Menuju konten utama
10 Februari 1923

Rontgen Tak Sengaja Menemukan Sinar-X dan Sempat Dianggap Hoaks

Saat melakukan eksperimen sinar katode di laboratoriumnya, Rontgen menemukan sinar-X yang sangat berguna bagi kehidupan manusia.

Rontgen Tak Sengaja Menemukan Sinar-X dan Sempat Dianggap Hoaks
Ilustrasi Mozaik Wilhelm Conrad Rontgen. tirto.id/Sabit

tirto.id - Ketika penemuan sinar-X diumumkan pada akhir 1895, Lord Kelvin--ketika itu Presiden Royal Society Inggris--dengan skeptis menyatakan, “Itu hoaks!”

Wilhelm Conrad Rontgen, fisikawan Jerman penemu sinar-X, kemudian mengirimkan hasil temuannya kepada para ilmuwan terkemuka, termasuk Lord Kelvin, fisikawan kondang yang namanya diabadikan sebagai satuan suhu.

Beberapa bulan sebelumnya, sekitar Oktober 1895 di Wurzburg, Jerman, Rontgen melakukan eksperimen sinar katode menggunakan sebuah tabung, sebagaimana fisikawan-fisikawan lain saat itu. Rontgen memperhatikan, setiap kali ia menggunakan tabung itu, seberkas cahaya berpendar di layar dan tetap muncul meski ia menutupinya dengan sejumlah benda yang ia temukan di laboratoriumnya, seperti kertas, kardus, buku. Ia juga menjauhkan layar dari tabung, tetapi pendar itu tetap ada. Sinar katode jelas tidak dapat menembus sejauh itu.

Hari dan pekan berlalu. Rontgen menghabiskan siang dan malam di laboratorium pribadinya, memeras otak berusaha memecahkan misteri sinar aneh yang sama sekali tidak sesuai dengan sifat sinar katode. Istrinya, Anna Bertha, yang sudah terbiasa dengan cara kerja suaminya, hanya muncul untuk membawakan makanan. Pasangan ini tinggal di lantai dua, sementara lantai bawah digunakan sebagai laboratorium pribadi Rontgen.

Di ruang gelap di bawah rumahnya, dikepung dengan pertanyaan-pertanyaan, Rontgen berkutat dengan berbagai macam benda mencoba mencari jawaban. Apakah sinar itu sebentuk cahaya? Rontgen menggunakan prisma kaca Newton untuk membelokkannya, tapi gagal. Bukanlah cahaya jika tak dapat dibelokkan.

Apakah itu sisa-sisa elektron yang lepas dari tabung? Rontgen mencoba membelokkannya dengan medan magnet. Gagal juga. Dan yang lebih membingungkannya, sinar itu dapat menembus benda-benda padat. Sinar apakah ini? Bagaimana terbentuknya? Bagaimana ia dapat menembus benda-benda? Buntu. Rontgen pun menamakannya X-ray atau sinar-X, mengacu pada lambang x di matematika, yang artinya: tidak diketahui (Timothy J. Jorgensen, Strange Glow. The Story of Radiation, 2016).

Rontgen melanjutkan penyelidikan. Ternyata sinar itu dapat menembus papan kayu, tapi tidak dapat menembus logam. Ia mengarahkannya pada peti-peti kayu di laboratorium dan ia pun dapat “melihat” koin yang tertinggal di dalam peti. Rontgen penasaran, apakah sinar ini dapat menembus daging? Ia lalu meletakkan tangannya pada layar. Dan untuk pertama kalinya, Rontgen tercengang melihat tulang-tulang jemarinya.

Pada 22 Desember 1895, Rontgen akhirnya berani berbagi penemuannya pada orang yang paling ia percaya, yakni istrinya. Ia memanggil Anna untuk turun ke laboratoriumnya. Ia juga sudah menyiapkan peralatan fotografinya, hobi yang ia tekuni sejak kuliah di Zurich, Swiss. Rontgen meletakkan tangan Anna pada layar yang berpendar dan memotretnya. Setelah memproses filmnya di kamar gelap, Rontgen menunjukkan hasilnya.

Anna takjub sekaligus takut melihat tulang belulang jemari tangannya dengan sebentuk cincin kawin melingkar di jari manisnya. “Aku telah melihat kematianku,” ujar Anna. Tapi bukan itu yang dilihat suaminya. Rontgen melihat energi yang sangat kuat yang mampu menembus jaringan hidup (Siddharta Mukherjee, The Emperor of All Maladies. A Biography of Cancer, 2011, hlm. 73).

Pada Maret 1896, seorang ilmuwan Prancis, Henri Becquerel, menemukan bahwa beberapa unsur di alam memancarkan radiasi sendiri, salah satunya yang digunakan Becquerel, yakni uranium. Layar kecil di laboratorium Rontgen yang berpendar itu ternyata tak sengaja berlapis barium, unsur dengan tingkat radioaktivitas yang tidak berbahaya bagi manusia.

Desing Peluru dan Nobel Fisika

Rontgen segera menulis artikel “On A New Kind of Rays” untuk jurnal Wurzburg Physical Medical Society yang menerbitkannya pada 28 Desember 1895. Cetak foto sinar-X tangan istrinya ia kirimkan kepada seorang kolega di Berlin yang kemudian mempresentasikannya pada 4 Januari 1896 dalam pertemuan Berlin Physical Society. Itulah pertama kalinya gambar sinar-X diperlihatkan di hadapan khalayak.

Hanya dalam hitungan pekan, penemuan Rontgen sudah berpindah dari laboratoriumnya yang gelap ke rumah sakit. Pada Januari 1896, Departemen Radiologi pertama didirikan di Glasgow Royal Infirmary. Rumah sakit-rumah sakit lain pun menyusul.

Pada 7 Februari 1896, seorang bocah laki-laki di Kanada tak sengaja menembak tangannya sendiri. Dengan sinar-X, lokasi pelurunya mudah ditemukan dan pengambilan peluru pun berlangsung sukses. Dokter yang mengoperasi anak itu, Robert Jones dan Oliver Lodge, melaporkan jalannya operasi dalam “The Discovery of A Bullet Lost in the Wrist by Means of the Roentgen Rays” pada Jurnal Lancet, 147, hlm. 476-477. Belum pernah ada penemuan teknologi kedokteran yang langsung dapat digunakan seperti sinar-X.

Dalam Perang Dunia I, Marie Curie dan putrinya, Irene Joliot-Curie, meminta sumbangan mobil dari para perempuan kaya di Prancis yang kemudian ia lengkapi dengan peralatan radiologi. “Petites Curies” atau “Si Curie-Curie Kecil”, demikian deretan mobil radiologi Curie disebut, ditempatkan tak jauh dari medan pertempuran. Jutaan prajurit yang terluka karena tertembak maupun patah tulang dapat segera ditolong dengan mobil tersebut.

Sinar-X kemudian berkembang pesat dan melahirkan berbagai inovasi dalam kedokteran, seperti ultrasound, CT Scan, MRI (Magnetic resonance imaging), dan mamografi digital. Pengobatan kanker pun kian menunjukkan kemajuan dengan radiasi, terutama kanker payudara dan kanker serviks. Struktur double-helix DNA yang diidentifikasi Rosalind Franklin juga menggunakan sinar-X. Di bidang ilmu lain memungkinkan lahirnya cabang astronomi sinar-X pada 1960-an untuk mengobservasi angkasa.

Untuk penemuannya yang berkontribusi besar bagi umat manusia, Rontgen diganjar Hadiah Nobel Fisika pertama pada 1901. Namanya juga diabadikan sebagai nama sebuah elemen sintetis dengan tingkat radioaktif tinggi, roentgenium (Rg), dengan nomor atom 111 di dalam tabel periodik.

Tidak Mematenkan Temuannya

Wilhelm Conrad Rontgen dilahirkan di Lennep, Prusia (kini Jerman), pada 27 Maret 1845, sebagai anak tunggal dari pasangan Friedrich Conrad dan Constance Charlotte Frowein. Diduga karena situasi perang yang kian mengancam, keluarga ini pindah ke Apeldoorn, Belanda, kampung halaman ibunya. Kini di Apeldoorn terdapat sebuah ruas jalan yang memakai namanya.

Rontgen masih berusia 3 tahun ketika pindah. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah, Rontgen melanjutkan kuliah di Utrecht Technical School pada 1862. Di Utrecht, Rontgen tinggal bersama keluarga Dr. Gunning, seorang ahli kimia terkemuka, yang memberi pengaruh awal dalam intelektualitasnya.

Sekali waktu, insiden buruk terjadi. Seorang kawan Rontgen membuat karikatur yang menghina salah satu dosen. Rontgen tidak mau menyebutkan siapa yang menggambar karikatur itu, dan akhirnya ia dikeluarkan dari Utrecht Technical School. Tanpa gelar diploma, Rontgen kesulitan mencari sekolah di Belanda. Tapi kemudian ia mendengar kabar bahwa sebuah sekolah teknik baru dibuka di Zurich, Swiss. Sekolah itu tidak mensyaratkan ijazah sekolah teknik. Rontgen pun pindah ke Zurich pada 1865 dan menjadi mahasiswa di Eidgenssischen Technische Hochschule von Zurich.

Infografik Mozaik Wilhelm Conrad Rontgen

Infografik Mozaik Wilhelm Conrad Rontgen. tirto.id/Sabit

Keindahan panorama pegunungan Swiss memikat hatinya. Di waktu luang, Rontgen suka mendaki gunung atau sekadar hiking. Kotak hitam berisi peralatan fotografinya selalu menemani Rontgen bertualang. Sebuah kedai kecil di lereng pergunungan sering menjadi tempatnya beristirahat. Rupanya anak gadis pengelola kedai itu memikat hati Rontgen muda, namanya Anna Bertha.

Setelah lulus sebagai insinyur pada 1868, Rontgen melanjutkan ke University of Zurich di bawah bimbingan Profesor August Kundt yang mengasah kemampuan Rontgen sebagai ilmuwan teoretis. Rontgen memperoleh gelar PhD pada 22 Juni 1869 dengan disertasi berjudul “Studies on Gases”.

Pada 1872, ia menikahi Anna Bertha di rumah masa kecilnya di Apeldoorn, Belanda. Setelah menikah, pasangan ini berpindah-pindah kota karena Rontgen berpindah-pindah kampus di seantero Jerman. Akhirnya pada tahun 1900, Rontgen menetap di Munich setelah pemerintah Bavaria memintanya memimpin Departemen Fisika di Universitas Munich.

Sebagai fisikawan terkemuka, Rontgen dianugerahi bermacam kusala. Tapi ia adalah sosok yang senantiasa sederhana. Meski memiliki jabatan tinggi di universitas dan berbagai organisasi, Rontgen enggan memiliki asisten. Ia lebih nyaman melakukan urusannya sendiri, termasuk membuat peralatan-peralatan laboratorium. Uang hadiah Nobel ia donasikan seluruhnya untuk penelitian di Universitas Wurzburg, tempat ia pertama kali melakukan penelitian sinar-X. Ia juga menolak gelar kebangsawanan “von” dari pemerintah Jerman.

Dalam A to Z of Physicists (2003, hlm. 252), Darryl J. Leiter menulis bahwa untuk alasan kemanusiaan, Rontgen memutuskan tidak mematenkan sinar-X. Ia meyakini bahwa penemuan itu adalah milik umat manusia, yang semestinya tersedia untuk hajat hidup orang banyak tanpa dikenakan biaya. Sayang, di akhir hayatnya, seluruh tabungan Rontgen habis digerus inflasi pasca-Perang Dunia I. Empat tahun setelah kematian istrinya, Rontgen wafat dalam keadaan melarat di Munich pada 10 Februari 1923, tepat hari 98 tahun lalu.

Baca juga artikel terkait SINAR X atau tulisan lainnya dari Uswatul Chabibah

tirto.id - Humaniora
Penulis: Uswatul Chabibah
Editor: Irfan Teguh