Menuju konten utama

Putus dengan Indofood, Pepsi & Fritolay Dilarang Masuk Pasar RI

PepsiCo & Fritolay tidak boleh menjual produknya selama 3 tahun, setelah putus mitra dengan Indofood.

Putus dengan Indofood, Pepsi & Fritolay Dilarang Masuk Pasar RI
Pepsi. foto/istockphoto

tirto.id - PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) resmi pecah kongsi dengan Pepsi Co. Pada 17 Februari, ICBP telah membeli seluruh saham milik Fritolay Netherlands Holding BV (Fritolay), yang merupakan afiliasi dari PepsiCo Inc di PT Indofood Fritolay Makmur (IFL). Untuk 49% saham milik Fritolay itu, ICBP membayar Rp494 miliar, yang akan didanai dari kas internal perseroan.

Setelah ICBP menguasai 100% sahamnya, IFL selanjutnya mengakhiri perjanjian lisensi dengan PepsiCo. Hal itu akan dilakukan setelah IFL menyelesaikan semua proses persiapan penghentian produksi dan penjualan produk dengan merek PepsiCo, yang harus diselesaikan dalam waktu 6 bulan sejak tanggal transaksi atau pada masa transisi.

“Fritolay, PepsiCo dan/atau pihak afiliasi lainnya tidak boleh memproduksi, mengemas, menjual, memasarkan atau mendistribusikan produk makanan ringan apapun di Indonesia yang bersaing dengan produk IFL selama tiga tahun dari sejak berakhirnya masa transaksi,” jelas Corporate Secretary ICBP, Gideon A. Putro, dalam keterbukaan informasinya kepada Bursa Efek Indonesia yang dikutip Kamis (18/2/2021).

IFL merupakan divisi makan ringan milik ICBP. Sejarah kerjasama ICBP dengan PepsiCo dimulai pada tahun 1990. Saat itu, perseroan mengembangkan kegiatan usaha ke sektor makanan ringan, dengan menggandeng Fritolay Netherlands Holding BC, yang merupakan afiliasi PepsiCo.

Produk-produk makanan yang diproduksi oleh perusahaan patungan ini meliputi makanan ringan modern dan tradisional yang dimodernisasi dengan bahan dasar kentang, ubi ungu, singkong, jaging dan tempe hingga produk extruded scack. Produk-produknya dipasarkan dengan merek Chitato, Lay’s, Qtela, Doritos, Cheetos, Jetz dan Chiki.

Divisi ini mengoperasikan tiga pabrik yang berlokasi di Jawa, dengan total kapasitas produksi sekitar 50.000 ton per tahun, menurut laporan keuangan ICBP tahun 2019. Total aset dari IFL mencapai Rp1,25 triliun.

Indofood pada tahun 2019 mengakhiri kerjasamanya dengan PepsiCo. Pengakhiran kerjasama ini bermula dari laporan Rainforest Action Network (RAN) pada tahun 2016, tentang dugaan pelanggaran hak-hak buruh di perkebunan IndoAgri, yang terafiliasi dengan Indofood. Laporan bertajuk “The Human Cost of Conflict Palm Oil: Indofood, PepsiCo’s Hidden Link to Worker Exploitation in Indonesia” itu mengungkap permasalahan pelanggaran hak pekerja di IndoAgri.

Laporan itu kemudian ditindaklanjuti dengan kunjungan verifikasi independen oleh Roundtable of Sustainable Palm Oil (RSPO) ke PT Perusahaan Perkebunan London Sumatera Indonesia Tbk (Lonsum), yang merupakan anak usaha IndoAgri. RSPO menemukan adanya dugaan pelanggaran dan meminta agar Lonsum memberikan action plan. Sayangnya, RSPO menilai action plan gagal, sehingga mengeluarkan surat peringatan pada tanggal 15 Januari 2019. RSPO juga menangguhkan seluruh sertifikat keberlanjutan minyak kelapa sawit milik Lonsum. Lonsum akhirnya keluar dari keanggotaan RSPO karena merasa tidak puas dan kecewa dengan hasil audit.

Perusahaan induk yaitu Indofood Agri Resource dan PT Indofood Sukses Makmur pun memilih keluar dari skema sertifikasi daripada mematuhi keberlanjutan RSPO. Atas aksi pengunduran diri dari skema sertifikasi itu, PepsiCo sebagai mitra Indofood mengungkapkan kekecewaannya.

Keduanya lantas memutuskan untuk mengakhiri kerjasama yang sudah terjalin sejak tahun 1990. Produk-produk milik Pepsi pun secara resmi menghilang dari pasar Indonesia.

Pernyataan PepsiCo dapat dibaca di sini.

====

Adendum: Artikel ini mengalami pembaruan pada Kamis, 18 Februari 2021 pukul 14.30, dengan menambahkan pernyataan dari pihak PepsiCo.

Baca juga artikel terkait INDOFOOD atau tulisan lainnya dari Nurul Qomariyah Pramisti

tirto.id - Bisnis
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Gilang Ramadhan