Menuju konten utama

Respons Dewan Masjid Saat Masjid Pemerintah Terpapar Paham Radikal

Survei menunjukkan dari 100 masjid pemerintah, sebanyak 41 masjid diduga terpapar paham radikal yang nampak dari konten khotbah Jumat.

Respons Dewan Masjid Saat Masjid Pemerintah Terpapar Paham Radikal
Ilustrasi masjid. Getty Images/iStockphoto.

tirto.id - Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) dan Rumah Kebangsaan, pada Minggu (8/7/2018) merilis hasil survei terkait materi khotbah berkonten radikal di masjid kementerian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan lembaga negara periode 29 September-21 Oktober 2017 di Jakarta.

Direktur Pengawas P3M, Agus Muhammad menyatakan, dari 100 masjid yang disurvei, terdapat 41 masjid terindikasi menyampaikan khotbah bermuatan radikal, ujaran kebencian dan intoleransi. Dengan rincian, 17 masjid berada dalam kategori radikal tinggi, 17 masjid dalam kategori radikal sedang, dan 7 masjid dalam kategori radikal rendah.

“Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, soalnya isi khotbah-khotbah itu satu tingkat saja untuk membawa seseorang menjadi teroris seperti ISIS," kata Agus, di Kantor PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Minggu (8/7/2018).

Agus menyatakan dari 41 masjid yang memiliki muatan radikal dalam khotbah Jumat, masjid BUMN berada dalam posisi pertama. Dari 37 masjid BUMN yang disurvei, terdapat 21 masjid yang kedapatan menyampaikan konten khotbah radikal.

Sementara, di urutan kedua adalah masjid kementerian dengan jumlah 12 masjid dari 35 masjid yang disurvei. Di urutan terakhir adalah masjid lembaga negara dengan jumlah 8 masjid dari 28 masjid yang disurvei.

"Ini hanya survei 100 masjid di Jakarta loh. Belum di daerah-daerah,” kata Agus.

Survei P3M dan Rumah Kebangsaan menggunakan jasa tim analis yang terdiri dari aktivis keagamaan dan aktivis pluralisme untuk menganalisis konten-konten khotbah Jumat di masjid-masjid.

Dari hasil analisis tersebut, diketahui muatan khotbah yang disampaikan di antaranya bertopik sikap terhadap khilafah, agama lain dan minoritas. Untuk topik sikap terhadap khilafah, muatan yang disampaikan di antaranya mengarah kepada penolakan atas Pancasila, bentuk negara Indonesia dan demokrasi.

Selanjutnya, untuk topik sikap terhadap agama lain dan minoritas, bermuatan menyudutkan dan memandang miring kedua kelompok tersebut.

Secara spesifik, survei ini juga mendapatkan hasil frekuensi ujaran kebencian terhadap agama lain dan minoritas dalam khotbah Jumat di masjid-masjid tersebut, yakni: 39 persen ujaran kebencian ditujukan kepada Katolik, 18 persen ditujukan kepada etnis Tionghoa, 22 persen terhadap Yahudi, dan 17 persen terhadap Kristen.

"4 persen juga terang-terangan anti-Pancasila," kata Agus.

Berdasarkan data tersebut, Agus meminta kepada BUMN, kementerian dan lembaga negara agar lebih peduli terhadap masjid-masjid mereka agar gejala radikalisasi bisa dikurangi atau dicegah.

Menurut Agus, P3M juga mengajak kepada ormas-ormas bersikap moderat agar lebih aktif berdakwah di masjid-masjid pemerintah. Selain itu, Agus meminta kepada Dewan Masjid Indonesia (DMI) agar melakukan pendalaman lebih jauh terhadap temuan ini. Agus menyatakan, permintaan ini disampaikan secara terbuka melalui media karena kementerian, BUMN dan lembaga negara terkait belum merespons temuan tersebut setelah disampaikan tahun lalu.

“Kami menyayangkan sikap kementerian yang belum merespons ini. Padahal ini sebuah hal yang serius," kata Agus.

Ketua Lembaga Tamir Masjid NU, KH Manan menyatakan akan segera melakukan penguatan dakwah moderat di masjid-masjid pemerintah.

"Kami turut menyayangkan data ini. Cukup mengkhawatirkan. PBNU sudah berkomitmen untuk dakwah dengan hikmah di masjid-masjid negara," kata Manan.

Selain itu, Manan pun turut mendesak kepada pemerintah agar lebih memberi ruang kepada ormas yang moderat seperti NU dan Muhammadiyah agar bisa melakukan dakwah di masjid-masjid pemerintah.

Infografik CI masjid negara terpapar radikalisme

Respons DMI

Menanggapi temuan tersebut, anggota Majelis Mustasyar DMI Nasarudin Umar membenarkan data-data yang disampaikan P3M dan Rumah Kebangsaan. Namun, saat ini kondisi masjid-masjid pemerintah sudah tidak seperti yang digambarkan pada survei.

"Kalau 2017 iya, tapi per Oktober 2017 itu kami sudah benahi masjid-masjid pemerintah atas permintaan menteri BUMN. Jadi kalau disurvei lagi sekarang, ya beda hasilnya," kata Nasarudin saat dikonfirmasi Tirto.

Imam besar Masjid Istiqlal ini menyatakan, pembenahan terhadap masjid-masjid pemerintah di antaranya dengan menyediakan konten-konten khotbah, pamflet dan buletin dari DMI.

"Tema Khotbah sudah kami susun untuk satu tahun. Semua khotib harus mengikuti itu," kata Nasarudin.

Namun, Nasarudin menyatakan, pihaknya tidak mengeluarkan daftar rekomendasi khotib. Sebab, hal itu berpeluang menciptakan kegaduhan dan friksi di antara umat Islam. Sebaliknya, menurutnya, ta'mir masjid bisa mengganti khotib jika yang bersangkutan tidak mengikuti tema yang disusun DMI.

"Begitu saja cukup. Tidak perlu daftar rekomendasi khotib. Kalau dia tidak mau mengikuti, ya diganti," kata Nasarudin.

Selain itu, Dewan Masjid Indonesia juga tengah menyusun program pembinaan terhadap ta'mir-ta'mir masjid dan pengurus masjid di Indonesia. masjid negara maupun masjid milik masyarakat.

Menurut Nasarudin, ini dilakukan guna membentengi masjid dari paham radikal dan agar masjid lebih mandiri secara pengelolaan. Ia menekankan kemandirian masjid penting demi menjaga tempat tersebut murni sebagai tempat beribadah kepada Allah SWT.

"Kami baru mulai 2018, jadi mungkin setahun ini baru bisa dilihat hasilnya," kata Nasarudin.

Ia meminta peran serta masyarakat untuk dapat turut mencegah paham radikal di masjid-masjid dengan mengawasi konten-konten khotbah dan kajian yang disampaikan.

Baca juga artikel terkait RADIKALISME atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz