liriknya] ‘kita harus turun ke jalan, robohkan setan yang berdiri mengangkang’ itu sangat provokatif dan itu memenuhi ketentuan pidana pasal 50. Menurut interpretasi penegak hukum misalnya," kata Cholil saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (29/1/2019).

Karet karena interpretasi aparat penegak hukum tak selalu sama dengan pembuat lagu, kata Cholil. Padahal, di satu sisi, kreativitas sangat dibutuhkan untuk menciptakan seni.

Bongkar sendiri punya tempat dan arti bagi masyarakat Indonesia. Lagu tersebut jadi semacam catatan sejarah bahwa kita pernah hidup di zaman otoriter yang anti-kritik dan kita tak boleh lagi kembali ke masa-masa seperti itu.

"Sesuatu yang empower saat itu justru bisa digunakan untuk meredam kekuatan [masyarakat] dengan berbagai macam interpretasi penegak hukum," jelasnya.

Keresahan juga disampaikan Hafez Gumay dari Koalisi Seni Indonesia. Hafez khawatir efek Pasal 5 RUU Permusikan akan serupa dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang telah menelan banyak korban.

"Itu pasal karet. Jika ada lagu yang memang bisa membuat gerakan sosial seperti Superman Is Dead di reklamasi Teluk Benoa, pasal ini bisa dipelintir dan musisi jadi bisa dipidana," kata Hafez saat dihubungi reporter Tirto.

Menurut Hafez, pasal tersebut rentan membuat musisi tidak lagi merasa bebas dan akan melakukan swasensor.

"Itu pasal yang multitafsir. Tafsir pembuat lagu dan tafsir penegak hukum, kan, beda. Dan penegak hukum tidak peduli apa pun alasan musisi di pengadilan nanti," ujarnya.

Salah Arah

Sadar bahwa kepentingan mereka--juga masyarakat luas karena seni dan musik bukan milik segelintir orang--terganggu, Cholil, Hafez, dan beberapa musisi lain mendatangi petinggi DPR RI, Senin (28/1/2019) kemarin.

"Walau masih usulan Baleg (Badan Legislasi), Panja (Panitia Kerja) juga belum dibentuk, tapi musisi harus merespons dan mengawal," kata Hafez.

Infografik CI RUU Musik

Infografik CI RUU Musik

Penyanyi Glenn Fredly, yang juga hadir dalam pertemuan kemarin, menilai esensi draf RUU Permusikan salah arah. Alih-alih membuat industri musik maju, jika RUU tersebut diterapkan, justru bakal mempersulit dan merugikan musisi.

"Esensi awalnya adalah tata kelola industri. Tentu kalau bicara dalam konteks tata kelola industri musik, [harus] dari hulu ke hilir dan bisa menangkap semangat zaman. Misalnya, membahas mata rantai industri, membedakan mana musik industri dan non-industri," kata Glenn saat dihubungi reporter Tirto.

Hal-hal seperti inilah yang justru belum begitu kentara dalam RUU, kata Glenn.

Meski dikritik, anggota Komisi X DPR, Maruarar Sirait, justru mengatakan RUU Permusikan sudah ada di jalur yang tepat. Ia mengatakan RUU ini bertujuan untuk melindungi hak cipta dan para seniman.

"Pak Jokowi ingin sekali membangun industri kreatif, di sinilah jawabannya. Bagaimana kreativitas anak bangsa bisa diberikan tempat secara legal," ujarnya.

Baca juga artikel terkait RUU PERMUSIKAN atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Musik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Gilang Ramadhan