Menuju konten utama
26 Desember 1991

Reformasi ala Gorbachev Picu Bubarnya Uni Soviet

Sepeninggal Stalin, Uni Soviet kian lemah. Reformasi sejak era Khruschev hingga Gorbachev justru memicu bubarnya negara itu.

Reformasi ala Gorbachev Picu Bubarnya Uni Soviet
Ilustrasi bubarnya Uni Soviet. tirto.id/Deadnauval

tirto.id - Hingga 1 Januari 1991, Uni Soviet adalah negara terbesar di muka bumi. Wilayahnya mencakup hampir seperenam permukaan daratan bumi. Lebih tepatnya seluas 22.400.000 km persegi. Area sebesar itu dihuni penduduk sebanyak 290 juta jiwa dengan beragam etnis, mulai dari Rusia (50,78 persen), Ukraina (15,45 persen), Uzbek (5,84 persen), Belarusia (3,51 persen), Kazakh (2,38 persen), hingga Armenia (1,62 persen).

Uni Soviet berhasil mengalahkan pasukan Nazi Jerman pada Pertempuran Berlin 1945, punya puluhan ribu senjata nuklir, mendirikan Pakta Warsawa pada 1955 sebagai aliansi militer negara-negara Blok Timur, dan sukses mengembangkan program luar angkasa sejak 1950-an. Sejumlah prestasi mentereng itu sudah layak untuk menggelari Soviet dengan sebutan adikuasa.

Catatan CIA World Factbook pada 1991 menyebut, tingkat literasi rakyat Uni Soviet tergolong tinggi dengan 98 persen warga berusia di atas 15 dapat membaca dan menulis. Usia harapan hidup rakyat Uni Soviet rata-rata 65 tahun untuk laki-laki, dan 74 tahun untuk perempuan. Tingkat migrasi penduduknya nol persen.

Tapi segala kejayaan itu runtuh sejak 1 Januari 1991. Uni Soviet mengalami keretakan hebat. Para pemimpin Rusia, Ukraina, dan Belarusia (tiga negara pelopor berdirinya Uni Soviet) menandatangani perjanjian yang mengatur persemakmuran negara-negara merdeka pada 8 Desember 1991—itulah pertanda awal bubarnya Uni Soviet.

Stasiun televisi Rusia pada 21 Desember 1991 bahkan memulai program siaran dengan pengumuman: "Selamat malam. Inilah beritanya. Negara Uni Soviet kini sudah tidak ada lagi. "

Mikhail Gorbachev memilih mengundurkan diri dari kursi pemimpin tertinggi Uni Soviet di tanggal 25 Desember 1991. Keesokan harinya, pada 26 Desember 1991, tepat hari ini 27 tahun lalu, Uni Soviet resmi bubar dengan ditandai pengambilalihan kantor-kantor Uni Soviet oleh pemerintahan Rusia.

Kepergian Stalin, Reformasi Soviet

Untuk sebuah negara adidaya, dengan hanya bertahan 70 tahun (1922-1991) jelas merupakan rentang yang pendek. Ada banyak faktor yang memengaruhi bubarnya negara adikuasa itu.

Sejak pemimpin Revolusi Bolshevik Vladimir Lenin meninggal pada 1924, tampuk kekuasaan Uni Soviet jatuh di tangan Joseph Stalin. Di masa inilah wajah Soviet lebih banyak berbicara kepada dunia ketimbang masa kepemimpinan singkat Lenin.

Seperti dilaporkan BBC, Stalin memilih memperkuat kebijakan "sosialisme di satu negara" ketimbang revolusi sosialisme dunia. Ide-ide Stalin kemudian populer di kalangan Partai Komunis Uni Soviet (PKUS) sebagai partai penguasa tunggal.

Stalin menggenjot program yang bakal membikin Soviet menjadi negara industri modern. Ia mendorong peningkatan produksi di sektor batubara, minyak, baja dan lainnya. Stalin juga memodernisasi pertanian dengan cara mengambilalih alat produksi untuk dikelola negara.

Mangkatnya Joseph Stalin pada 5 Maret 1953 membuat kontrol kuat Uni Soviet kian mengendur. Banyak orang berduka karena kehilangan pemimpin besar yang mengubah Uni Soviet dari ekonomi feodal menjadi kekuatan industri serta berperan mengalahkan Adolf Hitler.

Namun bagi jutaan orang yang dipenjara akibat kebijakan Stalin, kematian orang yang mereka sebut sebagai salah satu diktator paling kejam di dunia itu membawa harapan baru. Faksi-faksi yang tidak puas kepada rezim Stalin mulai melakukan reformasi.

Dalam The Dilemmas of De-Stalinization: Negotiating Cultural and Social Change in the Khrushchev Era (2006), sejarawan Polly Jones menegaskan, saat Nikita Khrushchev menggantikan Stalin, dimulailah program Khrushchev Thaw yang sebenarnya merupakan upaya de-Stalinisasi Uni Soviet. Khrushchev mengkritik pengkultusan sosok Stalin dalam pidato di Kongres Partai Komunis Uni Soviet (PKUS) ke-20 pada 25 February 1956. Ia juga melonggarkan aturan-aturan ketat dan membebaskan tahanan politik era Stalin.

Reformasi Soviet terus digenjot hingga naiknya Mikhail Gorbachev sebagai sekretaris jenderal PKUS pada 11 Maret 1985. Ia meluncurkan program percepatan ekonomi dan merampingkan birokrasi pemerintahan yang dianggap ruwet. Encyclopaedia Britannica mencatat, dibanding merangsang kebangkitan komunisme, Gorbachev lebih memilih kebijakan glasnost ("keterbukaan") dan perestroika ("restrukturisasi").

Glasnost dimaksudkan untuk mendorong dialog dan membuka pintu kritik terhadap seluruh aparat Uni Soviet. Kontrol negara atas media maupun opini publik mengendur, gerakan reformasi demokratik menggema di seluruh Uni Soviet. Sedangkan perestroika ditujukan untuk memperkenalkan kebijakan pasar bebas bagi industri yang dikelola pemerintah. Kontrol harga juga dicabut di beberapa pasar meski struktur birokrasi komunis masih tetap bercokol.

Saat Presiden Amerika Serikat (AS) Ronald Reagen meluncurkan program Pertahanan Strategis pada 1983, di mana AS membangun sistem pertahanan rudal balistik antarbenua, Soviet merespon dengan menaikkan anggaran militer. Diperkirakan anggaran militer Soviet berada di angka 10 sampai 20 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara.

Prioritas pendanaan militer ini berbanding terbalik dengan tren ekonomi yang lesu. Bahkan di era Gorbachev yang mencanangkan transisi pasar bebas, dukungan dari para inovator teknologi dan wirausahawan masih diarahkan ke hal-hal yang berkaitan dengan industri pertahanan.

Beberapa faktor gabungan tersebut makin mendorong gerakan separatis Soviet tumbuh subur. Ditambah lagi kenyataan bahwa Soviet terdiri dari beragam kelompok etnis yang memiliki identitas kebangsaan sendiri.

Infografik Mozaik Bubarnya Uni Soviet

Infografik Mozaik Bubarnya Uni Soviet

Berakhirnya Perang Dingin?

Perang Dingin ditandai dengan aksi berebut pengaruh secara sengit antara Uni Soviet dan AS. Setelah Perang Dunia II (1939-1945) berakhir, muncul dua kekuatan besar: Blok Barat yang dipimpin AS dan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet. Medium politik, ekonomi, hingga propaganda dipakai untuk berebut pengaruh serta dukungan dari negara-negara yang baru merdeka setelah PD II.

Hancurnya Uni Soviet jelas memengaruhi peta perseteruan Blok Timur dan Barat. Di akhir 1991, adikuasa itu hancur berkeping-keping menjadi 15 negara baru yang independen, termasuk Rusia sebagai sebuah negara demokrasi.

Vladislav Zubok dalam A Failed Empire: The Soviet Union in The Cold War from Stalin to Gorbachev (2007) menyebut, reformasi Mikhail Gorbachev yang mengakhiri isolasi, membongkar dogma-dogma ideologis, serta menampilkan wajah baru Soviet berakhir dengan kebangkrutan. Momen ini sekaligus dianggap mengakhiri era Perang Dingin.

Tetapi sesungguhnya Perang Dingin tidak benar-benar selesai. Uni Soviet runtuh, Rusia berdiri sebagai negara pewaris sisa kejayaannya. Perseteruan Rusia dengan AS dalam bingkai Perang Dingin masih berlanjut. Kedua negara masih secara rutin melakukan praktik spionase. Tak jarang keduanya memergoki aksi tersebut dan saling mendeportasi diplomat, mengusir warga negara, menangkap agen rahasia, dan lainnya.

Baca juga artikel terkait SEJARAH DUNIA atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Politik
Penulis: Tony Firman
Editor: Ivan Aulia Ahsan