Menuju konten utama

Revisi Pemenhub Hambat Transportasi Berbasis Online

Revisi Permenhub dinilai menghambat layanan transportasi berbasis online. Sejumlah aturan seperti penetapan harga, jumlah kendaraan, dan STNK harus atas nama lembaga berbadan hukum mempersulit para pengemudi yang bekerja dalam sektor ini.

Revisi Pemenhub Hambat Transportasi Berbasis Online
Ratusan pengemudi Grab Bike melakukan aksi di kantor Grab Bike Indonesia Jl. Denpasar, Kuningan, Jakarta, Kamis, (1/5). TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata, menyatakan revisi Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek adalah sebuah kemunduran.

Ridzki mengungkapkan dari sebelas poin yang dimuat dalam revisi PM tersebut, ada tiga poin yang bersifat merugikan bagi perusahaan layanan transportasi berbasis aplikasi online.

"Pertama, intervensi yang dilakukan pemerintah dalam hal menetapkan harga. Dengan adanya penetapan tarif atas dan bawah, ada intervensi mekanisme pasar yang berpotensi membuat layanan transportasi publik akan sulit terjangkau," ujar Ridzki pada acara konferensi pers di Kantor Grab Indonesia, Jakarta, Jumat (17/3/2017).

Menurut Ridzki, penetapan tarif transportasi yang dilakukan Grab Indonesia terhadap para penggunanya berdasarkan mekanisme pasar. Akan tetapi, Ridzki tidak menjelaskan secara lebih terperinci apa yang dimaksudkannya dengan mekanisme pasar tersebut.

Kedua, Grab Indonesia juga mengeluhkan rencana pembatasan kuota taksi daring. Menurut Ridzki, jumlah pembatasan berpeluang membatasi akses publik untuk mendapatkan pelayanan publik yang diinginkan. "Kompetisi berpotensi dimatikan, kemajuan dihambat," ujar Ridzki.

Saat disinggung soal semakin padatnya jalanan apabila jumlah kendaraan tidak dibatasi, Ridzki pun menepis kekhawatiran tersebut. "Dengan teknologi, hal itu bisa dihindari," ucap Ridzki.

Ridzki beranggapan dengan cepatnya perkembangan industri alat transportasi daring, dengan pembatasan kuota akan dapat terjadi penumpukan atas permintaan dari pengguna.

"Ketiga, kepemilikan STNK yang tidak lagi bisa atas nama pribadi mengecewakan mitra pengemudi kami. Karena dengan begitu, mitra kami harus menyerahkan yang dicita-citakan (mobil) kepada badan hukum, PT, atau koperasi," ujar Ridzki lagi.

Lebih lanjut, Ridzki mengatakan peraturan ini tidak sesuai dengan prinsip ekonomi kerakyatan. "Hal ini bertentangan dengan itu (ekonomi kerakyatan), yang mana kita percaya bisa membawa pertumbuhan bagi masyarakat Indonesia," katanya.

Pada Jumat (17/3), Grab juga telah membuat kesepakatan dengan dua perusahaan penyedia jasa alat transportasi daring lainnya, Uber dan Go-Jek. Salah satunya isi kesepakatan adalah menyetujui rencana peraturan tanda uji berkala kendaraan bermotor dengan pemberian pelat berembos.

"Kami memandang peraturan tersebut merupakan salah satu upaya yang baik untuk memastikan kenyamanan dan keselamatan berkendara, baik bagi para mitra pengemudi maupun konsumen," tulis Grab dalam pernyataan tertulis yang diterima Tirto.

Selain itu, dengan alasan agar bisa memastikan proses transisi berjalan lancar, ketiganya pun meminta pemerintah untuk memberikan masa tenggang sembilan bulan terhitung sejak revisi PM Nomor 32 Tahun 2016 efektif diberlakukan.

Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI ONLINE atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Agung DH