Menuju konten utama

Relaksasi DNI Jalan Terus di Tengah Polemik Investasi Asing

Rencana relaksasi Daftar Negatif Investasi tetap dilanjutkan meskipun dikritik banyak pihak, termasuk partai pendukung pemerintah.

Relaksasi DNI Jalan Terus di Tengah Polemik Investasi Asing
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (16/11/2018). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Langkah pemerintah membuka sejumlah bidang usaha dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) jalan terus meski menuai kritik. Dalam waktu dekat ini, revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 tahun 2016 yang mengatur kebijakan tersebut bakal disahkan.

“Mudah-mudahan [dalam] minggu ini selesai,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, di Jakarta, Senin (26/11/2018).

Relaksasi DNI yang jadi bagian dari pembaruan paket kebijakan ekonomi jilid XVI itu memang punya tujuan baik. Salah satunya, mendorong pertumbuhan investasi dalam negeri dan menahan laju defisit transaksi berjalan (CAD) yang makin melebar.

Selama ini, sejumlah bidang usaha yang dilepaskan dari DNI dirasa belum cukup menggoda bagi para investor--baik asing maupun dalam negeri--untuk menanamkan modalnya.

Dari 101 bidang usaha yang dibuka dalam Perpres 44/2016, 51 di antaranya sama sekali tak dilirik. Beberapa di antaranya, seperti gelanggang olahraga, jasa pengetesan pengujian kalibrasi pemeliharaan dan perbaikan alat kesehatan.

Atas dasar itu, daftar terlarang investasi itu kembali diperlonggar untuk 54 bidang usaha, 25 di antaranya dilepas agar bisa 100 persen dikuasai asing tanpa persyaratan tertentu dan kemitraan.

Langkah untuk melanjutkan kebijakan ini dinilai cukup berani. Sebab belum sempat disahkan, sudah banyak kalangan melontarkan kritik dan keberatan. Salah satunya bahkan meluncur dari partai pendukung pemerintah sendiri, yakni PDI-Perjuangan.

Anggota Komisi XI Fraksi PDI-Perjuangan Maruarar Sirait menyampaikan relaksasi DNI tersebut berpotensi mematikan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Selain itu, pelepasan sejumlah bidang usaha untuk dapat sepenuhnya dikuasai asing terlalu liberal dan tidak sejalan dengan visi pemerintah untuk mendorong ekonomi kerakyatan.

“Itu bukan ide Pak Jokowi, saya yakin itu ide Pak Darmin [Nasution]. Makanya, saya minta direvisi kebijakan itu,” kata Maruarar saat dihubungi Tirto, pekan lalu (19/11/2018).

Pendapat ini setali tiga uang dengan peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bima Yudisthira Adinegara. Menurutnya, hal ini justru bisa kontradiktif dengan rencana pemerintah untuk menekan impor yang jadi biang keladi pelebaran CAD.

Ia melihat adanya potensi peningkatan impor barang baku lantaran pengusaha bermodal besar cenderung memilih bahan baku impor yang biasanya lebih murah.

Di samping itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga bakal makin tidak inklusif jika hanya dikuasi investor berskala besar. “Jika ada profit, nanti pun akan ditransfer ujungnya ke negara asal mereka. Ya kalau begini neraca pembayaran tertekan terus,” kata Bhima kepada reporter Tirto.

Ekonom Indef lainnya, Nailul Huda menyampaikan sisi lemah dari kebijakan ini adalah kurangnya komunikasi dari pemerintah ke kalangan pengusaha. Misalnya, kata dia, tidak dilibatkannya Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) dalam pembahasan sejumlah bidang usaha yang direlaksasi.

“Padahal secara jelas Kadin itu berhubungan sama dunia usaha. Dia yang jadi penggerak utamanya. Dan sektor-sektor yang dilepaskan dari DNI ini bisa jadi tidak matang dan dampak investasinya ke ekspor kurang signifikan,” kata dia.

Selain itu, keberatan dari partai politik pendukung pemerintah juga menunjukkan bila kebijakan tersebut tak ideal dan sesuai dengan visi pemerintah.

Nailul justru melihat sikap PDI-P tersebut nantinya bisa membuat rencana relaksasi DNI ini berubah total dari yang telah diumumkan oleh Kemenko Perekonomian, bahkan bisa jadi dibatalkan.

“Yang jelas pemerintahan Jokowi ini bukan sekali ini saja melakukan pembatalan dan penundaan,” kata dia.

Baca juga artikel terkait INVESTASI ASING atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz