Menuju konten utama
Periksa Fakta

Resep Mengobati COVID-19 Sendiri di Rumah Itu Menyesatkan

Benarkah resep yang dimaksud memang bisa digunakan untuk mengobati seluruh jenis gejala yang ditimbulkan oleh Covid-19?

Resep Mengobati COVID-19 Sendiri di Rumah Itu Menyesatkan
Header Periksa Fakta IFCN. tirto.id/Quita

tirto.id - Beberapa waktu belakangan, sebuah tangkapan layar pesan tersebar di platform berkirim pesan, WhatsApp. Pesan yang telah dikirim berulang kali itu menyampaikan sebuah cara mengobati pasien Covid-19.

Narasi lengkap pesan tersebut berbunyi, “Kami perkumpulan dokter dr wisma atlit.... Menyampaikan :Kalau ada yg kena covid tidak perlu panik dan tidak harus ke RS kalau memang tidak terlalu parah sesak napas sampai perlu ICU dan ventilator, karena saat ini RS khusus covid semua penuh, Bisa diobati sendiri, obat di RS untuk pasien covid seperti ini”. Pesan tersebut kemudian dilanjutkan dengan resep-resep perawatan seperti pada gambar.

Periksa Fakta Resep Mengobati Covid-19

Periksa Fakta Pesan Menyesatkan Resep Mengobati Covid-19 Sendiri di Rumah. (Screenshot/Grup WhatsApp)

Lantas, benarkah pesan tersebut disebarkan oleh Dokter dari RS Wisma Atlet? Kemudian, benarkah resep yang dimaksud memang bisa digunakan untuk mengobati seluruh jenis gejala yang ditimbulkan oleh Covid-19?

Penelusuran Fakta

Tirto melakukan pencarian terhadap informasi yang dimaksud di atas. Lalu, kami menemukan bahwa informasi serupa seperti ini juga pernah viral pada 2021. Waktu itu, Tirto pernah menuliskan bahwa resep yang beredar di internet tidak bisa digunakan untuk mengobati semua pasien Covid-19.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi, juga menyebutkan melalui konfirmasi pada lembaga pemeriksa fakta Liputan6.com bahwa pesan berantai itu bukan dari dokter Rumah Sakit Wisma Atlet.

"Ini tidak resmi dari RS Wisma Atlet," kata Nadia pada 3 Juli 2021. Menurutnya pula, penggunaan obat dalam resep tersebut bukan untuk pengobatan sendiri, dan harus di bawah pengawasan dokter.

"Harus dibawah pengawasan dokter dan bukan pengobatan sendiri," tuturnya.

Pada 2021, Tirto juga pernah bertanya pada dr. Fairuz Primagita, dokter umum di RS Mitra Keluarga, Bekasi terkait pengobatan pasien Covid-19. Menurut penjelasan dokter yang akrab disapa dr Gita ini, terapi COVID-19 untuk pasien dibedakan menjadi empat kelas, yakni pasien yang terkonfirmasi positif dari tes swab antigen atau tes swab polymerase chain reaction (PCR) tapi tidak bergejala, pasien positif bergejala ringan, pasien positif bergejala sedang, dan pasien positif bergejala berat.

“Nah, orang-orang yang tidak bergejala itu cukup diberi vitamin saja. Mereka tidak butuh terapi antivirus, cukup konsumsi vitamin, lalu isolasi selama 10 hari. Kalau pun hasil PCR-nya nanti masih positif, itu dianggap tidak menularkan virus lagi, dan meski masih positif, yang terdeteksi hanya bangkai virus saja," kata dr. Gita pada Tirto (6/7/2021).

Selanjutnya, ada pula orang-orang yang terkonfirmasi positif COVID-19 dengan gejala ringan. Contoh keluhannya di antaranya demam, batuk pilek, nyeri tenggorokan, kehilangan penciuman (anosmia), dan lain-lain. Namun, menurut dr. Gita, gejala ini masih bisa ditangani dengan pemberian obat batuk atau obat demam.

“Apabila orang-orang ini harus diberi antivirus, cukup Oseltamivir saja bersama dengan vitamin C dan vitamin D," tambahnya.

Sementara itu, menurut dr. Gita, orang-orang yang positif COVID-19 dengan gejala sedangperlu dirawat di rumah sakit. Gejala sedang di antaranya demam atau sesak napas, sehingga pasien membutuhkan oksigen.

“Nah, orang-orang yang dirawat dan bergejala sedang ini nantinya akan dapat obat terapi antivirus seperti Favipiravir dan obat anti radang seperti Dexamethasone," katanya.

Di sisi lain, orang-orang yang terinfeksi virus SARS‑CoV‑2 dengan gejala berat, misalnya yang memiliki saturasi oksigen rendah dan mengalami sesak berat, perlu mendapatkan perawatan di ruang intensif atau intensive care unit (ICU).

“Terapinya memang obat-obatan seperti yang di foto itu, tapi dosisnya tidak sepenuhnya tepat seperti kapan harus diberikan dan sebagainya,” tambah dr. Gita.

Selain itu, dr. Gita juga menjelaskan tentang obat antivirus. Dokter Gita menyatakan bahwa tidak semua pasien perlu mengonsumsinya. Pasien dengan gejala ringan atau tidak bergejala tidak perlu obat antivirus. Kalaupun pasien dengan gejala ringan atau tidak bergejala perlu diberi obat antivirus, obat yang diberikan mungkin berupa Oseltamivir, tidak perlu Favipiravir. Konsumsi obat ini pun perlu dipantau oleh dokter, untuk mengantisipasi respon tubuh terhadap obat tersebut, tambah dr. Gita.

Lebih jauh lagi, terkait obat batuk, dr. Gita menyarankan jika batuk yang dirasakan tidak bisa ditangani dengan obat batuk biasa, atau dengan mengurangi konsumsi minuman dingin dan makanan berminyak, barulah perlu dipertimbangkan penggunaan obat-obatan untuk mengurangi gejala saja. Ini pun harus dengan resep dokter.

Selanjutnya, dr. Gita berpendapat bahwa obat demam sendiri masih bisa didapatkan secara bebas.

“Itu pun dengan catatan jika suhu di atas 38 (derajat Celsius). Jika suhu tubuh antara 37,5 hingga 38 (mengingat suhu normal manusia 36-37 derajat Celcius), kita coba kompres dengan air hangat di seluruh lipatan-lipatan tubuh. Kemudian, jika suhu tubuh di atas 38 derajat Celsius, atau jika pasien punya kecenderungan kejang, baru diberi obat penurun panas dengan dosis disesuaikan dengan berat badan," katanya.

Lalu dr. Gita juga menjelaskan bahwa dokter biasanya tak memberi obat penurun panas sebanyak satu tablet pada anak-anak, berbeda dengan dosis untuk pasien dewasa. Hal ini dengan asumsi bahwa berat pasien dewasa lebih dari 60 kilogram.

Terakhir, dr. Gita juga menyarankan obat-obatan yang bisa dikonsumsi bebas oleh masyarakat mungkin hanya vitamin C, vitamin D, dan obat untuk meredakan gejala COVID-19 seperti parasetamol dan obat batuk. Di luar itu, dr. Gita tidak menyarankan untuk membeli dan mengonsumsi obat-obatan yang tercantum di unggahan itu sendiri tanpa pengawasan dokter. Sebab, ada efek samping dari obat yang harus dipantau, dosis yang harus sesuai, dan pertimbangan lainnya.

Kesimpulan

Berdasarkan penelusuran fakta yang telah dilakukan, informasi penggunaan obat-obatan yang disebut bisa dipakai untuk mengobati gejala COVID-19 di rumah bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading). Terdapat perbedaan jenis pengobatan dan perawatan untuk pasien COVID-19 bergejala ringan, sedang, maupun berat. Obat-obatan yang dipakai perlu dikonsultasikan dengan dokter, untuk memantau efek dari obat, menjaga agar konsumsi obat sesuai dosis, dan pertimbangan lainnya.

==============

Tirto mengundang pembaca untuk mengirimkan informasi-informasi yang berpotensi hoaks ke alamat email factcheck@tirto.id atau nomor aduan WhatsApp +6287777979487 (tautan). Apabila terdapat sanggahan atau pun masukan terhadap artikel-artikel periksa fakta maupun periksa data, pembaca dapat mengirimkannya ke alamat email tersebut.

Baca juga artikel terkait OBAT COVID-19 atau tulisan lainnya dari Irma Garnesia

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Irma Garnesia
Editor: Nuran Wibisono