Menuju konten utama

"Puisinya Sukmawati Itu Jelek"

Puisi Sukmawati Soekarnoputri ditanggapi berbeda oleh kalangan sastrawan. Ada yang bilang kalau puisi anak biologis Sukarno itu memang jelek.

Sukmawati Soekarnoputri diwawancara media usai mendatangi kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar, Bandung, Jawa Barat, Selasa (16/5).ANTARA FOTO/Agus Bebeng

tirto.id - Sinta Nuriyah, istri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid, baru datang ketika Sukmawati Soekarnoputri membaca puisi dalam acara "29 Tahun Anne Avantie Berkarya" di ajang Indonesian Fashion Week 2018, akhir Maret lalu. Ia menebar senyum sembari menyalami orang-orang, sebelum akhirnya duduk di tempat yang sudah disediakan.

Ia, bersama undangan yang lain, jadi saksi mata puisi Sukmawati yang di kemudian hari menjadi viral dan dipermasalahkan.

"Puisi saya, saya judulkan dengan 'Ibu Indonesia'," kata Sukmawati di tengah-tengah panggung berlatar layar raksasa yang menampilkan warna merah-putih khas bendera Indonesia, sebelum masuk ke larik pertama puisi.

"Aku tak tahu syariat Islam," demikian larik pertama "Ibu Indonesia".

Katanya, puisinya tersebut dibuat dengan harapan agar "Anne Avantie [perancang busana terkenal asal Indonesia] selalu kreatif dan produktif". Dan memang isinya demikian. Beberapa larik secara eksplisit bicara soal bagaimana orang Indonesia berbusana. Ia misalnya menyinggung soal "sari konde" dan "cadar".

Sukmawati memang bukan penulis puisi, apalagi sastrawan. Tapi bukan berarti karyanya tak boleh dikritik dari kacamata sastra.

Bagi Hasta Indriyana, penyair yang sudah menerbitkan sejumlah buku puisi [seperti Tuhan Aku Lupa Menulis Sajak Cinta, Seni Menulis Puisi dan terbaru Belajar Lucu dengan Serius), mutu puisi karya Sukmawati itu "jelek".

Vonis "jelek" ia jatuhkan pada puisi ini terutama karena maknanya yang saling kontradiktif. Ia mengaku tidak tahu syariat Islam, tapi kemudian membandingkannya dengan yang lain. Ini misalnya terlihat ketika ia membandingkan kalau "Sari konde ibu Indonesia sangatlah Indah/Lebih cantik dari cadar dirimu."

"Mengapa harus membandingkan dua hal jika salah satu di antaranya tidak dipahami? Ini fatal," kata Hasta, penyair yang meraih gelar sarjana pendidikan bahasa dan sastra Indonesia dari Universitas Negeri Yogyakarta, kepada Tirto.

Mengenai isi puisi yang kontradiktif juga dikatakan oleh Maman S Mahayana, dosen Sastra Indonesia dari Universitas Indonesia (UI). "Kenapa harus pakai syariat Islam tapi di dalamnya ia bicara tentang tuhan, tentang ilahi, surgawi dan sebagainya?" ujar Maman.

Maman enggan menilai apakah puisi ini jelek atau tidak. Namun, katanya, puisi Sukmawati terlalu letterlijk--apa yang ditulis sama persis dengan apa yang hendak disampaikan. Padahal, katanya, hakikat sastra itu adalah eksplorasi bahasa.

"Dia tidak mengeksplorasi bahasa secara dalam. Sebagai karya sastra bermasalah karena itu," tambahnya.

Sementara Ibnu Wahyudi, sastrawan yang juga mengajar di Sastra Indonesia UI, tidak sampai menganggap puisinya Sukmawati jelek. Menurutnya, "secara kualitas [puisinya Sukmawati] biasa saja."

Puisi tersebut, menurut pria yang akrab disapa Iben ini, masih belum memperlihatkan "pengucapan puitik yang perlu menyeleksi diksi". Puisi yang bagus, katanya, adalah yang punya "greget".

"Jadi, bukan sekadar pernyataan yang langsung tampak, kelihatan, dan selesai tanpa memberi daya renung. Iklan saja perlu ada stimulus pemaknaan lebih dari satu, puisi harus lebih." Dan puisi Sukmawati tak punya itu.

Aprinus Salam, penulis buku puisi Mantra Bumi sekaligus staf pengajar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gajah Mada (UGM) punya pendapat yang agak beda. Katanya, kritik sastra yang punya motif memvonis suatu karya ke dalam kategori "baik" dan "buruk" adalah pendekatan lama.

"Kita sudah lama meninggalkan dan menghakimi karya sastra seperti itu," katanya.

Dianggap Menistakan Islam

Adanya kata syariat Islam, cadar, dan azan dalam puisi itu ditanggapi negatif oleh Ikatan Advokat Muslim Indonesia (IKAMI). Menurut Sekretaris Jenderal IKAMI Djudju Purwantoro, puisi ini sangat sensitif.

"Seharusnya Sukmawati belajar dari kasus Ahok tentang penistaan agama yang telah menimbulkam kegaduhan luar biasa di masyarakat," kata Djudju.

Djudju mengatakan kalau Sukmawati harus diproses polisi. Ia meyakini puisi itu memenuhi unsur pidana mengacu pada pasal 28 ayat (2) junto Pasal 45A ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2016 tentang ITE dan pasal 156 KUHP.

Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) juga mempermasalahkannya, terutama bagian yang menyebut kalau "Sari Konde sangat indah lebih cantik dari cadar dirimu" dan "Suara kidung ibu Indonesia lebih merdu dari alunan Adzan"

Mereka berencana melaporkan Sukmawati ke Bareskrim Mabes Polri, Kamis (5/4) nanti.

Baca juga artikel terkait KASUS PENISTAAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Rio Apinino
Penulis: Rio Apinino
Editor: Rio Apinino