Menuju konten utama

Realistiskah Target Pertumbuhan Kredit 2021 dari OJK-BI?

OJK-BI memperkirakan kredit tumbuh pesat tahun ini. Bagi sebagian pihak itu tak realistis.

Realistiskah Target Pertumbuhan Kredit 2021 dari OJK-BI?
Refleksi pekerja konstruksi dari jendela kaca. AP Photo / Tatan Syuflana

tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) kompak menargetkan kredit tumbuh pesat pada 2021. OJK mematok angka 7,5% year on year (yoy), sementara BI lebih optimistis dengan kisaran 7-9%.

Target mereka bertolak belakang dengan pertumbuhan kredit 2020 yang mengalami kontraksi 2,41%. Ini adalah level terendah setidaknya dalam 10 tahun terakhir. Selama itu pertumbuhan kredit belum pernah berada di zona negatif alias jumlah kredit yang disalurkan terus berkurang.

Tak heran jika sebagian pihak pesimistis angka tersebut dapat tercapai. Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani mengatakan organisasinya hanya memperkirakan pertumbuhan kredit tahun ini berada di kisaran 5%. Itu pun dengan catatan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) tak lagi diperpanjang dan program vaksinasi berjalan lancar sesuai target 15 bulan.

“Kalau program vaksinasi mundur dan kebijakan pemerintah masih melakukan pembatasan-pembatasan usaha, pertumbuhan kredit berpotensi tumbuh di bawah 5%,” ucap Ajib kepada reporter Tirto, Senin (25/1/2021).

Perkiraan yang rendah itu disebabkan masih lesunya permintaan masyarakat di awal tahun. Hal ini terlihat dari tingginya pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) akhir 2020 yang mencapai 11,11% atau lebih pesat dari akhir 2019 yang hanya 6,54%. Angka ini menunjukkan bahwa di penghujung tahun 2020 masyarakat yang memiliki daya beli masih gemar menyimpan uang alih-alih melakukan konsumsi.

Korporasi pun masih menahan diri untuk menambah kredit baru, katanya. Dampaknya bakal sangat terasa pada pertumbuhan kredit karena korporasi menyumbang sekitar 50% dari total kredit perbankan.

Atas dasar itu semua Ajib menilai pemerintah dan OJK sebaiknya tidak memaksakan diri mencapai target penyaluran kredit yang tinggi. Jangan sampai pertumbuhan kredit digenjot tetapi rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) juga ikut naik. Per Desember 2020 saja NPL gross perbankan sudah menyentuh 3,06%, naik dari akhir 2019 yang mencapai 2,53% maupun akhir 2018 yang mencapai 2,37%.

Belum lagi OJK juga telah memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit dari hanya sampai Maret 2021 menjadi Maret tahun depan. Hal ini menandakan beban perbankan masih cukup besar karena ada sejumlah kredit yang masih belum sepenuhnya dilunasi. Alhasil, perbankan masih akan selektif memilah bakal menyalurkan kredit ke sektor usaha.

“Perbankan, kan, high regulated. Mereka harus hati-hati ketika menyalurkan,” ucap Ajib.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan pemerintah harus lebih serius menangani pandemi bila ingin target kredit tercapai. Pertumbuhan kredit yang tinggi hanya bisa dicapai bila pemulihan ekonomi nasional sudah terjadi dan itu berkaitan erat dengan seberapa cepat pandemi mereda.

Ia memperkirakan target OJK-BI hanya dapat tercapai jika pemulihan ekonomi sudah terjadi paling lambat pada Q3 2021. Lebih dari itu target pertumbuhan kredit yang tinggi akan semakin sulit tercapai.

“Pertumbuhan kredit bisa dicapai dengan asumsi pandemi akan mereda dan berakhir tahun ini sehingga perekonomian segera bangkit mulai Q3,” ucap Piter kepada reporter Tirto lewat pesan singkat, Senin.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, dalam acara bertajuk 'Outlook Perekonomian Indonesia 2021', Selasa (22/12/2020), pernah menyampaikan kalau pertumbuhan kredit 2021 memang akan cukup menantang karena dipengaruhi rendahnya pertumbuhan kredit 2020. Atas alasan itu, ia mematok prediksi pertumbuhan kredit 2021 6-7%, di bawah perkiraan BI 7-9%.

Namun, dalam pertemuan tahunan industri jasa keuangan 2021 secara virtual, Jumat (15/1/2021), Wimboh memaparkan target lebih tinggi di angka 7,5% plus minus 1 atau 6,5 sampai 8,5%. Menurut Wimboh, angka ini masih bisa dicapai karena ia yakin permintaan akan berangsur pulih.

Untuk menyambut pemulihan permintaan itu, menurutnya OJK sudah menyiapkan sejumlah langkah. Misalnya, menurunkan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) kredit dan pembiayaan. ATMR biasa menjadi indikator seberapa besar risiko yang dimiliki perbankan dengan membandingkan banyaknya kredit dengan aset. Jika ATMR diturunkan, maka bank dapat menyalurkan lebih banyak kredit dengan ambang batas perhitungan risiko yang lebih rendah.

“Kami juga akan melakukan dorongan kepada tumbuhnya demand dengan melakukan penurunan bobot ATMR risiko kredit pembiayaan properti dan kredit pembiayaan bermotor,” ucap Wimboh.

Baca juga artikel terkait PERTUMBUHAN KREDIT atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino