Menuju konten utama

Risiko Gelombang ke-3 COVID, Varian MU & C12 Bisa Perburuk Situasi

Epidemiolog menjelaskan tingginya risiko terjadinya gelombang ketiga COVID di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor.

Risiko Gelombang ke-3 COVID, Varian MU & C12 Bisa Perburuk Situasi
Warga melintasi mural edukasi pencegahan COVID-19 berbahasa Sunda di Pandeglang, Banten, Selasa (26/1/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas//foc.

tirto.id - Epidemiolog asal Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan risiko terjadinya gelombang ketiga COVID-19 masih tinggi. Salah satu yang dapat memicu terjadinya gelombang ketiga dan memperburuk situasi adalah masuknya varian baru COVID-19 ke Indonesia.

“Prediksinya akhir Desember atau awal Januari itu [bisa terjadi gelombang tiga]. Itu terjadi karena peningkatan kasus setelah liburan Natal dan Tahun Baru,” kata Dicky saat dihubungi, Rabu (13/10/2021).

Dicky menjelaskan tingginya risiko terjadinya gelombang ketiga ini disebabkan oleh berbagai faktor. Pertama bahwa Indonesia sebagian besar atau 60 persen belum divaksinasi lengkap. Kedua Indonesia masih dalam status penularan komunitas yang artinya belum semua kasus COVID-19 dapat terdeteksi.

Ketiga adalah masih rendahnya 3 T (testing, tracing dan treatment) dan diikuti dengan fenomena libur di akhir tahun atau Natal dan Tahun Baru yang dapat meningkatkan mobilitas penduduk.

“Itu kombinasi yang makin efektif (untuk terjadinya gelombang ketiga) ditambah adanya varian delta yang belum selesai bahkan potensi varian baru seperti MU atau C12 yang bisa jadi sudah ada di Indonesia dan dapat memperburuk situasi,” ujarnya.

Jika hal itu tidak diantisipasi, maka risiko terbesar yang akan dihadapi Indonesia kata Dicky adalah kembali terjadi peningkatan angka kematian akibat COVID-19.

“Risiko terbesarnya kalau gelombang ketiga ini tidak dimitigasi baik akan menyebabkan kematian [tinggi] karena ini lebih berisiko dan estimasinya yang lebih berkontribusi itu adalah daerah perifer Jawa Bali maupun luar Jawa yang kita tahu terbatas banget infrastruktur respons kesehatannya,” kata Dicky.

Kematian akan makin banyak ditemui jika deteksi atau kapasitas 3t tidak ditingkatkan. Menurutnya itu adalah hal yang paling harus dihindari. Termasuk menimbang beban fasilitas kesehatan sehingga tidak terjadi kelebihan kapasitas sebagaimana yang pernah terjadi pada gelombang kedua.

“Masih banyak daerah perifer luar Jawa termasuk Jawa Bali tidak punya pilihan untuk rujukan rumah sakit dan penuh rumah sakitnya. Beda dengan aglomerasi yang banyak opsi. Kalau itu terjadi, dampaknya kematian di masyarakat akan mendekati yang terjadi di gelombang kedua,” ujarnya.

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito sebelumnya menjelaskan mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya gelombang lonjakan COVID-19. Termasuk gelombang ketiga yang sudah terjadi di beberapa negara yang harus diwaspadai masyarakat Indonesia.

Seperti yang terjadi pada gelombang ketiga lonjakan COVID-19 yang terjadi baru-baru ini di sejumlah negara. Ia menyebut misalnya gelombang ketiga yang terjadi di Kentucky Amerika Serikat disebabkan distribusi varian baru yaitu R1 dan varian MU di Kolombia.

"Selain itu pembukaan sektor sosial ekonomi yang tidak disertai dengan kepatuhan protokol kesehatan yang tinggi menyebabkan lonjakan kasus di Singapura, beberapa di Eropa dan Afrika," kata Wiku konferensi pers virtual, Selasa (5/10/2021)

Walaupun saat ini Indonesia telah mulai melakukan kegiatan produktif secara bertahap bertingkat, dan berlanjut, namun masyarakat harus tetap berhati-hati dalam beraktivitas.

"Jangan serta merta melupakan pentingnya proteksi protokol kesehatan baik memakai masker menjaga jarak dan menjauhi kerumunan. Kepatuhan ini merupakan kunci mencegah timbulnya gelombang baru," kata Wiku.

Baca juga artikel terkait VARIAN BARU COVID-19 atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz