Menuju konten utama

Resolusi Sawit Uni Eropa Jadi Bahasan Mike Pence dan Kadin

Polemik resolusi sawit Uni Eropa yang membuat berang pemerintah Indonesia akan menjadi salah satu topik pembahasan di pertemuan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dengan Wapres AS Mike Pence pada Jumat, 21 April 2017.

Resolusi Sawit Uni Eropa Jadi Bahasan Mike Pence dan Kadin
Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) melepas Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Michael R. Pence (kiri depan) usai pertemuan bilateral di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (20/4/2017). ANTARA FOTO/Rosa Panggabean.

tirto.id - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Rosan Roeslani mengatakan salah satu tema pembahasan di pertemuan organisasinya dengan Wakil Presiden Amerika Serikat, Mike Pence pada Jumat besok (21/4/2017) adalah mengenai polemik resolusi parlemen Uni Eropa yang menuding industri sawit Indonesia bermasalah.

"Ya tentu kita akan bahas mengenai masalah sawit juga," kata Rosan usai menghadiri diskusi forum energi di Jakarta Selatan, pada Kamis (20/4/2017) seperti dilansir Antara.

Rosan tidak menjelaskan detail rencana pembicaraan Kadin dengan Pence soal polemik resolusi sawit parlemen Uni Eropa yang sempat membuat berang pemerintah Indonesia itu.

Dia hanya mengatakan Kadin dan rombongan Pence dipastikan akan menggelar pertemuan pada Jumat besok untuk membahas beragam peningkatan kerja sama ekonomi antara Indonesia dan AS.

Pada awal April 2017, Parlemen Uni Eropa mengeluarkan Resolusi yang menilai industri sawit menciptakan masalah deforestasi, degradasi habitat satwa, korupsi, pekerja anak dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Resolusi itu secara khusus menyebut industri sawit Indonesia sebagai salah satu pihak pemicu masalah-masalah tersebut.

Resolusi ini disetujui 640 anggota Parlemen Uni Eropa, ditolak 18 lainnya serta 28 sisanya abstain. Laporan itu akan diserahkan ke Komisi dan Presiden Uni Eropa.

Parlemen Uni Eropa mendesak Komisi Uni Eropa menerapkan skema sertifikasi tunggal bagi produk sawit impor demi menghentikan dampak buruk industri ini. Resolusi itu juga menyarankan penghentian penggunaan minyak nabati secara bertahap sampai 2020.

Pemerintah Indonesia menilai resolusi itu diskriminatif. "Tindakan diskriminatif ini berlawanan dengan posisi Uni Eropa sebagai 'champion of open, rules based free, and fair trade'," demikian isi pernyataan pers Kementerian Luar Negeri menanggapi resolusi itu beberapa waktu lalu.

Kemenlu juga menilai resolusi itu menggunakan data dan informasi yang tidak akurat dan akuntabel terkait perkembangan industri sawit Indonesia.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita pernah mengatakan resolusi ini mengganggu perjanjian perdagangan antara Uni Eropa dan Indonesia. "Kalau hal itu memang terjadi, berarti adalah tantangan perang dagang, dan bukan Indonesia yang memulai," ujar dia.

Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman juga meradang dan menilai resolusi itu bentuk kampanye hitam yang merugikan industri sawit Indonesia. Amran mengancam akan mengevaluasi kerja sama perdagangan antara Indonesia dan Uni Eropa, terutama yang berkaitan dengan ekspor sawit dan biodiesel berbahan sawit ke benua itu.

"Kalau ada kerja sama yang telah kami tandatangani, kami evaluasi," kata Amran pada Rabu (12/4/2017) lalu.

Sebaliknya, Sejumlah organisasi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berharap Resolusi Parlemen Eropa justru dapat menjadi pendorong perubahan tata kelola perkebunan sawit di Indonesia menjadi lebih baik.

Koordinator Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto, dalam keterangan tertulisnya Kamis hari ini, mengatakan resolusi itu seharusnya mendorong pemerintah membuat peta jalan pengelolaan sawit nasional yang lebih menguntungkan petani dan pekerja sawit.

"Kita tahu, selama ini petani sawit hanya selalu dijadikan legitimasi, baik oleh korporasi dan para pendukung industri sawit. Lebih baik resolusi ini menjadi pemicu untuk melakukan perubahan mendasar terhadap tata kelola perkebunan sawit," kata Darto.

Di pernyataan yang sama, Kelapa Desk Kampanye Sawit Watch, Maryo Saputra Sanudin mengatakan resolusi itu sebaiknya memotivasi pemerintah segera melakukan audit terhadap semua perusahaan sawit, menertibkan Hak Guna Usaha (HGU) di kawasan hutan dan perkebunan sawit tanpa HGU, serta secepatnya merealisasikan moratorium sawit.

Baca juga artikel terkait PERKEBUNAN SAWIT atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom