Menuju konten utama

Regenerasi Ganda Putra yang Berbuah Juara All England

Setelah Hendra/Ahsan bubar, beban prestasi di ganda putra kini dialihkan pada Kevin/Markus dan Angga/Ricky. Meski bersaing, kedua pasangan ini saling membutuhkan satu sama lain.

Regenerasi Ganda Putra yang Berbuah Juara All England
Ekspresi kemenangan pasangan ganda putra Indonesia, Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya Sukamuljo menjuarai All England 2017 setelah mengalahkan pasangan ganda China Li Junhui/Liu Yuchen di Birmingham, Minggu (12/3). FOTO/http://badmintonindonesia.org

tirto.id - Sejak 1 Desember 2016, Pelatnas PBSI di Cipayung memang kehilangan seorang sosok panutan. Dia adalah Hendra Setiawan. Pebulutangkis ganda putra andalan Indonesia ini memutuskan pensiun dari pelatnas yang sudah membesarkannya dan berperan besar dalam 15 tahun karirnya di dunia bulutangkis.

Sosok ini adalah tulang punggung prestasi Indonesia di nomor ganda putra. Hendra merupakan pemain bulutangkis Indonesia dengan gelar individu terlengkap. Ia sudah pernah menyabet tiga gelar juara dunia, dua kali juara Asian Games, dan juara Olimpiade pada tahun 2008 di Beijing bersama Markis Kido. Sebelum pensiun dari pelatnas, Hendra duduk di peringkat dua dunia bersama Mohammad Ahsan.

Mundurnya Hendra otomatis tinggal menyisakan Ahsan sebagai pemain senior di pelatnas. Tim ganda putra saat ini memang didominasi anak-anak muda yang berusia di bawah 25 tahun: Ricky Karanda Suwardi, Angga Pratama, Kevin Sanjaya, Marcus Gideon, Fajar Alfian dan Muhammad Ardianto.

Hendra sendiri pergi dari Pelantas dengan mantap. Dia merasa yakin akan masa depan cerah ganda putra Indonesia. “Sudah waktunya bagi saya untuk berkarir di dunia bulutangkis profesional. Saya yakin adik-adik saya di pelatnas akan berprestasi lebih baik lagi kedepannya,” ucapnya.

Tadi malam, prediksi Hendra Setiawan itu terbukti betul di Birmingham, Inggris. Hasil membanggakan datang dari pasangan ganda putra Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon yang sukses menjuarai All England 2017.

Tak tanggung-tanggung, kemenangan Kevin/Marcus pun dipastikan dalam dua game saja. Mereka mengalahkan pasangan unggulan dua asal Tiongkok, Li Junhui/Liu Yuchen, dengan skor 21-19 dan 21-14.

Gelar ini jadi pelepas dahaga di sektor ganda putra mengingat Indonesia sempat puasa cukup lama pasca Hendra/Ahsan juara All England di tahun 2014. Selama dua musim berturut, ganda putra Indonesia selalu kepayahan, tak hanya juara untuk lolos ke final pun tak mampu.

Pasca Hendra/Ahsan bubar, beban Indonesia di ganda putra memang dipindahkan pada dua pasangan Marcus/Kevin dan Angga/Ricky. Sebelum Hendra/Ahsan bubar, penampilan dua pasangan ini cukup menanjak.

Pada 2016 lalu, Angga/Ricky bahkan sempat masuk 10 besar dunia dan membuka peluang lolos ke Olimpiade Rio 2016 menemani Hendra/Ahsan. Performa labil mereka di pertengahan tahun membuat asa itu gagal terlaksana hingga malah terjerembab ke posisi 15 pada Oktober 2016.

Di saat semua orang tertuju pada Angga/Ricky, Marcus/Kevin mendobrak membikin kejutan. Dari 12 seri di BWF Super Series, Marcus/Kevin merengkuh tiga gelar; Australia Open, India Open dan China Open. Capaian ini bahkan lebih baik ketimbang senior mereka Hendra/Ahsan yang tidak mendapat gelar super series sama sekali.

Dalam konteks ranking di BWF, Marcus/Kevin melejit lebih baik ketimbang Angga/Ricky. Pada periode Januari-Oktober, peringkat Marcus/Kevin selalu berkutat di posisi belasan. Namun setelah November 2016, Marcus/Kevin langsung merangsek masuk 10 besar.

Hasil baik di China Open Superseries dan Dubai World Superseries yang terjadi pada bulan November dan Desember semakin menambah poin-poin Marcus/Kevin, hingga pada penghujung 2016 mereka ada di peringkat 2 dunia dengan raihan 69,051 poin.

Ini tentu capaian yang mengejutkan karena untuk kali pertama dalam empat tahun terakhir, posisi Hendra/Ahsan sebagai ganda putra terbaik dunia berhasil digeser oleh pasangan pelapis.

Faktor utama kenapa poin Marcus/Kevin bisa lebih cepat naik karena jumlah turnamen yang mereka ikuti di 2016 lebih banyak ketimbang pasangan lainnya.

Jika pasangan lain bermain 10-12 turnamen, maka Markus/Kevin bermain di 18 turnamen. Tidak hanya ajang Superseries, ajang kelas dua Grandprix Masters pun mereka juga ikuti, hasilnya positif, dua gelar di Grandprix Gold di ajang Indonesia Masters dan Malaysia Masters memperbanyak perolehan poin mereka.

Cerminan kebangaan prestasi bulutangkis Indonesia tentu tidak digambarkan oleh ranking individu para pemainnya. Hendra/Ahsan pada medio 2015-2016, dikritik habis-habisan lantaran meski sering masuk tiga besar toh mereka tetap saja seret dalam soal gelar, hanya tiga gelar juara dalam dua tahun.

Kontradiksi dengan Markus/Kevin yang meski tidak diunggulkan nyatanya dalam setahun terakhir mengemas lima gelar. Memasuki musim 2017, Markus/Kevin tentu kini berstatus unggulannya.

Untungnya status ini tak membikin mereka jemawa. Hal ini diakui langsung oleh sang pelatih Herry Iman Pierngadi. Ia menyebut Kevin/Marcus punya kelebihan lain ketimbang pebulutangkis muda lainnya. Yakni mental tanding yang mumpuni. Itu sebabnya tak peduli diunggulkan atau tidak, kata Herry, Kevin yang merupakan binaan klub PB Djarum dan Marcys binaan klub Tangkas Intiland akan selalu berusaha tampil baik.

“Mereka seperti petarung yang tak pernah takut akan lawan. Di lapangan, salah satunya terlihat jika Kevin/Marcus dalam situasi tertinggal poin. Mereka tidak panik sebelum pertandingan selesai,” katanya dikutip dari situs resmi PBSI.

Infografik Juara All England

Dibandingkan nomor-nomor lain, regenerasi di sektor ganda putra memang lebih cepat. Secara kuantitas nama-nama baru yang muncul pun relatif banyak. Dalam soal kualitas pun selisihnya tidak terlalu jauh.

Dalam ranking BWF misalnya, ranking di ganda campuran antara pemain lapis dua Praveen Jordan/Debby Susanto ke lapis tiga Ronald/Melati Oktavianti amat jauh, ranking 6 dan ranking 17. Bandingkan di ganda putra. Saat Hendra/Ahsan duduk di posisi 2 pada Oktober 2016, posisi Angga/Ricky ada di urutan 8, sedangkan pemain lapis tiga Markus/Kevin di posisi 13.

Inilah yang disebut Herry membikin tim lebih bersaing. Ini bagus karena memacu atlet berebut posisi yang ditinggalkan Hendra/Ahsan. Puncak persaingan ini terjadi di Australian Open 2016, saat dua pasangan pelapis Kevin/Markus dan Angga/Ricky membikin all Indonesian Final di Sydney Olympic Park Sports Centre.

Kondisi seperti ini harus dipertahankan, sebab pada nomor ganda putra kelak kita tak lagi hanya bergantung pada satu pasangan saja. Tak peduli Markus/Kevin atau Angga/Ricky atau Ahsan/Rian sekalipun yang penting lagu Indonesia Raya bisa tetap diperdengarkan tiap ajang Superseries digelar.

Baca juga artikel terkait ALL ENGLAND atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Olahraga
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Zen RS