Menuju konten utama

Respons Pengusaha soal Ekspor Batu Bara Dilarang hingga 31 Januari

Pemerintah melarang ekspor batu bara periode 1-31 Januari 2022 demi melindungi pasokan PLTU dalam negeri. Ini respons pengusaha.

Respons Pengusaha soal Ekspor Batu Bara Dilarang hingga 31 Januari
Foto udara aktivitas bongkar muat batu bara di kawasan pantai Desa Peunaga Cut Ujong, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Kamis (9/12/2021). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/rwa.

tirto.id - Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menyatakan keberatan atas kebijakan pemerintah yang melarang sementara ekspor batu bara periode 1 sampai 31 Januari 2022. Keputusan ini dilakukan Kementerian ESDM untuk menjamin ketersediaan pasokan batu bara pembangkit listrik di dalam negeri.

Kebijakan pelarangan ekspor itu ditujukan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan PKP2B.

“Kebijakan yang diambil saat ini dilakukan secara tergesa-gesa dan tanpa dibahas dengan pelaku usaha. Kami menyatakan keberatan dan meminta ke Menteri ESDM untuk segera mencabut surat tersebut,” kata Ketua Umum APBI-ICMA Pandu Sjahrir dalam keterangan tertulis, Senin (3/1/2022).

Pandu mengatakan, jika alasan pemerintah melakukan pelarangan ekspor adalah untuk mengamankan bahan bakar untuk pembangkit listrik di dalam negeri, maka larangan ekspor batu bara bukan solusinya.

“Solusi untuk mengatasi kondisi kritis persediaan batu bara PLTU grup PLN termasuk IPP ini seharusnya dapat didiskusikan terlebih dahulu dengan para pelaku usaha untuk menemukan solusi yang terbaik bagi semua pihak. Penerapan sanksi larangan ekspor kepada seluruh pelaku usaha pada 1 Januari 2022 dalam rangka pemenuhan DMO 2022 tidaklah tepat karena seharusnya pelaksanaan DMO 2022 dihitung dari Januari 2022 sampai dengan Desember 2022,” kata dia.

Pasokan batu bara ke masing-masing PLTU, baik yang ada di bawah manajemen operasi PLN maupun IPP, sangat bergantung pada kontrak-kontrak penjualan atau pasokan batu bara antara PLN dan IPP dengan masing-masing perusahaan pemasok batu bara serta praktik implementasi ketentuan yang sebelumnya telah disepakati dalam kontrak-kontrak tersebut dalam hal terjadi wanprestasi atau kegagalan pemenuhan pasokan.

"Kami sudah berupaya maksimal untuk memenuhi kontrak penjualan dan aturan penjualan batu bara untuk kelistrikan nasional sebesar 25% di 2021. Bahkan sebagian perusahaan telah memasok lebih dari kewajiban DMO tersebut," terang dia.

Ia menjelaskan, larangan ekspor akan berdampak signifikan terhadap industri pertambangan batu bara secara umum dan aktivitas ekspor batu bara. Dampak yang akan terjadi yaitu, volume produksi batu bara nasional akan terganggu sebesar 38-40 juta MT per bulan.

Kemudian pemerintah akan kehilangan devisa hasil ekspor batu bara sebesar kurang lebih $3 miliar dolar AS per bulan. Dampak lain yang akan terjadi adalah pemerintah akan kehilangan pendapatan pajak dan non pajak (royalti) yang mana hal ini juga berdampak kepada kehilangan penerimaan pemerintah daerah.

"Arus kas produsen batu bara akan terganggu karena tidak dapat menjual batu bara ekspor. Kemudian kapal-kapal tujuan ekspor, hampir semuanya adalah kapal-kapal yang dioperasikan atau dimiliki oleh perusahaan negara-negara tujuan ekspor," kada dia.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Ridwan Jamaludin mengatakan kebijakan larangan ekspor dilakukan untuk melindungi pasokan listrik di dalam negeri. “Langkah ini dilakukan guna menjamin terpenuhinya pasokan batu bara untuk pembangkit listrik," kata dia.

Ridwan menjelaskan pasokan batu bara yang berkurang itu akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan perusahaan setrum negara PT PLN (Persero) mulai dari masyarakat umum hingga industri. Apabila larangan ekspor tidak dilakukan bisa menyebabkan pemadaman terhadap 20 PLTU batu bara yang memiliki daya 10.850 megawatt.

“Ini berpotensi menggangu kestabilan perekonomian nasional. Saat pasokan batu bara untuk pembangkit sudah terpenuhi, maka akan kembali normal, bisa ekspor. Kami akan evaluasi setelah tanggal 5 Januari 2022 mendatang,” ujar Ridwan.

Pemerintah telah beberapa kali mengingatkan pengusaha batu bara untuk terus memenuhi komitmennya memasok batu bara ke PLN. Namun, realisasinya pasokan batu bara setiap bulan ke PLN di bawah kewajiban persentase penjualan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (DMO), sehingga terakumulasi dan di akhir tahun pembangkit PLN mengalami defisit pasokan batu bara.

Menurut Ridwan, persediaan batu bara yang aman di PLTU PLN adalah di atas 20 hari operasi. Hingga 1 Januari 2022, dari 5,1 juta metrik ton penugasan dari pemerintah hanya dipenuhi sebesar 35 ribu metrik ton atau kurang dari 1,0 persen.

Baca juga artikel terkait BATU BARA atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz