Menuju konten utama

Ramai-Ramai Meninggalkan Mobil Bensin

Industri mobil listrik akan tumbuh setelah adanya larangan untuk menjual kendaraan berbahan bakar minyak di berbagai negara.

Ramai-Ramai Meninggalkan Mobil Bensin
Mobil listrik BMW i3 di stasiun isi ulang di Munich, Jerman. iStock Editorial/Getty Images.

tirto.id - Inggris baru saja mengumumkan akan melarang penjualan kendaraan berbahan bakar bensin dan diesel mulai pada 2040. Langkah itu diambil oleh pemerintah Inggris guna mengurangi emisi dengan target pengurangan hingga 80 persen di tahun 2050.

Upaya inggris ini bukan tanpa alasan. Menurut laporan dari Vehicle Certification Agency Inggris, setiap tahunnya ada 29 ribu kematian karena polusi partikel halus yang disebabkan oleh particulate matter (PM) dari kendaraan bermotor terutama yang berbahan bakar minyak.

PM sangat berbahaya karena dapat menyebabkan permasalahan pada pernafasan dan kardiovaskular. Selain PM ada juga CO atau karbon monoksida yang dapat memengaruhi aliran oksigen dalam darah sehingga dapat mengurangi ketersediaan oksigen dalam tubuh. Selain itu, gas berbahaya dari kendaraan bermotor juga ada hidrokarbon yang menyerang sistem pernapasan manusia.

Bahaya dari gas-gas ini menjadi salah satu faktor pendorong pemerintah Inggris untuk segera mengurangi jumlah kendaraan bermotor berbahan bakar minyak. Di sisi lain, pemerintah Inggris juga mendapat desakan dari para pegiat lingkungan untuk segera mencari solusi soal polusi dari kendaraan bermotor.

Laporan Environmental Protection UK menyebutkan, kendaraan di jalan raya Inggris adalah penyumbang 20 persen total emisi CO2 yang disebut sebagai penyebab utama dari perubahan iklim.

Tak hanya Inggris, larangan penjualan kendaraan berbahan bakar minyak juga dilakukan oleh Norwegia. Negara Skandinavia ini hanya akan menjual mobil-mobil listrik, hidrogen atau plug-in hybrid pada tahun 2025. Sejak 1990an, Norwegia sudah fokus dalam menanggulangi soal polusi, kemacetan dan kebisingan dari kendaraan bermotor.

Perancis juga melakukan hal yang sama. Pemerintah Perancis mengumumkan akan mengakhiri penjualan kendaraan bermotor yang berbahan bakar bensin dan solar di tahun 2040. Sementara Belanda berencana menetapkan larangan penjualan kendaraan berbahan bakar bensin dan diesel pada 2025.

Di Asia, ada India yang hanya akan memperbolehkan penjualan mobil listrik di tahun 2030. Ini adalah salah satu langkah India untuk mengurangi polusi udara. Menurut laporan LSM lingkungan Greenpeace, polusi udara di India telah menyebabkan setidaknya 1,2 juta orang meninggal setiap tahun.Langkan pencegahan pun diambil salah satunya dengan mulai beralih ke mobil listrik.

Infografik Sayonara kendaraan berbahan bakar minyak

Era Mobil Listrik

Larangan penjualan kendaraan berbahan bakar minyak sudah pasti akan membuat negara-negara tersebut diserbu mobil listrik. Para produsen pun sudah mulai mengendus pangsa pasar yang cukup besar, sehingga ancang-ancang menggenjot produksi.

Di Inggris, produsen mobil BMW sudah mengumumkan akan menggunakan pabriknya di Oxford, Inggris untuk memproduksi mobil listrik mulai 2019 mendatang. Ini merupakan keputusan berani BMW di tengah risiko Brexit sekaligus menegaskan terkait potensi pasar mobil listrik di Inggris.

Menurut analis dari Bloomberg New energy Finance, Albert Cheung pada tahun 2040 mendatang, diprediksi sekitar 79 persen mobil di Inggris adalah mobil listrik. Pasar mobil listrik juga akan semakin menggiurkan karena harga baterai yang kian menurun.

Di Norwegia, popularitas mobil listrik semakin cemerlang. Saat ini, dengan dengan populasi yang hanya berjumlah 5,2 juta orang, Norwegia sudah memiliki 135.276 kendaraan listrik yang mengaspal di jalanan. Mereka juga memiliki stasiun pengisian terbesar di dunia yang mampu menampung 28 kendaraan secara bersama-sama dan mampu mengisi penuh hanya dalam waktu setengah jam.

Negara tersebut berambisi untuk semakin menggenjot kendaraan listrik di jalan raya Norwegia. Kendaraan listrik di Norwegia seperti Tesla model S, Nissan Leaf, Mitsubishi Outlendar PHEVs, Tesla Model X dan BMW i3 pun laris manis di negara tersebut.

Secara global penjualan kendaraan listrik terus menunjukkan peningkatan. Dari 10 ribu unit di tahun 2010 menjadi lebih dari 550 unit pada 2015. Jumlah kendaraan listrik yang melaju di ruas jalan raya pada tahun 2016 menginjak angka 2 juta kendaraan dan naik 60 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Meskipun jumlah 2 juta kendaraan listrik itu baru mencapai 0,2 persen dari kendaraan yang ada di dunia, akan tetapi, adanya isu lingkungan dapat mengubah jumlah tersebut di masa depan. Apalagi Cina dan India, yang menjadi pasar terbesar kendaraan berbahan bakar minyak kini mulai beralih ke kendaraan listrik serta keputusan beberapa negara untuk mulai beralih ke mobil listrik.

Pemerintah India memiliki ambisi untuk menjual mobil listrik dan hybrid sebanyak 6 juta hingga 7 juta unit pada tahun 2020. Sedangkan berambisi untuk mengaspalkan 5 juta mobil listrik di tahun 2020.

“Sejauh ini Cina merupakan pasar mobil listrik terbesar, dengan 40 persen mobil listrik yang terjual di dunia dan lebih dari dua kali liat jumlah yang terjual di Amerika Serikat,” tulus IEA seperti dikutip Bloomberg. “Tidak dapat dipungkiri bahwa serapan pasar mobil listrik saat ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan terkait lingkungan.”

Dari sisi produsen, melihat adanya perubahan minat konsumen dari mobil diesel ke mobil listrik serta penjualan mobil diesel yang menurun, produsen mobil terbesar di dunia Volkswagen berencana meluncurkan empat jenis kendaraan listrik dalam beberapa tahun ke depan.

Mercedes-Benz juga akan memperkenalkan 10 jenis kendaraan listrik terbaru untuk bersaing di pasar kendaraan listrik. Sedangkan Tesla berusaha merebut hati konsumen dengan mulai memproduksi Tesla Model 3 dan menjualnya dengan harga murah.

Sehingga tak menutup kemungkinan, di masa yang akan datang, mobil listrik akan memimpin dan mobil diesel dan berbahan minyak akan mulai dilupakan.

Baca juga artikel terkait MOBIL LISTRIK atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Otomotif
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti