Menuju konten utama

Rusia Kontemporer dalam Diri Vladimir Putin

Putin adalah nama lain dari Rusia sejak memasuki abad ke-21. Mempelajari Putin berarti membaca Rusia itu sendiri.

Rusia Kontemporer dalam Diri Vladimir Putin
Seorang karyawan berdiri dekat layar elektronik yang memperlihatkan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang sedang berbicara dalam sebuah sesi St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) di St. Petersburg, Rusia, Jumat (25/5). ANTARA FOTO/REUTERS/Sergei Karpukhin

tirto.id - Nama Vladimir Vladimirovich Putin tidak pernah luput dari pembahasan tentang Rusia kontemporer. Putin, yang lahir pada 7 Oktober 1952, menjabat sebagai presiden dan perdana menteri paling lama. Agaknya tidak berlebihan jika mengatakan bahwa sejarah Putin adalah sebagian sejarah Rusia itu sendiri.

Putin, yang selama 16 tahun bekerja sebagai agen Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti (KGB), diangkat sebagai Pelaksana Tugas Presiden Rusia setelah Boris Yeltsin mengundurkan diri pada 31 Desember 1999 setelah berkuasa sejak 1991. Dia juga merangkap perdana menteri. Beberapa bulan kemudian, Maret 2000, Putin berhasil memenangkan pemilihan umum dengan perolehan suara 53%. Pada 14 Maret 2004, Putin kembali terpilih menjadi Presiden Rusia untuk kedua kalinya dengan perolehan suara sebanyak 71%.

Alec Rasizade dalam “Putin’s Place in Russian History” yang dipublikasikan oleh Journal of International Politics (Vol. 45, 2008) mengatakan Putin terpilih pada periode pertama karena “sebagian besar orang Rusia melihat perwira KGB yang keras dan tidak dapat dipahami ini sebagai 'orang kuat' yang mampu menyelamatkan negara” yang ketika itu ekonominya masih lemah setelah Uni Soviet runtuh.

Prioritas utamanya pada periode pertama adalah 'kekayaan bangsa Rusia'. Putin menginginkan Rusia mampu bersaing di pasar global karena memiliki kekayaan sumber daya. Reformasi ekonomi yang dilakukan antara lain pembenahan sistem perpajakan dan rekonstruksi pasar monopoli. Selain itu, Putin juga melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan yang belum mematuhi undang-undang mengenai penjualan harta kekayaan negara yang diakibatkan oleh liberalisasi ekonomi dan bantuan pihak asing pada masa pemerintahan Yeltsin.

Rasizade dalam artikelnya menyatakan bahwa reformasi ekonomi yang dijalankan Putin sukses membawa perekonomian Rusia lebih maju.

Sejak kembali menduduki kursi presiden di periode kedua, Putin mereformasi institusi pemerintahan distrik-distrik. David E. McNabb dalam buku berjudul Vladimir Putin and Russia's Imperial Revival (2016) yang diterbitkan oleh Taylor and Francis Group menjelaskan segera setelah terpilih, Putin mengeluarkan kebijakan mengenai pengurangan pemilihan langsung untuk kepala distrik. “Mereka semua sekarang ditunjuk oleh Putin,” tulis buku (hlm. 13).

Bukan berarti sektor ekonomi ditinggalkan. Pada 2005, Putin meluncurkan National Priority Projects yang dibuat untuk memperbaiki pelayanan kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan agrikultur.

Selama dua periode pemerintahan Putin, ekonomi Rusia bertumbuh dan disokong oleh tingginya harga minyak dan produksi gas yang melimpah. Angka kemiskinan ditekan dan indeks kesejahteraan ditingkatkan.

Kritik dan Kontroversi

Pada 7 Oktober 2006, seorang jurnalis bernama Anna Politkovskaya yang sering mengkritik Putin dan memberitakan korupsi di militer Rusia ditembak mati di apartemennya. Kematiannya membawa begitu banyak kritik terhadap Putin yang telah menjanjikan perlindungan terhadap media massa Rusia yang baru saja berdiri sendiri. Janji Putin dianggap hanya retorika semata.

Setahun kemudian, muncul kelompok bernama The Other Russia yang mengorganisasikan serangkaian demonstrasi terhadap kebijakan Putin. Aksi massa di berbagai kota tersebut berujung penahanan terhadap 150 orang demonstran.

“Koalisi The Other Russia pimpinan Kasparov menuduh Kremlin melakukan korupsi, menghancurkan perbedaan pendapat, dan mencurangi pemilihan parlemen 2 Desember untuk memastikan kemenangan bagi partai United Russia pimpinan Putin,” demikian dilaporkan ABC. Pemilu tersebut digelar pada Desember dan United Russia memang menang.

Tak hanya dari demonstran, Organization for Security and Cooperation in Europe dan Parliamentary Assembly of Council Europe juga menyatakan bahwa pemilu tidak adil dan mereka ingin Kremlin menginvestigasi hasil pemilu. Namun komisi menyatakan pemiu berlangsung dengan jujur dan adil.

Putin tak bisa lagi maju pada 2008 karena Konstitusi melarang siapa pun mencalonkan diri sebagai presiden jika telah menjabat dua periode berturut-turut. Ketika itu Dmitry Medvedev yang berasal dari partai yang sama dengan Putin terpilih sebagai presiden. Pada 8 Mei 2008, sehari setelah inaugurasi Medvedev, Putin terpilih sebagai perdana menteri. Di sistem pemerintahan Rusia, presiden dan perdana menteri memiliki tanggung jawab sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

Andrei Ryabov dalam artikel berjudul “Tandemocracy in Today's Russia” yang dimuat oleh Journal of Russian Analyitical Digest (2008) menjuluki Rusia di bawah Medvedev dan Putin sebagai pemerintahan 'tandemocracy'. Adalah Putin yang memilih Medvedev sebagai calon presiden dari partainya. Medvedev yang sebelumnya merupakan Deputi Utama Perdana Menteri dipilih karena dianggap memiliki kemampuan negosiasi yang baik, dan lebih dari itu merupakan orang kepercayaan Putin. Keduanya telah berkawan sejak 1990-an.

Dengan relasi seperti itu, Putin yang dianggap lebih dominan di Rusia.

Kecurigaan bahwa Medvedev sekadar boneka semakin menguat ketika pada September 2011 ia mengajukan kepada United Russia Congress agar Putin dapat menjadi calon presiden lagi pada pemilihan umum satu tahun kemudian.

Tidak seperti di Indonesia, tidak ada batasan berapa kali orang Rusia bisa menjadi presiden seumur hidupnya. Yang tidak diperbolehkan hanya jika menjabat lebih dari dua kali berturut-turut. Putin, dalam hal ini, memang harus rehat satu periode.

Pada 4 Maret 2012, Putin memenangkan pemilihan presiden untuk ketiga kalinya dengan jumlah suara 64%. Medvedev menjadi perdana menteri pada periode ini. Ya, keduanya sekadar bertukar posisi.

Pada periode ini Putin berkuasa enam tahun, bukan lagi empat tahun. Masa jabatan ini diubah di masa Medvedev menjadi presiden.

Putin lagi-lagi maju di pemilihan presiden 2018, dan lagi-lagi pula menang, kali ini dengan perolehan suara 76%, lebih banyak 10 juta dibandingkan 2012. Secrieru dan Shkliarov pada artikelnya yang berjudul “Putin's Fourth Term, The Twilight Begins?” yang dimuat pada Journal of European Union Institute for Security Studies (2018) mengatakan hal ini dapat terjadi karena “tidak ada penantang potensial di horizon dan dia (Putin) tetap menjadi satu-satunya orang yang mengambil kebijakan penting dalam dan luar negeri.”

Meski begitu Secrieru dan Shkliarov juga mencatat bahwa jika dilihat lebih dekat, politik Rusia sejak itu jadi kurang stabil dan lebih rawan krisis. Maka Putin mencoba untuk memanfaatkan pencapaiannya terdahulu. Contoh, hari pemilihan umum sengaja dipindahkan ke tanggal peringatan aneksasi Krimea, tindakan yang berfungsi sebagai “pengingat kemenangan kebijakan luar negeri Putin.”

Pemimpin 'Abadi' Rusia

Selama menjabat presiden dan perdana menteri, Putin telah melakukan banyak hal dan membuatnya jadi salah satu pemimpin terkemuka di dunia (baik dihormati atau dimusuhi). Pencapaian Rusia di bawah kepemimpinannya, baik di dalam maupun di luar negeri, juga banyak. Putin membenahi satu per satu sektor, dimulai dengan reformasi ekonomi hingga kebijakan luar negeri.

Infografik jangan macam-macam dengan putin

Infografik jangan macam-macam dengan putin

Memahami sepak terjang Putin berarti memahami Rusia kontemporer dan nampaknya akan terus begitu bahkan setelah masa jabatannya habis pada 2024 nanti.

Sebabnya, pada 2020, Rusia mengadakan pemungutan suara untuk mengubah konstitusi soal masa jabatan presiden. Hasilnya, mayoritas pemilih menyetujui bahwa presiden kini hanya boleh menjabat sebanyak dua kali periode, atau maksimal 12 tahun, yang bisa dilakukan berturut-turut atau berselang. Karena baru berlaku pada pemerintahan selanjutnya, Putin dapat kembali mencalonkan diri sebagai presiden sehingga masa jabatannya dapat bertahan hingga 2036.

Jika terpilih kembali pada 2024 dan menjabat hingga 2036, maka Putin akan menjadi Presiden Rusia selama 32 tahun, dan memimpin negara itu selama 36 tahun jika masa jabatan sebagai perdana menteri juga dihitung.

Putin akan benar-benar menjadi pemimpin 'abadi' negara dengan wilayah terluas di dunia ini, mengalahkan Stalin yang berkuasa selama 26 tahun.

===

Penulis: Dwiky Febyanti, kontributor

Baca juga artikel terkait RUSIA atau tulisan lainnya dari Dwiky Febyanti

tirto.id - Mild report
Penulis: Dwiky Febyanti
Editor: Rio Apinino