Menuju konten utama

Reuni Akbar 212: dari Anak Hilang hingga Deklarasi Terlarang

Ada banyak hal terjadi di Reuni Akbar 2012 yang berlangsung di Monas, Minggu 2 Desember 2018. Salah satunya adalah deklarasi politik.

Reuni Akbar 212: dari Anak Hilang hingga Deklarasi Terlarang
Sejumlah perempuan berjalan dibawah bentangan bendera tauhid raksasa dalam aksi reuni 212 di Monas, Jakarta, Minggu (2/12/18). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Memasuki pukul empat pagi, wilayah di sekitar Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, mulai macet. Sejumlah orang dengan pakaian putih atau hitam memadati pintu masuk Monas. Jumlahnya terus bertambah hingga siang.

Ini bukan keramaian biasa. Orang-orang ini adalah peserta Reuni Akbar 212 yang digelar tadi pagi (2/12/2018).

Tak ada yang memandu kerumunan membuat masing-masing dari mereka berjalan ke arah yang saling berlawanan. Ini membuat orang susah bergerak, terutama di pintu masuk dekat Stasiun Gambir. Sekitar pukul 09.00, baru ada panitia yang mengatur. Kepadatan pun sedikit terurai.

Berdasarkan pantauan Tirto di titik itu, peserta reuni langsung diarahkan ke dekat panggung yang didirikan di tengah-tengah kawasan Monas. Tapi tentu saja tak semua bisa mendekat karena banyaknya peserta.

Di pintu ini ada petugas yang mengingatkan semua yang lewat untuk tidak membuang sampah sembarangan. Ini terbukti efektif meski tetap banyak sampah di bagian dalam Monas.

Para peserta reuni berasal dari banyak tempat. Beberapa yang reporter Tirto tanya mengaku berasal dari Tasikmalaya, Ciamis, dan bahkan Maluku. Biasanya mereka datang bergerombol dari daerah asal menggunakan bus.

Peserta reuni pun beragam dari segi usia. Ada orang tua yang sudah pakai kursi roda hingga anak bayi yang digendong.

Ramainya peserta reuni tak diimbangi dengan prasarana yang memadai. Orang yang mengantre di toilet umum mengantre panjang, sekitar 30 hingga 40 orang.

Anak Hilang

Selain beragamnya peserta reuni, ada beberapa hal yang patut disorot dari acara yang awalnya berasal dari aksi penolakan terhadap Basuki Tjahaja Purnama tahun 2016-2017 ini. Misalnya, ada beberapa orangtua kehilangan anak.

Hal ini dikatakan Wahyu, salah seorang petugas medis di pintu Monas dekat Stasiun Gambir. "Ada tiga," katanya kepada reporter Tirto.

Dua orang pemandu acara di panggung utama juga berkali-kali mengumumkan soal ini. Keduanya memberi pengumuman soal nama anak, jenis kelamin, dan pakaian yang dikenakan. Tak jarang informasi soal tempat tinggal juga diberi tahu.

Pemandu acara sempat menjadikan anak hilang sebagai bahan humor. "Kalau anaknya hilang 1x24 jam berarti untuk panitia," kata mereka.

Reuni Pedagang 212

Ada saja orang yang melihat peluang bisnis dari acara seperti ini. Mereka menjajakan dagangan sepanjang trotoar di sekitar Monas.

Abu adalah salah satunya. Ia spesialis acara besar. Maksudnya, dia cuma dagang jika ada demonstrasi atau sejenisnya. Dan itu telah ia lakukan sejak marak demonstrasi menurunkan Soeharto tahun 1998 lalu.

Dia menjual atribut yang sesuai dengan tema acara.

"Jadi kami lihat kondisi atau momen ya. Sekarang kan reuni 212, yang mana temanya tauhid. Jadi ya banyaknya yang dijual topi bertuliskan tauhid atau 212," kata Abu kepada reporter Tirto.

Deklarasi Terlarang

Di antara banyak hal yang terjadi pada hari ini, yang paling patut disorot adalah pesan politik Rizieq Shihab. Lewat live streaming dari Makkah, ia mengatakan agar tahun depan, "kita harus ganti presiden."

Rizieq juga berpesan agar memilih capres dan cawapres hasil ijtima ulama, dan itu tak lain adalah Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Rizieq memang tak secara eksplisit menyebut nama keduanya.

Pesan ini patut disorot karena sejak jauh-jauh hari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengatakan akan mengawasi Reuni Akbar 212 karena rentan jadi ajang kampanye.

Ini bukan tanpa alasan. Monas, seperti yang diputuskan pada Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta Nomor 175 Tahun 2018, adalah salah satu wilayah steril kegiatan politik.

Pesan-pesan serupa juga dikumandangkan seseorang dari ujung pengeras suara yang ditempel di pintu Monas dekat Patung Kuda. Dari pengeras suara tersiar teriakan "2019", dan kemudian dibalas oleh orang-orang yang mendengar dengan "ganti presiden." Setidaknya ini terjadi tiga kali pukul 10.30.

Dari sumber yang sama kemudian terdengar sekelompok perempuan bernyanyi. "Astaghfirullah, Astaghfirullah, punya presiden tukang bohong," demikian salah satu penggalan liriknya.

Baca juga artikel terkait REUNI 212 atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Politik
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Rio Apinino