Menuju konten utama

Ragam Tanggapan Iklan Jokowi di Bioskop, Pemaksaan kepada Penonton?

Beberapa orang mengaku janggal dengan penayangan iklan kinerja Jokowi di Bioskop. Selain dianggap buta segmentasi, iklan itu tak pantas muncul di tahun politik.

Ragam Tanggapan Iklan Jokowi di Bioskop, Pemaksaan kepada Penonton?
Cuplikan gambar dari iklan jokowi di bioskop. YOUTUBE/@Presiden Joko Widodo

tirto.id - Indri Muin, 22 tahun, menyimpan rasa curiga saat melihat video pendek soal proyek pembangunan bendungan Presiden Jokowi. Video itu terselip dalam lipatan iklan yang ditayangkan sebelum film The Nun di Bioskop Kuningan City XXI diputar, pada Selasa (11/9/2018) sore.

"Dih, ngapain dah Jokowi pasang iklan begituan di sini?" pertanyaan yang muncul di benak Indri usai disuguhi tayangan iklan itu. "[Pengelola bioskop] Dibayar berapa sama timnya Jokowi?"

Kendati merasa tak terganggu, bagi Indri, aneh saja mengapa XXI menayangkan iklan yang bermuatan politis. "Kenapa industri hiburan macam bioskop ikut-ikutan jadi media kampanye? Definitely political campaign," kata Indri kepada reporter Tirto, Kamis (13/9/2018).

Indri menilai, video pendek berjudul “2 Musim, 65 Bendungan” itu termasuk salah satu strategi menyiasati pola komunikasi politik masa kini. Sebagai warga kota besar, Indri menilai video seperti itu kurang cocok jika ditayangkan di bioskop. Sebab menurutnya kebanyakan yang menonton bioskop di kota besar adalah para pemuda yang tak berminat pada isu penguatan ekonomi petani.

"Ya jadinya terkesan enggak jelas target audiensi mereka yang mana," kata pekerja perusahaan swasta tersebut.

Tak jauh berbeda dengan Indri, Linda Fitria, 21 tahun, juga menganggap ada yang janggal dari suguhan iklan pemerintahan Jokowi itu. Selain konten yang belum ditayangkan sebelumnya di bioskop, ia menilai ada unsur 'paksaan' untuk melihat kinerja pemerintah.

"Karena lewat video pendek yang diputar di bioskop ini, penonton dipaksa melihat, dipaksa tahu, tidak peduli mau dia pro pemerintah, netral, atau pendukung oposisi. Karena sifatnya agak memaksa yang jadinya mirip-mirip iklan," katanya mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (13/9/2018).

Linda mengaku jadi tahu perkembangan kinerja pemerintah Indonesia karena melihat iklan tersebut di bioskop.

Akan tetapi tetap saja, bagi Linda, penayangan iklan seperti itu di bioskop pada tahun-tahun politik dirasa kurang tepat. Seharusnya, menurut Linda, penayangan video seperti itu dilakukan setiap tahun, menjadi semacam 'laporan pertanggung jawaban' kepada masyarakat. Jadi tidak hanya pada saat riuhnya tahun-tahun politik.

Berbeda dengan Linda dan Indri, Amanda Shabira, 22 tahun, tak ambil pusing dengan video iklan itu. Mahasiswi pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta (UPNVJ) tersebut menganggap video itu tidak termasuk dalam kampanye politik.

"Komentarku sih biasa aja, enggak terganggu kok dan enggak amaze juga. Cuma Presiden yang ingin menunjukkan, ‘ini lho kerja gua selama ini,’ dan beberapa komentar dari masyarakat yang merasakan kerja Jokowi," kata Amanda kepada reporter Tirto, Kamis (13/9/2018).

Infografik ci Iklan Kampanye

Wajarkah Beriklan di Bioskop?

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding menganggap wajar keberadaan iklan pemerintah di bioskop. Menurut politikus PKB itu, iklan di bioskop yang menampilkan Jokowi tidak termasuk kampanye.

"Suatu kewajiban pemerintah itu melaporkan dan sosialisasikan kinerjanya. Coba bayangkan kalau pemerintah saja sudah dilarang untuk sosialisasikan kinerjanya? Itu sudah bahaya. Karena masyarakat perlu tahu apa yang Anda lakukan sesudah dipilih jadi pemimpin," ujar Karding di Kantor TKN Jokowi-Ma'ruf, Jakarta, Rabu (12/9/2018).

Namun menurut Taufiq Hidayatullah, 19 tahun, mahasiswa UPNVJ yang menonton bioskop Rabu (12/9/2018) lalu, ada medium atau tempat lain yang bisa dilakukan Pemerintah jika ingin mensosialisasikan kinerjanya kepada masyarakat.

"Kalau memang tujuannya ingin sosialisasi, kenapa memilih platform yang justru lebih terbatas dengan penyabarannya di bioskop? Seakan ada segmentasi yang ingin disasar. Kalau memang ingin sosialisasi kinerja pemerintah sekalian di platform yang lebih menyeluruh," kata Taufiq kepada reporter Tirto, Kamis (13/9/2018).

Ia menilai iklan tersebut bisa dikategorikan sebagai kampanye politik. Terlebih menurutnya terdapat beberapa bagian konten video yang menimbulkan makna ganda. Sehingga konsep sosialisasi menjadi bias.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Dieqy Hasbi Widhana