Menuju konten utama

Respons Haris Azhar & Fatia Usai jadi Tersangka Kasus Luhut

Haris Azhar menilai pemidanaan dirinya pada perkara dugaan pencemaran baik 'Lord Luhut' adalah sebuah kehormatan.

Respons Haris Azhar & Fatia Usai jadi Tersangka Kasus Luhut
koordinator kontras haris azhar berorasi saat sejumlah aktivis melakukan aksi solidaritas #melawangelap di depan istana merdeka, jakarta, jumat (5/8). aksi tersebut merupakan bentuk dukungan kepada haris yang telah mengungkap testimoni bandar narkoba freddy budiman mengenai dugaan keterlibatan oknum-oknum tni, polri dan bnn namun justru terancam dikriminalisasikan. tirto/andrey gromico

tirto.id - Direktur Lokataru Haris Azhar merespons perihal penetapan tersangka kepadanya pada kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

"Badan saya, fisik saya, dan juga saya yakin Fatia, kami bisa dipenjara. Tapi kebenaran yang kami bicarakan dalam video Youtube itu, dia tidak bisa dipenjara. Penderitaan orang Papua, tidak bisa diberangus dan dipenjarakan," kata Haris, via konferensi pers daring, Sabtu (19/3/2022).

Haris menilai penetapannya sebagai tersangka sebagai sebuah kehormatan. "Kalau negara hari ini hanya bisa memberikan status tahanan atau suatu hari akan memenjarakan saya, saya anggap itu sebuah kehormatan atau saya anggap fasilitas negara yang diberikan kepada saya, ketika kami membantu ungkap sebuah fakta," tutur dia.

Fakta yang dia maksud yakni benturan kepentingan pejabat publik dengan persoalan bisnis. Fakta kedua, yang dia dan Fatia bahas adalah masalah di Papua yaitu praktik benturan kepentingan itu terjadi berbanding sangat jauh dengan situasi masyarakat di Intan Jaya.

"Daripada negara sibuk memidanakan kami, lebih baik urus Papua, dan hari ini karena mereka gesit dan sibuk memidanakan kami, apa yang terjadi? Situasi buruk di Intan Jaya terus terjadi," imbuh Haris. Fatia pun buka mulut perihal hal serupa, ia berpendapat ada standar ganda dalam proses hukum ini.

Yakni ketika pejabat publik diduga memanipulasi, polisi tidak menguji kebenarannya. Namun ketika masyarakat mengkritik melalui riset malah dikriminalisasi. Ketika pejabat publik mengkriminalisasi rakyat, Fatia menilai bukan suatu keanehan.

"Karena yang mereka lakukan sudah difasilitasi oleh pembuatan perundangan-undangan yang sangat diskriminatif melalui UU ITE," jelas dia.

Kasus Haris, Fatia, dan Luhut ini bermula pada Agustus 2021. Kala itu Fatia tampil dalam akun Youtube Haris Azhar yang berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada!!."

Kuasa hukum Luhut menyomasi Fatia dalam tempo 5x24 jam sejak surat tersebut diterbitkan. Hal ini juga berkaitan dengan temuan koalisi masyarakat sipil perihal indikasi kepentingan ekonomi dalam serangkaian operasi militer ilegal di Intan Jaya, Papua.

Riset yang diluncurkan oleh Walhi Eknas, Jatam Nasional, YLBHI, Yayasan Pusaka, LBH Papua, WALHI Papua, Kontras, Greenpeace, Bersihkan Indonesia dan Trend Asia mengkaji keterkaitan operasi militer ilegal di Papua dan industri ekstraktif tambang dengan menggunakan kacamata ekonomi-politik.

Dalam kajian koalisi ada empat perusahaan di Intan Jaya yang teridentifikasi dalam laporan ini yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata'ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Mitratama (IU Pertambangan).

Dua dari empat perusahaan itu yakni PT Freeport Indonesia dan PT Madinah Qurrata'ain adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer/polisi termasuk dengan Luhut.

Kuasa Hukum Luhut, Juniver Girsang, mengatakan proses mediasi nihil hasil, maka perkara ini bisa langsung dibawa ke meja hijau.

"Setelah mediasi tidak ada titik temu, proses hukum lebih lanjut tentu dilimpahkan dan diproses ke pengadilan. Nanti pengadilan yang melihat dan mencermati laporan kami, dengan bukti-bukti yang sudah kami serahkan kepada pihak kepolisian secara komprehensif," kata Juniver, November 2021.

Pada 15 November 2021, mediasi dua pihak gagal. Mestinya pertemuan itu berlangsung di pekan sebelumnya, tapi tapi urung lantaran pelapor harus ke luar negeri. Karena mediasi kali ini tak membuahkan hasil, maka Luhut melanjutkan proses hukum yang ia layangkan.

"Biar sekali-sekali belajar. Kami ini kalau berani berbuat, berani bertanggung jawab. Lebih baik bertemu di pengadilan saja. Kalau dia yang salah, ya, salah. Kalau saya yang salah, ya, salah,” ucap Luhut.

Baca juga artikel terkait KASUS LUHUT VS HARIS AZHAR atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky