Menuju konten utama

Rihanna, Billie Eilish Teken Surat Desakan Reformasi Polisi di AS

Rihanna, Ariana Grande, Billie Eilish dan musikus lainnya menandatangani surat terbuka untuk mendesak reformasi UU Kepolisian di AS. 

Rihanna, Billie Eilish Teken Surat Desakan Reformasi Polisi di AS
Rihanna tiba dalam sebuah acara peluncuran autobiografinya "Rihanna" di The Solomon R. Guggenheim Museum di New York City, Amerika Serikat, Jumat (11/10/2019). ANTARA FOTO/REUTERS/Andrew Kelly/ama/cfo

tirto.id - Sejumlah pekerja musik dan dunia hiburan, termasuk artis, manajer, publisher hingga pekerja label musik menandatangani sebuah surat terbuka menyusul kasus kematian George Floyd. Surat itu berisi tuntutan pada pemerintah kota New York untuk mencabut aturan yang dianggap melindungi polisi.

Aturan yang dimaksud adalah Perundang-Undangan atau Statuta 50-A, sebuah hukum perdata yang telah berlaku puluhan tahun, dan dianggap telah menyembunyikan kasus-kasus yang menyangkut polisi dari publik. Mereka juga menuntut adanya reformasi kepolisian.

Tuntutan itu, yang ditulis pada 8 Mei kemarin bersamaan dengan petisi daring, merupakan respons atas meninggalnya George Floyd, setelah lehernya ditekan oleh lutut polisi Derek Chauvin di Minneapolis, Amerika Serikat pada Senin (25/5/2020) lalu.

Dikutip dari NME, Selasa (9/6/2020), sejumlah musisi yang ikut menandatangani surat terbuka itu antara lain Rihanna, Ariana Grande, hingga Billie Eilish serta banyak musisi lain.

"Kami berduka atas pembunuhan George Floyd dan hilangnya banyak nyawa [orang kulit] hitam sebelum kematiannya," demikian bunyi pembuka surat tuntutan itu.

Surat itu akan diteruskan kepada para pemerintah New York yang terdiri dari Gubernur New York Andrew Cuomo, pemimpin Senat New York Andrea Stewart-Cousins dan juru bicara majelis, Carl Heastie.

Berikut isi surat tuntutan itu selengkapnya:

“Kita harus meminta pertanggungjawaban mereka yang melanggar sumpah untuk melindungi dan melayani, dan menemukan keadilan bagi mereka yang menjadi korban kekerasan (polisi). Langkah yang sangat diperlukan adalah memiliki akses ke catatan disipliner petugas penegak hukum. Statuta New York 50-A menghalangi transparansi secara penuh, melindungi sejarah pelanggaran polisi dari pengawasan publik, membuatnya lebih sulit untuk mencari keadilan dan mewujudkan reformasi. Itu harus segera dicabut.

Tidak cukup dengan statuta 50-A; batu besar di jalan keadilan ini telah berdiri terlalu lama dan harus dihancurkan seluruhnya. Ini bukan hanya salah membaca statuta; ini bukan hanya perluasan cakupan yang tidak tepat. Itu adalah undang-undang itu sendiri, berfungsi untuk memblokir informasi penting yang relevan dalam mencari akuntabilitas. Kami senang mendengar pernyataan Gubernur bahwa 50-A seharusnya tidak melarang rilis catatan disipliner.

Namun, jelas, itu tidak cukup. 50-A telah digunakan terlalu sering di masa lalu dan, tanpa pencabutan, itu akan terus digunakan untuk menghalangi keadilan. Ketika Badan Legislatif kembali minggu ini, kami mendesak anggota untuk mengenali momen, mengambil satu langkah keras, berani, dan berarti dalam mengatasi masalah sistemik ini, dan dengan cepat mencabut 50-A. "

Derek Chauvin, anggota polisi yang melakukan tindakan pembunuhan terhadap George Floyd, telah hadir di pengadilan untuk pertama kalinya sejak kasus bergulir, pada Senin (8/6/2020) malam waktu setempat atau Selasa pagi waktu Indonesia.

Dilansir dari BBC, jaksa menetapkan uang jaminan atas Chauvin sebesar 1,25 juta dolar AS, atau sekitar 17 miliar rupiah, naik dari yang sebelumnya 1 juta dolar AS (14 miliar rupiah). Hakim mengatakan, bahwa kenaikan ini disebabkan oleh beratnya tuduhan dan kemarahan publik yang terjadi.

Di meja hijau, ia menghadapi tiga dakwaan terpisah, yaitu pembunuhan tingkat dua yang tidak disengaja, pembunuhan tingkat tiga, dan pembunuhan tidak terencana tingkat dua, yang hukuman maksimumnya adalah hukuman penjara masing-masing 40, 25, dan 10 tahun.

Baca juga artikel terkait RIHANNA atau tulisan lainnya dari Ahmad Efendi

tirto.id - Musik
Kontributor: Ahmad Efendi
Penulis: Ahmad Efendi
Editor: Alexander Haryanto