Menuju konten utama

Puluhan Warga Demo Tuntut Pemprov Cabut SHM di Pulau Pari

Warga pulau Pari menuntut Pemprov DKI mencabut Sertifikat Hak Milik 9SHM) yang dinilai tidak sesuai prosedur dan maladministrasi.

Puluhan Warga Demo Tuntut Pemprov Cabut SHM di Pulau Pari
Warga Pulau Pari menggelar aksi di depan Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (26/3/2018). Mereka meminta Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno membantu menyelesaikan sengketa lahan di Pulau tersebut. tirto.id/Hendra Friana

tirto.id - Puluhan warga Pulau Pari kembali berdemo di depan Balai Kota, Jakarta pusat, terkait sengketa lahan yang terjadi di tempat tinggal mereka.

Warga meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) mencabut sertifikat tanah yang diberikan kepada PT Bumi Pari Asri, yang dinilai cacat prosedur dan maladministrasi.

Mereka tetap bertahan di bawah hujan yang mengguyur balai Kota sejak pagi. Beberapa perwakilan warga masuk ke dalam balai kota dan berharap dapat bertemu dengan Gubernur Anies Baswedan untuk menyampaikan permasalahannya.

Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengaku tak mengetahui para warga yang berdemo di depan kantornya itu. Ia hanya menyampaikan bahwa dirinya berniat mengunjungi langsung Pulau Pari untuk mengetahui permasalahan warga.

Kunjungan itu, kata dia, akan diagendakan setelah acara Aquatlhon pada 5-6 Mei 2018 yang digelar di Pulau Tidung.

“Pulau Pari habis Pulau Tidung. Kami fokuskan dulu di Aquatlhon tanggal 5-6 mei setelah itu next nya Pulau Pari” ucapnya di kawasan Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Rabu (25/4/2018).

Pada 9 April lalu, Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Jakarta Raya menemukan adanya maladministrasi dalam penerbitan 62 Sertifikat Hak Milik (SHM).

Selain itu, pelanggaran administratif juga terjadi dalam penerbitan 14 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di Pulau Pari.

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang terangkum dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP), Ombudsman menemukan 62 SHM di Pulau Pari tidak mengikuti prosedur yang diatur dalam ketentuan Pasal 18 Ayat 1, 2, 3, dan 4, serta Pasal 26 Ayat 1, 2, dan 3 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah khususnya soal keterlibatan warga Pulau Pari dalam penerbitan sertifikat tersebut.

"Proses pengukuran tidak diinformasikan atau tidak diketahui oleh warga Pulau Pari atau yang berbatasan dengan bidang-bidang tanah," kata Dominikus di Kantor Ombudsman, Kuningan Jakarta 9 April lalu.

Selain itu, ia menambahkan, "hasil pengukuran atau daftar peta bidang tanah tidak diumumkan sehingga warga Pulau Pari tidak memiliki kesempatan untuk menyatakan keberatan." pungkas Dominikus.

Baca juga artikel terkait SENGKETA LAHAN atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Yandri Daniel Damaledo