Menuju konten utama
Periksa Data

Rontoknya Rupiah Terhadap Dolar Bikin Cadangan Devisa Bolong

Stabilnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berdampak positif terhadap cadangan devisa, tapi bila kurs dolar AS maka ada kecenderungan devisa tersedot atau sebaliknya.

Rontoknya Rupiah Terhadap Dolar Bikin Cadangan Devisa Bolong
Header Periksa Data Bagaimana Nilai Tukar Mempengaruhi Cadangan Devisa. tirto.id/Quita

tirto.id - Bank Indonesia (BI) mencatat nilai cadangan devisa per Desember 2017 sebesar US$130,2 miliar atau naik US$4,23 miliar dibandingkan bulan sebelumnya. Cadangan devisa sebanyak itu cukup untuk membiayai impor dan utang luar negeri pemerintah selama 8,3 bulan. Selang sebulan, jumlah cadangan devisa tersebut meningkat menjadi USD131,98 miliar.

Peningkatan ini dipengaruhi penerimaan devisa yang berasal dari pajak dan hasil ekspor migas bagian pemerintah, penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, serta hasil lelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas. BI bahkan mengklaim jumlah tersebut melebihi kebutuhan devisa, terutama untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan SBBI valas jatuh tempo.

Enam bulan setelah pencapaian cadangan devisa yang gemilang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan para menteri dan pejabat lainnya dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat. Ia meminta cadangan devisa diperkuat. Ia juga menegaskan negara saat ini butuh dolar AS.

Jokowi meminta menteri menjalankan implementasi kebijakan dengan baik. “Semuanya harus serius menghadapi ini. Dan juga saya enggak mau lagi bolak-balik rapat, bolak-balik rapat tapi pelaksanaan implementasi tidak berjalan dengan baik,” ujar Jokowi di Bogor, Jawa Barat (31/7/2018).

Pernyataan tersebut disampaikan Jokowi seiring dengan rencana pemerintah untuk meningkatkan cadangan devisa negara. BI mencatat cadangan devisa negara sepanjang tahun ini mengalami tren penurunan. Hal tersebut, salah satunya, karena dipengaruhi penggunaan devisa untuk stabilitas nilai rupiah melalui intervensi pasar oleh BI.

Cadangan devisa atau yang dikenal juga dengan foreign currency reserve/reserve assets merupakan seluruh aktiva luar negeri yang dikuasai otoritas moneter dan dapat digunakan setiap waktu untuk membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran, atau untuk menjaga stabilitas moneter melalui intervensi pasar mata uang, dan tujuan lainnya. Devisa biasanya dicadangkan dalam empat mata uang: dolar AS, euro, poundsterling, dan yen.

Indonesia mencadangkan devisanya dalam bentuk dolar AS, mata uang yang menjadi patokan banyak negara di dunia terkait nilai tukar. Dalam mengelola cadangan devisa, IMF memberikan pedoman aturan terkait jumlah devisa yang harus dicadangkan suatu negara (PDF).

IMF, dengan pendekatan tradisional, menyebutkan jumlah devisa yang dicadangkan oleh masing-masing negara, minimal dapat digunakan untuk mencukupi pembiayaan impor selama tiga bulan atau bisa menutupi keseluruhan utang jangka pendek.

Salah satu tujuan kepemilikan cadangan devisa untuk menjaga stabilisasi moneter khususnya nilai tukar. Dengan kata lain, jumlah cadangan devisa akan terpengaruh seiring fluktuasi nilai tukar. Semakin rendah nilai tukarnya (depresiasi), maka semakin banyak cadangan devisa yang diperlukan untuk intervensi pasar valuta asing.

Pangkas Cadangan Devisa

Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat (AS) pada akhir 2007 menjalar ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Krisis mulai terasa di Indonesia masuk kuartal IV-2008, dimulai dengan depresiasi rupiah. Pada Agustus 2008, kurs rupiah terhadap dolar AS masih tercatat sebesar Rp9.153 per dolar. Setelah itu, posisi rupiah perlahan-lahan semakin melemah.

Puncak pelemahan rupiah terjadi pada akhir November 2008, saat mencapai Rp12.400 per dolar. Melemahnya nilai rupiah ini dikarenakan penurunan harga komoditi di dunia, seperti minyak mentah (CPO), yang berdampak terhadap pertumbuhan ekspor impor Indonesia saat itu.

Infografik Periksa Data Nilai Tukar Mempengaruhi Devisa

Melemahnya rupiah terhadap dolar AS saat itu pun sejalan dengan nilai cadangan devisa yang ikut turun ke titik terendah sepanjang 2008. Jumlah cadangan devisa per akhir November 2008 sebesar US$50,18 miliar, turun dari US$60,56 miliar tercatat pada Juli 2008. Jumlah itu hanya setara dengan 4,7 bulan pembiayaan impor dan utang luar negeri. Tingginya penyusutan devisa itu karena ada upaya stabilisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Penguatan nilai tukar mulai terlihat pada periode Maret 2010 hingga Juni 2013. Pada periode tersebut, kurs rupiah berkisar pada Rp8.000 hingga Rp9.000 per AS dolar-nya. Menguatnya nilai tukar rupiah tersebut dikarenakan kondisi perekonomian global yang berangsur-angsur membaik.

Infografik Periksa Data Nilai Tukar Mempengaruhi Devisa

Stabilnya nilai tukar ini pun berdampak positif terhadap cadangan devisa. Dalam periode yang sama, cadangan devisa memperlihatkan pertumbuhan yang positif. Jumlah tersebut mencapai puncaknya pada Agustus 2011 dimana, nilai cadangan devisa tercatat sebesar US$124,64 miliar, setara dengan pembiayaan 7,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri. Sejak Juli 2013, nilai impor mengalami penurunan karena gejolak ekonomi di beberapa negara, sehingga nilai tukar rupiah pun kembali melemah.

Puncaknya, pada Desember 2013, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencapai Rp12.189/dolar. Depresiasi rupiah tersebut membuat cadangan devisa negara ikut susut. Sejak Juni 2013, cadangan devisa turun hingga menjadi di bawah US$100 miliar. Pada bulan Juli, cadangan devisa bahkan mencapai level terendah pada tahun itu sebesar US$92,67 miliar. Meskipun menurun, kondisi cadangan devisa pada Juli tahun itu dinyatakan masih aman karena setara dengan 5 bulanan impor dan pembayaran utang luar negeri.

Infografik Periksa Data Nilai Tukar Mempengaruhi Devisa

Nilai tukar rupiah kembali bergejolak pada medio 2015. Sejak Maret 2015, kurs mulai menembus kisaran Rp13.000. Posisi tersebut semakin melemah pada Agustus 2015 yang mencatatkan nilai tukar sebesar Rp14.027 per dolar AS. Cadangan devisa pada bulan berikutnya pun ikut tergerus. Pada September hingga November 2015, jumlahnya berkisar pada angka $101 miliar, padahal pada Agustus masih berada pada angka $105,35 miliar. BI mengatakan cadangan devisa pada November sebesar US$100,7 miliar tersebut masih dapat membiayai 6,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Depresiasi rupiah kembali terjadi pada awal tahun ini. Pada Januari 2018, kurs masih berada pada Rp13.413, tetapi selanjutnya terus melemah mencapai Rp14.404 per akhir Juni 2018. Jika melihat kondisi dari awal tahun, hingga akhir Juni rupiah telah terdepresiasi sebesar 5,72 persen. Mirip seperti periode sebelumnya, adanya fluktuasi rupiah terhadap dolar AS memangkas cadangan devisa. Per akhir Juni, nilai cadangan devisa menyusut $12,14 miliar menjadi $119,84 miliar dari $131,98 miliar di Januari 2018.

Saat ini cadangan devisa per Juni 2018 masih bisa dikatakan dalam level aman, yaitu hanya mampu membiaya 6,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri. Namun, pemerintah harus tetap berhati-hati karena posisi tawar rupiah terhadap dolar AS belum menunjukkan tanda-tanda menguat. Sejak akhir Juni 2018, nilai tukar tetap memperlihatkan tren yang menurun, yaitu Rp14.503 per dolar AS pada 3 Agustus 2018 dari Rp14.404/dolar di 29 Juni 2018.

Apalagi, pertengahan Juni 2018, Bank sentral AS, The Fed, menaikkan suku bunganya. Semakin atraktifnya pasar Amerika ini tentunya akan meningkatkan nilai dana asing keluar Indonesia (capital outflow), sehingga nilai tukar pun diprediksi akan kembali tertekan. Nilai tukar yang masih fluktuatif tersebut tentunya menjadi kecemasan bagi cadangan devisa. Karena stabilisasi nilai tukar bukan satu-satunya fungsi kepemilikan cadangan devisa. Selain untuk stabilisasi nilai tukar, cadangan devisa juga diperuntukkan membiayai impor dan pembayaran utang luar negeri.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Hanif Gusman

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Hanif Gusman
Editor: Suhendra