Menuju konten utama

Rapat Paripurna Komnas HAM akan Bahas Kasus Ginjal Akut jadi KLB

Keluarga korban gangguan ginjal akut telah mencari keadilan setelah anak yang dicintainya meninggal dunia. Mereka menyambangi Bareskrim hingga Komnas HAM.

Rapat Paripurna Komnas HAM akan Bahas Kasus Ginjal Akut jadi KLB
Kantor Komnas HAM, Jakarta. TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Komisioner Komnas HAM Putu Elvina menyatakan pihaknya akan gelar rapat paripurna untuk menimbang insiden ginjal akut sebagai kejadian luar biasa (KLB). Nantinya hasil rapat berbentuk rekomendasi kepada pemerintah.

“Terkait aduan kasus ginjal akut kami akan membahasnya dalam paripurna, karena kasus ini banyak menelan korban jiwa maupun dampak lainnya terhadap korban anak yang jumlahnya ratusan yang disebabkan karena kesalahan farmasi, kelalaian kontrol dan pengawasan obat, dan kelalaian lainnya,” ucap dia ketika dihubungi Tirto, Senin, 12 Desember 2022.

Penetapan status KLB tidak bisa gegabah, Komnas HAM harus menilai dan mempertimbangkan syarat penetapan KLB sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501 Tahun 2010. “Pemanggilan para pihak akan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan terhadap indikasi pelanggaran HAM kasus ini,” ujar Putu.

Komnas HAM pun berencana memanggil Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan ihwal kasus ginjal akut, namun ia belum bisa menjelaskan lebih detail perihal rencana itu.

Akibat perkara ini BPOM mengklaim pihaknya terus memverifikasi hasil pengujian bahan baku terhadap produk obat sirop lainnya serta informasi yang diperlukan untuk pemastian mutu, keamanan, dan khasiat obat.

Verifikasi ini dilakukan berdasar pemenuhan beberapa kriteria, antara lain kualifikasi pemasok, pengujian bahan baku setiap kedatangan dan setiap wadah, serta metode pengujian yang mengikuti standar atau farmakope terkini.

“BPOM akan terus memperbarui informasi terkait hasil pengawasan sirup obat dalam kejadian tidak diinginkan gagal ginjal akut progresif atipikal. Informasi akan disampaikan secara bertahap dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dan berdasarkan basis data registrasi produk di BPOM, serta verifikasi hasil pengujian bahan baku dan produk sirup obat,” kata Kepala BPOM Penny Lukito, 2 Desember.

Keluarga pasien gangguan ginjal akut mengadu ke Komnas HAM. Mereka mendesak agar kasus tersebut ditetapkan menjadi KLB. Apalagi, pemerintah terkesan tidak memberikan kekhususan penanganan penyakit ini meski sudah banyak korban berjatuhan.

"Banyak hal yang perhatiannya itu sangat minim, terutama masalah penanganan yang sedang dirawat, di mana di-cover oleh BPJS saja tanpa ada kekhususan. Bahkan alat-alat medis yang dibutuhkan yang seharusnya di-cover BPJS dinyatakan tidak ada stoknya, harus mencari sendiri," ungkap Kuasa Hukum dan Koordinator Advokasi untuk Kemanusiaan, Awan Puryadi, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (9/12/2022).

Kasus Gangguan Ginjal Akut

Ilustrasi - Ketua Dharma Wanita Persatuan (DWP) Aceh Mellani Subarni membesuk anak-anak pasien gagal ginjal akut yang menjalani perawatan di RSUD Zainoel Abidin, Banda Aceh, Sabtu (22/10). ANTARA/HO-Dokumentasi pribadi

Selain ke Komnas HAM, keluarga korban gangguan ginjal akut telah membuat laporan ke Bareskrim Polri. Mereka menyorot tentang dugaan kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang akibat kandungan obat yang tercemar etilen dan dietilen glikol. Pasal yang dimintakan korban yakni 338 juncto 359 KUHP, di mana itu belum digunakan oleh penyidik.

"Penyidik di Bareskrim Polri ini baru menerapkan pasal mengenai UU kesehatan dan juga UU perlindungan konsumen. Sedangkan, untuk rencana laporan yang hari ini kami akan mencoba menggunakan dasar hukum yang berbeda seperti yang tadi saya sampaikan hilangnya nyawa seseorang dimana dimaksud dengan Pasal 338 KUHP 359 KUHP," ujar Kuasa Hukum korban, Rezza Adityananda Pramono, Kamis (8/12/2022).

Berikut bunyi Pasal 338 dan 359 KUHP:

"Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun."

"Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun."

Baca juga artikel terkait KASUS GANGGUAN GINJAL AKUT atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky