Menuju konten utama

Rekor-rekor Baru Dow Jones

Indeks Dow Jones terus memecahkan rekor baru, di tengah berbagai keruwetan politik selama pemerintahan Donald Trump.

Rekor-rekor Baru Dow Jones
Ilustrasi saham Dow Jones. Getty Images/iStock Editorial

tirto.id - Dalam sembilan hari belakangan ini, indeks Dow Jones rajin mencetak rekor baru. Sudah delapan rekor terpecahkan dalam delapan hari perdagangan.

Pada perdagangan Kamis (3/8) waktu setempat atau Jumat (4/8) dini hari, indeks Dow Jones ditutup pada posisi 22.026. Pada pertengahan perdagangan, indeks Dow Jones bahkan sempat menyentuh level 22.040. Sementara indeks S&P 500 turun 0,2%, indeks Nasdaq turun 0,4%, Russell 2000 turun 0,5%.

Indeks di pasar saham sedikit melemah pada akhir perdagangan ketika ada laporan dari Wall Street Journal bahwa Penasihat Khusus Robert Mueller menolak juri agung di Washington untuk menyelidiki tuduhan campur tangan Rusia ketika berlangsung pemilu presiden di AS tahun 2016 lalu.

Rekor Dow Jones kembali pecah pada perdagangan Jumat (4/8), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup naik 0,3 persen menjadi 22.092,81. Sepanjang pekan ini, indeks Dow Jones naik 1,2 persen.

Kenaikan indeks berlanjut dengan kenaikan terbesar terjadi pada saham-saham sektor perbankan, dipimpin oleh JPMorgan Chase. Hal itu terjadi setelah data ekonomi berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja pada Juli menunjukkan angka yang melebihi ekspektasi.

Data tenaga kerja yang kuat akan memuluskan jalan bagi Federal Reserve untuk mengumumkan rencana memulai mengurangi portofolio surat utangnya pada September, juga memperkuat kemungkinan kenaikan suku bunga untuk ketiga kalinya selama tahun ini pada Desember.

Kenaikan Dow Jones yang luar biasa itu sudah lama tidak terjadi. Kenaikan signifikan terakhir kali terjadi pada awal 2009, ketika Dow Jones berada pada level 7.063. Kenaikan indeks ketika itu membuat rekening saham para investor menjadi gendut dalam waktu singkat.

Perbaikan Ekonomi, Kenaikan Indeks

Indeks Dow Jones terbentuk atas 30 saham emiten yang berasal dari berbagai macam industri. Mulai dari jasa keuangan, kesehatan hingga teknologi dan telekomunikasi, Dow Jones hanya butuh waktu 107 hari perdagangan saja untuk naik dari 21.000 menjadi 22.000. Saham Boeing menyumbang kenaikan terbesar, sebanyak 380 poin sejak 1 Maret, disusul oleh saham McDonald's (171) dan UnitedHealth Group (166).

INFOGRAFIK Rekor Baru di Wall Street

Indeks yang naik secara persisten pada tahun ini merupakan kombinasi dari laba emiten yang meningkat pesat, suku bunga rendah juga pemulihan ekonomi. Kenaikan dan optimisme di pasar saham juga terkait dengan kemenangan Donald Trump pada pemilu lalu. Trump berjanji akan memangkas pajak, berinvestasi pada infrastruktur dan meningkatkan anggaran untuk milter. Indeks terus mendaki setelah pemilu. Dihitung-hitung, sudah naik 23 persen.

“Ini merupakan perkembangan yang luar biasa, pasar saham berjalan sesuai dengan harapan,” kata Mark Happenstall, CIO pada Penn Mutual Asset Management. “Pasar bergerak karena alasan yang tepat yaitu kinerja, itu mendukung valuasi di pasar,” katanya lagi seperti dikutip CNBC.

Memang ada beberapa perusahaan yang akan memetik keuntungan dari janji-janji Trump tersebut. Sebut saja misalnya Boeing. Jika memang Trump benar akan menaikkan anggaran militernya, Boeing pun akan kecipratan rezeki. Boeing memiliki divisi pertahanan yang bisa kebanjiran order. Optimisme terhadap Boeing terbukti dari harga sahamnya yang sudah melesat 70 persen sejak pemilu. Kenaikan saham Boeing ini menggerakkan indeks Dow Jones.

Baca laporan khusus Tirto tentang pengaruh Trump terhadap pasar saham : Donald Trump dan Gonjang Ganjing Pasar Modal 2016

Pada kuartal pertama lalu, beberapa analis terlihat skeptis dengan janji-janji Trump. Akan tetapi, pasar saham seolah tidak peduli. Harga saham terus naik. Emiten besar yang memiliki pangsa pasar di luar negeri terus membukukan laba.

Pelemahan kurs dolar AS terhadap mata uang lain, yang biasa terjadi ketika pasar sedang bullish, justru membantu membuat harga barang produksi AS di luar negeri menjadi lebih murah. “Dampak pelemahan dolar mulai terlihat pada kinerja emiten,” kata Craig Birk EVP pada Personal Capital fund manager California yang mengelola dana 4,9 miliar dolar AS seperti dikutip Washington Post. “Hal itu juga memberikan keyakinan, penguatan yang kita lihat pada laporan keuangan, akan terus berlanjut hingga akhir tahun nanti. Pelemahan dolar sudah menjadi umum di seluruh dunia. Juli lalu, merupakan penurunan kesembilan secara berturut-turut,” ujar Craig lagi.

Yang Menikmati Kenaikan Saham

Siapa yang menikmati kenaikan harga saham? Menurut data dari Federal Reserve, separuh dari orang AS tidak berinvestasi di bursa. Para investor bursa kebanyakan orang kaya, bukan kelas menengah dan pekerja.

Menurut survei Gallup, sebanyak 89% keluarga dengan pendapatan lebih dari 100.000 dolar AS setidaknya menanamkan uangnya di pasar modal. Sementara hanya 21% keluarga dengan penghasilan 30.000 dolar AS atau kurang, yang berinvestasi di pasar modal.

Banyak juga investor yang masih minggir dari pasar modal, sehingga kehilangan kesempatan untuk menikmati kenaikan bursa terbesar sepanjang sejarah pasar modal AS. Umumnya mereka masih takut dan trauma karena krisis finansial pada tahun 2008 lalu.

Sebagian besar warga AS yang berinvestasi di pasar modal menyimpan dan mengembangkan dana mereka pada reksa dana, dana pensiun atau tabungan pendidikan. Hanya 25% yang memiliki saham secara individu menurut survei pada tahun 2015.

Kenaikan di pasar saham baik untuk investor yang sudah terlebih dahulu berinvestasi. Sehingga ketika harga saham naik, dia berkesempatan untuk menjual sahamnya. Tetapi pasar saham yang tinggi tidak baik bagi mereka yang membeli saham karena harganya sudah melambung.

Baca juga artikel terkait WALL STREET atau tulisan lainnya dari Yan Chandra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Yan Chandra
Penulis: Yan Chandra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti