Menuju konten utama

Robohnya Mezanin Gedung BEI Berpotensi Jadi Kasus Pidana

Insiden mengerikan robohnya mezanin lantai I gedung BEI Jakarta memunculkan pertanyaan, apa konsekuensi hukumnya?

Robohnya Mezanin Gedung BEI Berpotensi Jadi Kasus Pidana
Polisi berjaga pasca robohnya selasar gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), di Jakarta, Senin (15/1/2018). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

tirto.id - Robohnya mezanin lantai 1 di menara II gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Senin (15/1/) mengakibatkan puluhan orang mengalami luka hingga patah tulang. Apa konsekuensi hukumnya dari kejadian itu?

Insiden di BEI menurut dosen ilmu hukum pidana Universitas Sumatera Utara Mahmud Mulyadi berpotensi mengandung unsur pidana apabila ada faktor kelalaian manusia.

"Kalau dia (robohnya) karena human error pasti harus ada pertanggungjawaban [hukum]," kata Mahmud kepada Tirto, Selasa (16/1).

Mulyadi mengatakan polisi perlu meminta keterangan ahli konstruksi bangunan untuk menjelaskan ada tidaknya faktor kelalaian manusia. Menurutnya ahli konstruksi bangunan dapat mengetahui penyebab utama robohnya mezanin.

Selain itu Mulyadi juga meminta polisi untuk memeriksa pengelola dan kontraktor bangunan. Hal ini sebagai informasi pembanding dari pendapat ahli konstruksi. “Ini dilihat penyebabnya dulu, mudah-mudahan dari situ ketemu penanggungjawabnya,” katanya.

Meski demikian Mulyadi mengatakan apabila ada unsur alam dari insiden robohnya mezanin BEI maka unsur pidana menjadi hilang.

“Kalau dia bencana alam tidak ada pidana,” ujarnya.

Namun, nampaknya kemungkinan kejadian ini bisa lolos karena faktor alam sudah pasti dipatahkan dengan laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). BMKG memastikan tidak terjadi peristiwa alam seperti gempa di kawasan Sudirman Jakarta saat mezanin BEI roboh sekitar pukul 12 siang, Senin (15/1/2017).

"Jadi terkait dengan kondisi di BEI itu nggak ada terkait gempa, sesuatu (bencana alam) yang lain juga nggak ada," kata Kepala Bagian Humas BMKG Hary Tirto Djatmiko saat dihubungi Tirto (Selasa, 16/1).

Hary mengatakan bila terjadi gempa, BMKG pasti mengetahuinya. Hal ini karena BMKG memiliki alat pendeteksi yang mampu memantau aktivitas tektonik di Indonesia. "Kalau itu ada semacam gempa di sekitar itu, BMKG pasti mendeteksi. Sejauh ini dari kami tidak ada mendeteksi adanya gempa di wilayah itu," katanya.

Ia mengatakan setiap gedung seharusnya mempunyai sistem untuk mengukur kekuatan ketahanan konstruksi bangunan. "Jadi yang perlu diketahui masyarakat bahwa gedung itu perlu ada alat untuk mengetahui tingkat kekuatan bangunan. Itu (mezanin BEI) sejauh mana ketahanannya, kami belum tahu," ujarnya.

Dosen ilmu hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan potensi delik pidana dalam konteks insiden di BEI tertuang pada Pasal 201 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menurut pasal tersebut kesalahan yang menyebabkan gedung atau bangunan dihancurkan atau dirusak, dapat diancam pidana penjara.

"Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan gedung atau bangunan dihancurkan atau dirusak, diancam:

1. Dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika perbuatan itu menimbulkan bahaya umum bagi barang;

2. Dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika perbuatan itu menimbulkan bahaya bagi nyawa orang;

3. Dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati."

Fickar setuju polisi perlu memintai keterangan ahli konstruksi bangunan. Sebab bisa saja ada kesalahan konstruksi atau material saat mezanin dibangun. Bila terbukti ada kesalahan maka mereka yang terlibat bisa saja diproses hukum.

Meski demikian, Fickar berharap penerapan jerat pidana dalam peristiwa robohnya mezanin BEI dilakukan secara bijaksana. Menurutnya insiden akan lebih baik jika dijadikan bahan evaluasi semua pihak, termasuk pengelola BEI, bahkan gedung-gedung lainnya.

“Hukum itu kan untuk manusia, bukan hukum untuk hukum. Kalau manusianya sudah super hati-hati, tapi terjadi juga, kan kita percaya dengan takdir Tuhan. Jadi menerapkan hukum itu harus bijaksana juga,” katanya.

Farida Riyadi, Direktur Cushman & Wakefield yang menjadi perwakilan pengelola gedung BEI belum mau berkomentar soal sebab robohnya mezanin di Tower II gedung BEI. “Kami belum bisa ngomong kenapa tiba-tiba bisa jatuh. Karena daerah selasar (mezanin) itu juga sering dilewati para penyewa maupun pengunjung Gedung BEI,” katanya di hari kejadian.

Farida mengklaim pihak pengelola rutin memeriksa kelayakan bangunan setiap setahun sekali. Terakhir, pengecekan dilakukan pada Mei 2017 lalu. Sementara itu, untuk perbaikan gedung masih juga harus menunggu hasil penyelidikan dari Puslabfor dan keterangan dari konsultan konstruksi yang berperan dalam pembangunan Tower II Gedung BEI pada 1998.

“Untuk yang selasar (mezanin), apakah itu tambahan atau bukan, saya juga masih menunggu gambar. Tapi tidak pernah ada renovasi sejak awal dibangun,” kata Farida.

Hari ini Kabid Humas Polda Metro Jaya Argo Yuwono menyatakan polisi sudah meminta keterangan 10 saksi dan masih menelusuri penyebab kejadian tersebut. Olah TKP dilakukan oleh bagian Puslabfor Mabes Polri dan penyidik dari Polda Metro Jaya.

"Jadi labfor masih bekerja, belum selesai. Kita masih menunggu ahli, nanti ahli yang menyampaikan. Nanti kita berdasarkan ahli labfor. Ini masih bekerja kita tunggu saja," tegas Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono di gedung BEI.

Data yang dikeluarkan pihak keamanan di lokasi kejadian menyatakan jumlah korban yang terkena dampak robohnya mezanin di lantai I Gedung BEI, Jakarta tercatat sebanyak 77 orang. Para korban tersebut dilarikan ke lima rumah sakit berbeda.

Sebanyak 17 korban dilarikan ke Rumah Sakit Mintoharjo, 20 korban ke Rumah Sakit Jakarta, 32 korban ke Rumah Sakit Siloam, 7 korban ke RSPP, dan 1 orang ke RSUD Tarakan.

Kebanyakan korban mengalami patah tulang akibat tertimpa reruntuhan bangunan dan terjatuh saat insiden terjadi sekitar pukul 12.10 WIB. Kepala Pengembangan Bisnis RS Siloam Triana Tambunan memperkirakan para korban itu terdiri dari karyawan BEI dan mahasiswa.

"Kondisi korban saat ini dugaan patah tulang ada tiga orang, satu orang patah tulang dan yang lainnya masih dievaluasi," kata Triana di Rumah Sakit Siloam Semanggi, Jakarta, Senin (15/1/2018) seperti dikutip Antara.

infografik Current Issue BEI ROBOH

Baca juga artikel terkait BEI atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Jay Akbar