Menuju konten utama

Rezim Bunga Tinggi Menanti, Saatnya Mengajukan KPR?

Suku bunga acuan BI dalam tren merangkak naik, tapi bukan menjadi alasan menunda KPR. Kenapa?

Rezim Bunga Tinggi Menanti, Saatnya Mengajukan KPR?
Warga mengayuh sepeda di salah satu komplek perumahan bersubsidi di Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah, Rabu (8/8/2018). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

tirto.id - Kapan waktu yang tepat mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR)? Ada anggapan waktu yang tepat mengajukan KPR adalah ketika suku bunga perbankan sedang dalam tren menurun.

David, 25 tahun, adalah salah satu nasabah bank yang punya keyakinan ini. Pegawai swasta yang tinggal di Jakarta Selatan ini akhirnya memilih mengurungkan niat untuk mengajukan kredit, khususnya KPR. Pengumuman Bank Indonesia (BI) terhadap bunga acuan yang terus naik beberapa bulan terakhir, bikin nasabah bank seperti David jadi ciut nyali.

“Kalau saya sih menunda dulu [pengajuan KPR], karena suku bunga acuan masih terus naik. Saya dengar sampai tahun depan juga masih naik,” katanya kepada Tirto.

Suku bunga acuan dari Bank Indonesia (BI) memang kerap menjadi patokan bagi pencari rumah, terutama yang ingin membeli rumah secara kredit. Alasannya, suku bunga acuan bisa memengaruhi naik tidaknya bunga KPR oleh bank penyelenggara. Tuku bunga acuan BI saat ini memang dalam tren naik. Awal 2016, suku bunga acuan BI tercatat 7,25 persen. Sampai dengan akhir 2016, BI rate sudah turun menjadi 4,75 persen.

Penurunan suku bunga acuan BI berlanjut pada tahun-tahun berikutnya. Dalam catatan BI, suku bunga acuan pada Desember 2017 tercatat sebesar 4,25 persen, dan bertahan sampai dengan April 2018. Namun, suku bunga acuan BI mulai merangkak naik pada Mei 2018. Kala itu, suku bunga acuan naik menjadi 4,5 persen. Sampai dengan November 2018, suku bunga acuan BI atau BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sudah melonjak ke angka 6 persen setelah naik 25 bps pada Kamis (15/11) kemarin.

Tren kenaikan suku bunga acuan BI juga tampaknya belum akan berhenti dalam tahun-tahun mendatang. Pasalnya, Bank Sentral AS The Fed berencana menaikkan suku bunga acuan lagi pada 2019 sebanyak tiga kali, dan 2020 sebanyak satu kali.

Secara umum, kenaikan suku bunga acuan biasanya membuat bunga kredit ikut meningkat, tidak terkecuali KPR atau kredit kendaraan bermotor. Contohnya saja, saat suku bunga acuan mulai naik pada Juni 2013 sebesar 6 persen dari Mei 2013 sebesar 5,75 persen. Dua bulan setelahnya, bunga KPR dan kredit kendaraan bermotor juga ikut merangkak naik.

Dalam konteks terkini, bank-bank besar saat ini juga mulai melakukan penyesuaian suku bunga kredit konsumsi. PT Bank Tabungan Negara Tbk. misalnya, akan menaikkan suku bunga kredit, seperti KPR pada pekan keempat November 2018 sekitar 25-50 basis poin.

“Kami berlakukan minggu ini mengingat untuk kenaikan sebelumnya kami belum langsung merespons dengan kenaikan suku bunga kredit,” tutur Budi Satria, Direktur Konsumer BTN kepada Tirto.

PT Bank Central Asia Tbk. juga berencana menyesuaikan suku bunga kredit konsumsi, seperti KPR dan kredit kendaraan bermotor. Rencananya, bank milik Grup Djarum akan menaikkan suku bunga kredit mulai akhir tahun.

Upaya menaikkan bunga kredit juga dilakukan PT Bank CIMB Niaga Tbk,. Bank swasta buku IV ini mengaku sudah menaikkan bunga pinjaman karena kenaikan bunga acuan dapat memengaruhi biaya pendanaan (cost of fund) oleh bank.

“Secara average, suku bunga pinjaman naik. Walaupun tidak setinggi kenaikan suku bunga acuan dari Bank Indonesia,” kata Lani Darmawan, Direktur Consumer Banking CIMB Niaga, kepada Tirto.

Meski sudah ada beberapa bank yang mulai menyesuaikan suku bunga KPR, potensi kenaikan bunga KPR secara umum masih akan terbatas hingga akhir 2018. Kenaikan suku bunga KPR baru akan terasa pada 2019.

Infografik Pergerakan Suku Bunga Perbankan 2018

Promo Bunga Kredit Bisa Jadi Peluang

Bank-bank besar sudah punya rencana menaikkan suku bunga KPR, kondisi itu justru menjadi momentum yang tepat untuk mengajukan KPR. Rekomendasi itu datang dari perusahaan konsultan OneShildt.

“Justru karena kita sudah tahu suku bunga akan terasa kenaikannya pada tahun depan, maka menjadi momentum yang pas bagi pencari rumah untuk mulai mengajukan KPR,” tutur Budi Raharjo, Perencana Keuangan dari OneShildt kepada Tirto.

Salah satu faktor yang membuat Budi yakin karena perbankan saat ini gencar mengeluarkan banyak promo KPR dengan bunga tetap. Menurutnya, promo bunga tetap itu akan membantu pencari rumah menghindari suku bunga tinggi, saat rezim bunga tinggi karena efek kenaikan bunga acuan sudah bergulir efektif.

Promo-promo KPR selama ini selalu menawarkan suku bunga tetap (fixed) yang rendah untuk 1-2 tahun pertama. Artinya, apabila pencari rumah mengambil promo itu, ketidakpastian naik turunnya suku bunga acuan bisa dihindari. PT Bank Mandiri Tbk misalnya, bank BUMN ini menawarkan KPR dengan suku bunga tetap 6,5 persen selama lima tahun. Bunga KPR sebesar 6,5 persen ini terbilang rendah ketimbang rata-rata bunga KPR saat ini.

“Jadi promo KPR yang ada menjadi semacam jaring pengaman. Cocok untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan lanjutan pada tahun-tahun mendatang,” ujar Budi.

Selain promo, kebijakan pelonggaran uang muka KPR dari BI baru-baru ini juga menambah alasan bagi para pencari rumah untuk segera mengajukan KPR. Uang muka kerap menjadi penyebab utama masyarakat menunda pengajuan KPR. Dalam kebijakan baru itu, BI memberikan kesempatan bagi perbankan untuk memberikan uang muka mulai dari nol persen bagi pembelian rumah pertama —tergantung hasil penilaian manajemen risiko bank.

Sebelum revisi peraturan, BI mengatur besaran uang muka tahap pertama yang luasnya di atas 70 meter persegi, adalah 85 persen dari total harga rumah. Artinya, pembeli rumah wajib membayar uang muka sebesar 15 persen.

Alasan berikutnya adalah kondisi industri properti saat ini yang sedang lesu, sehingga jadi alasan yang cukup kuat bagi para pencari rumah untuk segera mengajukan KPR, mumpung kenaikan harga properti residensial masih belum liar. Berdasarkan survei dari Bank Indonesia, kenaikan harga properti residensial di pasar primer masih melambat. Hal itu tercermin dari Indeks Harga Properti Residensial yang tumbuh 3,14 persen pada kuartal III-2018 ketimbang pertumbuhan kuartal III-2017 sebesar 3,24 persen.

“Aktivitas bisnis properti masih istirahat, jika tidak ingin dikatakan mati suri karena lesunya pembelian dalam 2-3 tahun terakhir, terutama pada unit berharga Rp500 juta ke atas,” kata Rusdi Basalamah, Presdir Nayumi Grup dikutip dari Antara.

Baca juga artikel terkait KPR atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra