Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Ratih Purwarini, Dokter Pembela Perempuan Meninggal karena COVID-19

Ucapan dr. Ratih kepada perempuan korban kekerasan: "Lakukan yang membuatmu happy. Happy itu dari dirimu sendiri, tidak bergantung pada orang lain."

Ratih Purwarini, Dokter Pembela Perempuan Meninggal karena COVID-19
dr. Ratih Purwarini. twitter resmi/PB IDI

tirto.id - “Nong, selamat ulang tahun, semoga diberi usia yang berkah kesehatan yang baik, bermanfaat selalu bagi sesama dan bahagia dunia akhirat.”

Pesan itu disampaikan dokter Ratih Purwarini kepada Nong Choirunnisa pada 3 April 2019. Setahun berlalu, Nisa tidak mendapatkan pesan itu lagi pada ulang tahunnya. Dokter Ratih berpulang sebagai pasien dalam pengawasan COVID-19.

Pertemuan pertama Ratih dengan Nisa pada 2014. Ratih, seorang dokter di Rumah Sakit Duta Indah Jakarta Utara, mendaftar menjadi relawan Unit Pengaduan untuk Rujukan (UPR) Komnas Perempuan.

Tugas relawan itu antara lain menerima pengaduan korban, mengidentifikasi kebutuhan korban, mendokumentasikan kasus, dan merujuk ke lembaga layanan sesuai kebutuhan korban.

Saat itu Nissa bekerja sebagai koordinator UPR Komnas Perempuan. Tugasnya menyeleksi seluruh relawan, dari tes administrasi, tes tertulis, dan wawancara para peserta.

"Relawan UPR itu yang mendaftar ratusan, yang diterima kurang lebih 15 orang," kata Nissa kepada saya.

Nissa berkata nilai Ratih tentang pemahaman gender dan kekerasan terhadap perempuan "relatif tidak bagus." Namun, Ratih menunjukkan semangat untuk mengenal dan menolong perempuan korban, ujarnya. Nissa dan tim seleksi pun "bertaruh" dengan meloloskan Ratih yang terdaftar sebagai relawan cadangan.

Rupanya naluri Nissa dan teman-teman jitu.

Ratih selalu bersemangat berdiskusi dengan tim petugas pengaduan mengenai kekerasan terhadap perempuan. Ia juga tekun membaca kasus-kasus yang diadukan dan membaca literatur-literatur mengenai gender.

Kesehariannya sebagai dokter tak menghalangi kerja di Komnas Perempuan. Ia datang tepat waktu sesuai jadwal, yang bisa dua sampai tiga kali seminggu untuk bertugas. Dalam sehari, bisa ada 8 pengaduan dan untuk satu pengaduan bisa berjam-jam.

Pengalamannya di Komnas Perempuan berpengaruh terhadap kepekaan dia menghadapi pasien di rumah sakit. Ratih menyadari ada pasien jadi korban kekerasan oleh pasangan, karena itu ia bertanya mengenai luka-luka di tubuh pasien atau pertanyaan lain yang membuat pasien bercerita.

"Itu yang keren menurutku," ujar Nissa. "Dokter dengan pemahaman perspektif gender sangat membantu dia memahami pasien lebih dekat. Ini luar biasa buat saya."

Ratih mengabdi di Komnas Perempuan sampai November 2017 atau tiga tahun sejak ia diterima pada Oktober 2014. Meski telah berpisah jalan, hubungan Ratih dan Nissa dan kawan-kawannya di Komnas Perempuan masih belum terputus.

Bahkan Ratih masih sering mampir untuk memberi konsultasi kepada petugas lain yang sakit atau stres karena menerima aduan dari perempuan korban, kata Mariana Amiruddin, komisioner Komnas Perempuan.

"Saya orang yang beruntung bisa bertemu dengan dia dan tidak menyesal meluluskan dia sebagai relawan. Mengikuti proses dia sejak bergabung di Komnas Perempuan sampai sekarang, saya bersaksi dia sangat baik dan mengagumkan!" ujar Nissa.