Menuju konten utama

Rasis ke Mahasiswa Papua, Pemilik Akun @AgusMatta2 Ditangkap

Polisi menersangkakan seorang pengguna Twitter karena berkata rasis: usir mahasiswa Papua.

Rasis ke Mahasiswa Papua, Pemilik Akun @AgusMatta2 Ditangkap
Massa yang tergabung dalam Mahasiswa Papua Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme dan Militerisme membentangkan poster saat menggelar unjuk rasa di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (22/8/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/pd.

tirto.id - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap pemilik akun Twitter @AgusMatta2 lantaran diduga menyebarkan ujaran kebencian berbasis ras melalui media sosial.

Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Sulawesi Selatan yang menangkap pelaku, Senin (2/9/2019) kemarin.

"Hasil identifikasi terhadap akun tersebut diketahui berdomisili di Sulawesi Selatan dan admin akun tersebut telah ditangkap," ucap Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Jakarta, Selasa (3/9/2019).

Dalam akunnya, @AgusMatta2 mengunggah pernyataan: "usir semua mahasiswa dan pemuda monyet Papua kembali ke Papua. Setelah itu kami rakyat NKRI siap tenggelamkan, hancurkan." Cuitan inilah yang terindikasi melanggar hukum.

Sebagai bukti, polisi menyita telepon seluler berikut tangkapan layar unggahannya. Pelaku kini telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Terhadap tersangka dikenakan pasal menyebarkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA," ucap Dedi.

Pelaku dijerat Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Polisi menemukan sekitar 52 ribu konten hoaks perihal Papua dan Papua Barat sejak 28 Agustus hingga 1 September 2019--ketika demonstrasi terjadi.

Salah satu di antaranya adalah konten satire di Youtube yang diproduksi perusahaan media asal Australia, The Juice Media (TJM), dengan judul Honest Government Ad | Visit West Papua dengan durasi 2 menit 20 detik.

Dedi menyatakan ada keterkaitan antara informasi yang tidak benar di media sosial dan apa yang terjadi di masyarakat. Jika eskalasi informasi tersebut di akun media sosial banyak dan meningkat, katanya, maka potensi kerusuhan pun semakin tinggi.

Karena itulah polisi meminta Kemkominfo memblokir internet. Pemblokiran masih dilakukan meski dikritik dari berbagai penjuru oleh pegiat HAM dan informasi.

Kerusuhan di Papua terjadi karena persoalan rasisme di asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 Agustus lalu.

Polisi juga menerapkan tersangka hampir 50 sipil terkait kerusuhan yang terjadi di Papua. Terbanyak di Jayapura, jumlahnya mencapai 28 orang.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PAPUA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino