Menuju konten utama

Revisi UU Tenaga Kerja Masih Dikaji, Menaker: Agar Win-Win Solution

Pemerintah hingga kini masih mengkaji usulan revisi UU Ketenagakerjaan sebab banyak kepentingan yang saling bertentangan. 

Revisi UU Tenaga Kerja Masih Dikaji, Menaker: Agar Win-Win Solution
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri (kedua kanan) meninjau stan usai membuka acara Bursa Kerja Nasional XIX 2019, di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (4/4/2019). ANTARA FOTO/Risky Andrianto/aww.

tirto.id - Pemerintah masih mengkaji sejumlah usulan dan aspirasi dari pengusaha maupun pekerja terkait revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan hasil kajian itu akan menjadi pedoman bagi pemerintah dalam mengusulkan revisi UU tersebut ke DPR.

“Pemerintah sebisa mungkin mempertemukan masing-masing dari kepentingan itu agar bisa win-win solution. Soal proses [kajian] berapa lama, kapan dan sebagainya, belum bisa disampaikan, " kata Hanif melalui siaran resminya di Jakarta, Kamis (4/7/2019) seperti dikutip Antara.

Hanif mengatakan banyak kepentingan berbeda dan bertentangan yang membuat kajian revisi UU Ketenagakerjaan belum menemukan titik akhir.

Menurut Hanif, dalam UU Ketenagakerjaan, terdapat pasal-pasal yang disukai pengusaha namun tidak oleh pekerja. Sebaliknya, pasal-pasal tertentu disukai pekerja tapi tidak oleh pengusaha.

“Kami harus cari solusi agar seluruh konstruksi hukum dalam UU Ketenagakerjaan menyenangkan semua pihak, meski tidak optimal, sehingga dalam implementasinya benar-benar berjalan,“ kata dia.

Dia menambahkan usulan revisi UU Ketenagakerjaan muncul karena uji materi terhadap undang-undang itu di Mahkamah Konstitusi (MK) sudah dilakukan sebanyak 30 kali. Selain itu, kata Hanif, UU Ketenagakerjaan masih banyak “bolong-bolongnya.”

"Kami masih mencari masukan dari semua pihak seperti dunia usaha, serikat pekerja, akademisi, dan masyarakat, “ kata dia.

Perubahan di sektor bisnis juga mempengaruhi aspek ketenagakerjaan. Hanif menilai Indonesia membutuhkan perbaikan "ekosistem ketenagakerjaan" yang saat ini masih terlalu kaku.

"Mau cari pekerja skill berketrampilan sulit, proses hubungan industrial terkesan mengarah kepada apa yang disebut 'menang-menangan', sehingga masing-masing bertolak dari kekuatan atau power relations bukan human relations,“ ujar Hanif.

Oleh karena itu, dalam melakukan kajian, Kementerian Ketenagakerjaan juga melakukan studi banding ke beberapa negara lain agar ekosistem ketenagakerjaan Indonesia bisa lebih kompetitif.

Dia mencontohkan kasus dampak perang dagang yang memicu relokasi sejumlah perusahaan dari Cina ke sejumlah negara.

“Ternyata banyak yang dikirim ke Vietnam. Padahal dari sisi produktivitas tenaga kerja, kita lebih bagus. Kenapa? Itu harus dilihat semua faktor pembentuk dari ekosistem ketenagakerjaan agar lebih kompetitif,” kata Hanif.

Baca juga artikel terkait UU KETENAGAKERJAAN

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH