Menuju konten utama

Respons Langkah Uni Eropa, RI Cari Pasar Baru Ekspor Sawit

Pemerintah Indonesia sedang mencari pasar baru untuk ekspor minyak sawit dan produk turunannya. 

Respons Langkah Uni Eropa, RI Cari Pasar Baru Ekspor Sawit
(Ilustrasi) Seorang pekerja merontokkan buah kelapa sawit dari tandannya di Desa Sido Mulyo, Aceh Utara. ANTARA/Rahmad

tirto.id - Pemerintah Indonesia saat ini sedang berupaya mencari pasar baru ekspor minyak sawit dan produk turunannya. Upaya ini merespons rencana Uni Eropa menghentikan penggunaan sawit sebagai bahan biofuel sebagaimana tercantum dalam dokumen The EU Renewable Energy Directive (RED) II.

Sekertaris Direktorat Jenderal Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, Ratu Silvy Gayatri menyatakan pasar baru ekspor minya sawit mentah (CPO) dan produk turunannya, yang sedang dibidik oleh pemerintah, adalah Amerika Latin.

Menurut Silvy, pasar sawit dan produk turunannya di Amerika Latin selama ini disuplai oleh Kolombia, salah satu negara produsen sawit besar di dunia.

"Kolombia kita bisa [ajak] kerja sama. Mungkin produk turunan sawitnya seperti sabun dan lain-lain [asal Indonesia] harus diperkenalkan. Sabun tuh sudah bisa masuk di sana [Amerika Latin]," kata dia di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2019).

Silvy berpendapat langkah tersebut penting untuk dilakukan di tengah perseteruan Indonesia dan Uni Eropa soal kebijakan larangan sawit.

Pemerintah sudah berencana membawa masalah itu ke Organisasi Perdagangan Duni (WTO) apabila Uni Eropa benar-benar memberlakukan larangan sawit menjadi bahan biofuel di kawasan itu.

Akan tetapi, Silvy enggan mengomentari rencana pemerintah itu. Sebab, menurut dia, banyak cara yang bisa dilakukan agar komoditas sawit Indonesia tetap bisa diekspor.

"Saya tidak mau berhipotesa ya. Yang pasti pemerintah sedang berupaya untuk supaya kelapa sawit kita bisa tetap ekspor," ujar dia.

Sementara itu, Direktur Corporate Affairs Asian Agri, Fadhil Hasan sudah mengatakan pasar ekspor sawit selain Uni Eropa memang masih terbuka lebar.

Selain Uni Eropa, beberapa negara di timur tengah selama ini juga mengimpor CPO dari Indonesia sebagai bahan campuran biodiesel.

Oleh karena itu, kata Fadhil, yang perlu dilakukan pemerintah selain menolak kebijakan RED II adalah mencari negara-negara lain yang bisa menjadi pasar baru ekspor sawit Indonesia.

"Ke Pakistan dan Yaman kan bisa, kita bisa masuk ke sana untuk produk turunan sawit," ujar Fadhil.

Baca juga artikel terkait LARANGAN SAWIT UNI EROPA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom