Menuju konten utama
15 Agustus 1248

Riwayat Pembangunan Katedral Cologne, Mahakarya Abad Pertengahan

Katedral Cologne di Jerman punya sejarah panjang. 774 tahun yang lalu ia kembali direnovasi dan baru selesai enam abad kemudian.

Header Mozaik Sejarah Katedral Cologne. tirto.id/Fuad

tirto.id - Pada tahun 313, Kaisar Romawi Konstantinus Agung (berkuasa 306-337) mengeluarkan kebijakan yang menandai titik balik perkembangan agama di wilayah tersebut. Kebijakan yang disebut Maklumat Milan itu membebaskan rakyat memeluk keyakinan masing-masing dan beribadah. Ini merupakan angin segar bagi pemeluk Kristen yang sebelumnya kerap didiskriminasi.

Sejak saat itu banyak gereja dibangun, termasuk di pinggir Sungai Rhein, Cologne (sekarang Jerman). Ukurannya tidak besar, hanya sekitar 130 meter persegi, tapi cukup untuk menampung ratusan orang. Gereja itu berhasil menjadi pusat keagamaan dan eksis hingga ratusan tahun.

Letak yang strategis berkontribusi terhadap perkembangan gereja. Sungai Rhein adalah jalur transportasi sehingga menjadi titik temu para pedagang, seniman, dan agamawan. Mereka kerap beribadah di sana.

Mengutip Arnold Wolff dalam The Cologne Cathedral (1995), gereja ini beberapa kali direnovasi, juga diperbesar untuk menampung lebih banyak jemaat. Misalnya pada 870. Saat itu Uskup Agung Guntbar-lah yang merombak ulang gereja, bahkan menjadikannya katedral yang sangat besar dan megah.

Alih fungsi membuat sarana dan prasarana tempat itu semakin lengkap. Pelayanan keagamaan pun semakin baik. Ribuan orang kini dapat beribadah dengan khidmat.

Katedral semakin lengkap ketika pada 1164 menerima Shrine of the Three Kings yang dibawa oleh Uskup Agung Rainald von Dassel. Ini adalah peti mati bernilai seni tinggi dan kental dengan nuansa agama. Keberadaanya semakin menarik penganut kristen dari semua lapisan untuk berkumpul memanjatkan doa dan memberi penghormatan.

Akhirnya, katedral yang disebut Old Cathedral ini menjadi tempat ziarah keagamaan penting di Eropa.

Hampir satu abad kemudian, tepatnya pada 1247, katedral direnovasi untuk kesekian kalinya. Menurut Olivia Cantwel dalam artikel “Cologne Cathedral as a Symbol of Unity” (2012), proyek ini bertujuan untuk memupuk rasa kebanggaan warga kota. Katedral ini diproyeksikan menyaingi katedral-katedral besar di Prancis.

Pengelola berencana merancang ulang bangunan dengan arsitektur gotik—gaya yang pada abad pertengahan (400-1400) lazim dipakai. Dengan dukungan finansial dari pembesar yang cukup memadai, revitalisasi dimulai.

Sayangnya, pada 30 April 1248, mimpi membangun kembali katedral kandas. Kebakaran besar terjadi. Seisi katedral habis tak berbentuk lagi.

Bencana ini mengharuskan pembangunan dimulai dari awal sekali. Mulai dari tiang, atap, sampai menara. Pembangunan dimulai lagi tepat 774 tahun yang lalu, 15 Agustus 1248.

Peletak batu pertama proyek tersebut adalah Uskup Agung Konrad von Hochstaden. Sementara dana berasal dari raja, pedagang, sampai rakyat jelata.

Jalan Panjang Pembangunan Ulang

Menurut Olivia Cantwel, Uskup Konrad punya motif tersembunyi dalam proyek ini. Ia ingin katedral ini mampu membuat pamornya naik sehingga menyejajarkannya dengan raja-raja Eropa.

Maka dari itulah ia ingin katedral ini menjadi super besar: lebih dari dua lantai, lengkap dengan menara, dan ornamen khas keagamaan. Selain itu semua sudut ruangan juga diharuskan memiliki nilai filosofis-keagamaan.

Untuk mewujudkan mimpinya itu digandenglah arsitek Master Gerhard, sosok yang tidak asing dalam pembangunan katedral megah di Eropa. Hasil kerjanya, salah satunya, adalah Katedral Amiens yang menjadi katedral gotik terbesar di Prancis.

Tidak ada yang menyangka pembangunan yang awalnya disokong oleh dana besar ini bakal molor. Melansir situs resmi katedral, konstruksi berhenti pada pada 1560 akibat kekurangan uang dan hilangnya ketertarikan terhadap gotik.

Bangunan dibiarkan tak tersentuh tanpa perawatan. Saat ditinggalkan para pekerja, baru ada dinding batu yang dilapisi kayu besar setinggi 56 meter dan menara di bagian selatan. Ini masih jauh dari rancangan awal.

Faktor cuaca membuat batu yang menyusun konstruksi perlahan lapuk. Begitu juga dengan kayu dan menara setengah jadi itu. Situasi ini bertahan hingga ratusan tahun.

Bahkan, saking tidak dipedulikan lagi, Panglima Perang Prancis Napoleon Bonaparte (hidup 1769-1821) memanfaatkan katedral itu sebagai gudang ketika menganeksasi Jerman pada 1790-an.

Angin segar mulai datang lagi memasuki abad ke-19. Orang-orang mulai melirik kembali keberadaan katedral yang mangkrak itu.

Salah satu faktornya adalah sudah tertanam benih nasionalisme dalam masyarakat. Keberadaan katedral dapat menjadi kebanggaan masyarakat Cologne dan Prusia pada umumnya. Apabila berhasil terbangun, maka itu akan menjadi simbol keberhasilan negara itu dalam membangun bangunan megah. Dan tentu akan menyaingi tetangganya: Prancis.

Selain itu, kesadaran masyarakat terhadap seni abad pertengahan pun meningkat. Masyarakat ingin menjaga dan melestarikannya. Revitalisasi Katedral Cologne adalah salah satu bentuk nyatanya.

Atas dasar itu semua, pembangunan katedral dimulai kembali pada 1842 atau setelah 300 tahun terbengkalai. Pemrakarsanya adalah Raja Prusia, Frederick William IV, dan Sulpiz Boisserée, pendukung kebangkitan arsitektur gotik.

Proyek mercusuar ini memakan dana yang cukup besar. Bahkan, mengutip A. Swenson dalam “Cologne Cathedral as a International Monument” (2015), panitia pembangunan membuka sumbangan dari masyarakat dalam dan luar negeri. Mulai dari raja-ratu Eropa, agamawan, pelancong, pedagang, sampai rakyat biasa turut menyumbang dana dalam membantu keberhasilan proyek.

“Katedral Cologne mewakili kesatuan seni dan arsitektur yang sempurna, sekaligus menjadi simbol ikatan antara Tuhan dan manusia. Orang-orang tidak hanya berkumpul untuk ibadah, tetapi juga mempertahankannya sebagai simbol persatuan dan kebanggaan,” tulis A. Swenson.

Infografik Mozaik Sejarah Katedral Cologne

Infografik Mozaik Sejarah Katedral Cologne. tirto.id/Fuad

Pengerjaan katedral berjalan selama 38 tahun--dinyatakan selesai pada 1880. Ketika katedral tersebut diresmikan, orang-orang menyambutnya dengan gegap gempita. Perjalanan panjang membangun katedral selama enam abad telah selesai. Mereka kini memiliki tempat ibadah yang menjadi kebanggaan masyarakat.

Katedral baru sangat indah dan megah. Dengan luas 7 ribu meter persegi dan menjulang setinggi 156 meter persegi, ini adalah katedral termegah dan bangunan tertinggi di dunia saat itu.

Tidak heran ketertarikan publik terhadap Katedral Cologne membesar. Pengunjungnya tidak hanya umat Katolik, tetapi juga wisatawan yang ingin melihat dan meresapi karya seni abad pertengahan. Mereka ingin melihat kekhasan bangunan: menara mengerucut tajam ke langit, bergaya gotik, berbahan dasar kepingan batu tersusun, dan tak berpulas cat--yang menimbulkan kesan garis-garis dengan tepian menyiku.

Katedral Cologne kemudian dikenal dengan sebutan Hohe Domkirche Sankt Petrus atau Kölner Dom. Sampai hari ini, katedral yang mendapat penghargaan warisan dunia dari UNESCO ini tetap eksis dan menjadi ikon kultural dan keagamaan Jerman.

Baca juga artikel terkait KATEDRAL atau tulisan lainnya dari Muhammad Fakhriansyah

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Muhammad Fakhriansyah
Penulis: Muhammad Fakhriansyah
Editor: Rio Apinino