Menuju konten utama

Rekam Jejak Mentereng Milik Karen Agustiawan Sebelum Jadi Tersangka

Terseretnya Karen dalam kasus korupsi ini memang membuat banyak pihak kaget. Ia punya prestasi cemerlang saat memimpin Pertamina.

Rekam Jejak Mentereng Milik Karen Agustiawan Sebelum Jadi Tersangka
Galaila Karen Agustiawan. FOTO/bumn.go.id

tirto.id - Kejaksaan Agung resmi menahan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Galaila Agustiawan, Senin (24/9/2018) setelah menjalani pemeriksaan sejak pagi. Perempuan kelahiran Bandung, 60 tahun silam ini ditahan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi investasi Pertamina di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.

Mantan Dirut Pertamina periode 2009-2014 ini kemudian dibawa menggunakan mobil tahanan menuju Rumah Tahanan Negara (Rutan) Pondok Bambu, Jakarta Timur untuk menjalani penahanan selama 20 hari ke depan, terhitung dari 24 September 2018. Sebelumnya, Karen ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Maret 2018.

Karen Agustiawan ditetapkan sebagai tersangka melalui Surat Perintah Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Tap-13/F.2/Fd.1/03/2018 tanggal 22 Maret 2018. Ia pun sudah dicekal sejak enam bulan lalu.

Kasus yang menyeret nama Karen Agustiawan ini berawal ketika Pertamina melakukan akuisisi (Investasi Non-Rutin) berupa pembelian sebagian aset (Interest Participating/IP) milik ROC Oil Company Ltd di lapangan Basker Manta Gummy (BMG) Australia. Akuisisi itu berdasarkan Agreement for Sale and Purchase-BMG Project tanggal 27 Mei 2009.

Dalam pelaksanaannya ditemukan adanya dugaan penyimpangan dalam pengusulan investasi yang tidak sesuai dengan Pedoman Investasi dalam pengambilan keputusan investasi tanpa adanya "Feasibility Study" (Kajian Kelayakan), berupa kajian secara lengkap atau "Final Due Dilligence" atau tanpa adanya persetujuan dari Dewan Komisaris.

Kejaksaan menilai penyimpangan itu mengakibatkan peruntukan dan penggunaan dana 31,49 juta dolar AS serta biaya-biaya lain senilai 26,8 juta dolar Australia tidak memberikan manfaat atau keuntungan kepada Pertamina dalam rangka penambahan cadangan dan produksi minyak nasional.

Akibatnya, investasi itu mengakibatkan kerugian keuangan negara cq. PT. Pertamina (Persero) sebesar 31,49 juta dolar AS dan 26,8 juta dolar Australia. Menurut perhitungan Akuntan Publik, nilai kerugian itu setara Rp568,06 miliar.

Akan tetapi, Karen Agustiawan mengaku dirinya hanya menjalankan prosedur dalam investasi perusahaan tersebut di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia. “Saya sebagai Dirut Pertamina saat itu sudah menjalani tugas mengikuti prosedur,” kata Karen menjelang dibawa ke Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur, seperti dikutip Antara, Senin (24/9/2018).

Jejak Karen Agustiawan Saat di Pertamina

Terseretnya nama Karen Agustiawan dalam kasus dugaan korupsi ini memang membuat banyak pihak terkaget-kaget. Pasalnya, saat menjadi nakhoda perusahaan pelat merah yang bergerak di sektor minyak dan gas (migas) itu, Karen terbilang cukup sukses. Pada 2013, ia bahkan pernah membawa Pertamina masuk dalam jajaran 500 perusahaan dunia terbesar.

Catatan tersebut tentu membanggakan. Sebab, baru pertama kalinya Pertamina masuk dalam daftar FORTUNE Global 500 ---ajang tahunan yang dilakukan Majalah Fortune sejak 1955. Bagi sebuah perusahaan, masuk dalam daftar ini merupakan simbol keberhasilan korporasi karena mencerminkan pengakuan dunia, apalagi, Pertamina merupakan perusahaan Indonesia yang pertama masuk dalam daftar bergengsi dunia itu.

Pada 2014, Pertamina yang berada di posisi 123 mengalahkan beberapa perusahaan dunia lain, seperti PepsiCo yang ada di peringkat 137, Unilever di peringkat 140, Google yang ada di posisi 162 dan Caterpillar yang ada di peringkat 181.

Keberhasilan Pertamina tak lepas dari cemerlangnya kinerja keuangan perseroan. Pada tahun fiskal 2013, Pertamina memang berhasil membukukan total pendapatan sebesar 71,1 miliar dolar AS. Sementara laba bersih pada 2013 meningkat 11 persen menjadi 3,07 miliar dolar AS dari tahun sebelumnya, yaitu 2,77 miliar dolar AS, kendati masih mengalami rugi sebesar Rp5,7 triliun pada bisnis elpiji non subsidi 12 kilogram (kg).

Di bawah kepemimpinan Karen Agustiawan ini, Pertamina juga terlihat aktif berekspansi bisnis migas di sejumlah negara. Salah satu prestasi besarnya adalah pembelian aset milik Conoco Phillips di Aljazair pada Desember 2012.

Saat itu, Karen mengatakan akusisi itu dapat menambah produksi Pertamina secara signifikan dalam waktu cepat dengan minyak mentah berkualitas tinggi. Target peningkatan produksinya sebesar 35.000 bopd, yang efektif pada 1 Juli 2013.

“[...] Kami harapkan nanti kalau ada kunjungan secara G to G, kami bisa mendapatkan aset-aset seperti ini lagi di Algeria [Aljazair]. Keinginan kami juga untuk mendapatkan LNG yang murah di Algeria untuk menambah pasokan di FSRU baik, untuk di Jawa Barat maupun di Arun Regasification,” kata Karen seperti dikutip laman resmi Pertamina.

Selain sukses membawa Pertamina ke level internasional, perempuan lulusan Teknik Fisika, Institut Teknologi Bandung (ITB) ini juga pernah tercatat menempati urutan teratas daftar 50 wanita pelaku bisnis paling kuat di Asia versi majalah bisnis Forbes pada 2011. Ia juga tercatat sebagai wanita pertama yang menduduki jabatan Dirut Pertamina pada 2009.

Dalam sejarah Pertamina, Karen Agustiawan juga tercatat sebagai dirut paling lama, yaitu periode 2009-2014 (lima tahun)–setidaknya hingga saat ini. Ia menggantikan Ari Hernanto Soemarno sebagai Dirut Pertamina periode 2006-2009.

Pada Agustus 2014, Karen Agustiawan memutuskan diri untuk mundur sebagai Dirut Pertamina. Keputusan Karen itu sempat menjadi sorotan publik karena dikabarkan ada tekanan politik dari pihak tertentu, meskipun kabar tersebut ditepis Dahlan Iskan yang saat itu menjabat sebagai Menteri BUMN.

“Surat pengunduran diri Ibu Karen sudah kami terima, dan [kami] memenuhi permintaan tersebut,” Dahlan seperti dikutip Antara, 18 Agustus 2014.

Menurut Dahlan, pemegang saham tidak bisa lagi menahan Karen untuk tetap memimpin Pertamina. Sesungguhnya, kata Dahlan, Karen sudah cukup lama berkeinginan untuk mundur dari Pertamina, tapi karena sumbangsihnya masih dibutuhkan, maka permintaannya selalu ditolak.

Meski begitu, Dahlan juga menampik isu kemunduran Karen terkait dengan persoalan rencana kenaikan BBM. “Tidak... ini murni karena Ibu Karen mau mengajar,” kata dia.

Setelah mengundurkan diri sebagai Dirut Pertamina, Karen benar-benar hijrah ke Amerika dan mengajar di Harvard University. Ia pun tak pernah lagi muncul di media massa dalam waktu yang cukup lama. Akan tetapi, namanya mulai disebut-sebut kembali seiring dengan kasus dugaan korupsi investasi Pertamina di BMG Australia tahun 2009 yang diusut Kejaksaan Agung.

Dan perempuan kelahiran Bandung, 19 Oktober 1958 yang namanya pernah tercatat dalam daftar Asia's 50 Power Businesswomen itu harus mendekam di tahanan, setidaknya untuk 20 hari ke depan.

Baca juga artikel terkait KASUS KORUPSI PERTAMINA atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Hukum
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz