Menuju konten utama

Robohnya Gedung SMPN 32: FSGI Minta Dinas Tak Lempar Tanggung Jawab

"Supaya tidak saling lempar tanggungjawab. Menjaga situs cagar budaya adalah penting, tapi jangan sampai pemerintah mengabaikan keselamatan para peserta didik dan guru, yang juga jauh lebih penting," ujar Satriwan Salim.

Robohnya Gedung SMPN 32: FSGI Minta Dinas Tak Lempar Tanggung Jawab
Bangunan roboh di halaman depan SMPN 32 Jakarta Pada 21 Desember 2017. FOTO/KPAI.

tirto.id - FSGI (Federasi Serikat Guru Indonesia) dan SEGI (Serikat Guru Indonesia) Jakarta mendorong Dinas Pendidikan dan Dinas Budaya Pariwisata Provinsi DKI Jakarta untuk segera berkoordinasi terkait sekitar 10 sekolah yang masuk kategori cagar budaya dan juga rentan roboh karena usia bangunan yang cukup tua.

Hal itu diungkapkan Plt Ketua Umum SEGI Jakarta dan Wakil Sekjen FSGI Satriwan Salim sebagai reaksi atas peristiwa robohnya Gedung SMPN 32 Jakarta yang juga termasuk cagar budaya, pada Kamis kemarin (21/12/2017).

Bangunan yang roboh masih menyisakan tembok yang miring sehingga berpotensi akan menyusul ambruk. Saat ini, tembok yang miring itu disangga dengan sejumlah kayu. Gedung tua di SMPN 32 Jakarta itu masih digunakan untuk aktivitas perayaan hari besar keagamaan, yang dihadiri banyak siswa, hanya tiga jam sebelum bangunannya roboh.

Pihak sekolah sudah pernah mengajukan permohonan rehabilitasi bangunan itu pada 2014. Pengajuan dilakukan ke Dinas Pendidikan dan Dinas Pariwisata Provinsi DKI Jakarta mengingat gedung tersebut merupakan cagar budaya yang harus dilestarikan. Namun, usulan itu tak kunjung terealisasi sampai akhirnya bangunan tua itu roboh pada kamis kemarin.

"Supaya tidak saling lempar tanggungjawab. Menjaga situs cagar budaya adalah penting, tapi jangan sampai pemerintah mengabaikan keselamatan para peserta didik dan guru, yang juga jauh lebih penting," ujar Satriwan Salim dalam rilisnya, Sabtu (23/12/2017).

Selain itu, Satriwan mengatakan selayaknya Pemprov DKI kembali mendata sekolah-sekolah dan ruang-ruang kelas yang sudah tidak layak untuk dipakai dalam proses pembelajaran sehari-hari. Termasuk di antaranya sekolah atau ruang kelas yang dikategorikan sebagai cagar budaya.

"Pemerintah kami dorong untuk memikirkan ulang terkait masih digunakannya ruang belajar atau bangunan di sekolah yang masuk kategori cagar budaya tadi. Sebab ditinjau dari aspek fisik bangunan yang masuk kategori sudah tak layak dan rentan berbahaya bagi keamanan warga sekolah," katanya.

Berkaca pada kasus robohnya aula SMPN 32 Jakarta hanya kurang lebih sekitar 3 jam setelah para siswa merayakan hari besar agama di dalam bangunan yang roboh tersebut.

"Bayangkan, jika roboh saat ratusan anak berada di dalam bangunan tersebut, itu bisa menjadi tragedi yang memilukan, terjadi di Jakarta pula," tegasnya.

Baca juga: Gedung di SPMN 32 Roboh, KPAI: Rehab Diusulkan Sejak 2014

Menurut Sekjen FSGI Heru Purnomo, pihaknya juga mendorong Pemprov DKI untuk memprioritaskan renovasi terhadap ruang belajar di sekolah yang secara infrastrukturnya sudah tak layak guna.

"Ini sangat mendesak dilakukan, demi keselamatan warga sekolah; siswa, guru, petugas, tenaga kependidikan dan lainnya, termasuk untuk menjaga proses pembelajaran yang berkualitas dan aman bagi peserta didik. Bagaimana proses pembelajaran akan berkualitas, jika para siswa dan guru merasa "khawatir" akan keselamatannya ketika berada di ruang kelas di sekolah," jelasnya.

Padahal sekolah sejatinya adalah tempat dan rumah kedua yang paling aman untuk melindungi siswa. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Sekolah menjadi tempat yang paling tidak aman.

FSGI dan SEGI Jakarta juga mendorong Direktorat Kebudayaan Kemdikbud RI yang mengurus cagar-cagar budaya untuk segera berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta, tidak hanya untuk menyelamatkan warisan budaya bangsa yang sangat berharga, tetapi juga untuk melindungi anak-anak bangsa ini.

Baca juga artikel terkait CAGAR BUDAYA atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri