Menuju konten utama

RKUHP Bukan Kitab Suci. Masukan Masyarakat Harus Didengarkan

Pemerintah seharusnya mendengarkan masukan masyarakat saat menyusun RKUHP

RKUHP Bukan Kitab Suci. Masukan Masyarakat Harus Didengarkan
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kiri) menyerahkan tanggapan pemerintah kepada Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin (kanan) Komisi III DPR tentang Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2019). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/nz

tirto.id - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menolak desakan sejumlah pihak yang ingin Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dibatalkan dan disusun ulang. Ia berdalih pembahasannya sudah terlalu panjang untuk diulang.

"Kami ulang kembali ini... ah no way! Sampai lebaran kuda enggak akan jadi ini barang," kata Yasonna di kantornya di Jakarta, Rabu (25/9/2019).

Meski demikian, politikus PDIP ini berjanji membuka ruang untuk membicarakan beberapa pasal dalam RKUHP yang dianggap bermasalah--seperti pasal penghinaan terhadap presiden, makar, dan aborsi.

Isi RKUHP sudah rampung dibahas di tingkat panitia kerja dan Komisi III DPR RI. Pemerintah dan DPR pun telah sepakat melanjutkannya ke rapat paripurna. Namun akhirnya pengesahannya ditunda, sebagaimana permintaan Presiden Joko Widodo setelah didemo masyarakat di sejumlah daerah.

Ketua DPR RI mengatakan peraturan ini ditunda "sampai waktu yang tidak ditentukan." Ia bisa tetap disahkan oleh DPR RI periode 2014-2019 yang akan habis masa kerjanya pada 30 September ini, atau DPR periode berikutnya.

Dosen hukum pidana dari Universitas Trisakti Jakarta Abdul Fickar Hadjar menilai Yasonna berlebihan bila enggan merevisi RKUHP. Toh ia belum tentu dipilih lagi menjadi Menkumham oleh Jokowi untuk periode kedua.

"Jadi dia jangan lebay. Serahkan saja pada mekanisme politik dan mekanisme pemerintahan," kata Fickar kepada reporter Tirto, Kamis (26/9/2019).

Fickar mengatakan seharusnya pemerintah maupun DPR benar-benar mendengarkan dan menyerap masukan dari masyarakat. Apalagi kritikan masyarakat masuk akal belaka: RKUHP diniatkan untuk mengganti hukum kolonial Belanda, yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie, tapi nuansa kolonialnya masih sangat kental.

Pasal penghinaan presiden adalah salah satu pasal rasa kolonial yang dimaksud.

"Mau membuat UU sendiri dengan nilai-nilai sendiri, tapi jangan justru memasukkan lagi nilai-nilai kolonial. Kalau kayak begitu malah yang terjadi adalah rekolonialisasi," tegas Fickar.

Ia juga menegaskan, pemerintah yang enggan mendengar masukan akan dicap masyarakat sama seperti pemerintahan orde baru yang otoriter dan membenci demokrasi.

Jika ngotot mengesahkan RKUHP yang sekarang, Fickar memprediksi, masyarakat akan berbondong-bondong mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jika ini yang terjadi, stabilitas sosial dan politik akan terganggu. Pun demikian dengan dunia ekonomi dan bisnis.

Masukan Masyarakat Penting

Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI) Dio Anshar menilai pemerintah harus tetap mendengarkan masukan masyarakat karena merekalah yang akan terdampak langsung jika peraturan ini disahkan.

Salah satu alasan kenapa banyak orang menentang RKUHP adalah peraturan ini dianggap terlalu mencampuri privasi.

Hal ini jelas perlu dipertimbangkan Yasonna, apalagi "negara wajib melindungi hak warga negara," kata Dio kepada reporter Tirto.

Memang pemerintah bisa saja mengabaikan semua kritik dan masukan dan jalan terus dengan apa yang mereka yakini. Jika ini yang terjadi maka pemerintah akan semakin tidak dipercaya rakyatnya sendiri.

"Mereka [pemerintah] harus tetap menghormati batasan konstitusional," tegas Dio.

Persoalan pentingnya mendengarkan masukan masyarakat, Presiden Joko Widodo melemparkan itu ke DPR. Jokowi meminta masyarakat menyuarakan pendapatnya langsung ke wakil rakyat di Senayan.

"Itu masukan-masukan yang baik dari masyarakat harus didengar oleh DPR. Sampaikan, bawa draf materinya, bawa substansi yang harus dimasukkan ke DPR, ya," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (23/9/2019).

Baca juga artikel terkait RKUHP atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Hukum
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Abdul Aziz