tirto.id - Contoh puisi Hari Pahlawan karya Chairil Anwar dan WS Rendra dapat digunakan untuk memaknai Hari Pahlawan Nasional dan mendalami maknanya.
Pada 10 November setiap tahunnya, Indonesia memperingati Hari Pahlawan untuk mengenang jasa para pahlawan yang gugur membela kemerdekaan RI.
Peringatan Hari Pahlawan ini diselenggarakan di berbagai elemen masyarakat, mulai dari lingkup pendidikan, pemerintahan, hingga rakyat secara umum.
Peringatan Hari Pahlawan bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa kemerdekaan RI tidak lahir begitu saja, melainkan penuh perjuangan dan pengorbanan berdarah-darah dari para pendahulu negeri.
Pemilihan 10 November sebagai Hari Pahlawan diangkat dari momen Pertempuran Surabaya yang jatuh pada 10 November 1945. Kala itu, ratusan ribu arek-arek Surabaya bertarung melawan tentara sekutu. Pertempuran Surabaya dikenal sebagai salah satu pertempuran paling heroik dalam sejarah Indonesia.
Terlebih, pertempuran itu melibatkan sipil yang berjumlah lebih banyak dari militer. Spesifiknya, rakyat jelata yang berjuang sejumlah 100 ribu orang, sedangkan militer sekitar 20 ribu tentara.
Tanpa persenjataan memadai, arek-arek Surabaya hanya bermodal dengkul melawan tentara sekutu yang dilengkapi alat tempur komplit. Nyatanya, keberanian sekaligus kenekatan itu berhasil membuat para pejuang mempertahankan kedaulatan RI yang baru seumur jagung.
Setahun berikutnya, Hari Pahlawan ditetapkan pada 4 Oktober 1946 dalam Rapat Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia (BKPRI) atas usul salah seorang pejuang bernama Soemarsono. Usulan itu disetujui forum dan memperoleh restu Presiden Sukarno melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional.
Puisi Hari Pahlawan dan Contohnya
Untuk memperingati Hari Pahlawan, lazimnya, di lembaga pendidikan, guru akan mengajak siswa-siswanya membaca atau menelaah puisi yang berkaitan dengan pahlawan. Membaca puisi bertema pahlawan juga adalah salah satu cara untuk menumbuhkan kepekaan dan semangat kepahlawanan di kalangan masyarakat secara umum.
Terdapat sejumlah puisi bertema pahlawan yang cocok dibaca dan ditelaah di momen Hari Pahlawan. Sebut saja, puisi Diponegoro (1943) dan Karawang-Bekasi (1948) yang ditulis Chairil Anwar atau puisi Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang (1960) karya WS Rendra. Berikut ini cuplikan dari tiga puisi tersebut yang cocok untuk memperingati Hari Pahlawan.
Diponegoro
Oleh Chairil Anwar
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
MAJU
Bagimu negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
(1943)
Karawang – Bekasi
Oleh Chairil Anwar
Kami yang kini terbaring antara Karawang – Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda
Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang – Bekasi
(1948)
Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang
Oleh WS Rendra
Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah?
Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku,
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
(1960)
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Yulaika Ramadhani
Penyelaras: Yulaika Ramadhani