Menuju konten utama

Puisi Hari Pahlawan Karya Chairil Anwar hingga WS Rendra

Contoh puisi Hari Pahlawan karya Chairil Anwar dan WS Rendra yang dapat digunakan untuk memaknai Hari Pahlawan Nasional

Puisi Hari Pahlawan Karya Chairil Anwar hingga WS Rendra
Ilustrasi Puisi. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Contoh puisi Hari Pahlawan karya Chairil Anwar dan WS Rendra dapat digunakan untuk memaknai Hari Pahlawan Nasional dan mendalami maknanya.

Pada 10 November setiap tahunnya, Indonesia memperingati Hari Pahlawan untuk mengenang jasa para pahlawan yang gugur membela kemerdekaan RI.

Peringatan Hari Pahlawan ini diselenggarakan di berbagai elemen masyarakat, mulai dari lingkup pendidikan, pemerintahan, hingga rakyat secara umum.

Peringatan Hari Pahlawan bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa kemerdekaan RI tidak lahir begitu saja, melainkan penuh perjuangan dan pengorbanan berdarah-darah dari para pendahulu negeri.

Pemilihan 10 November sebagai Hari Pahlawan diangkat dari momen Pertempuran Surabaya yang jatuh pada 10 November 1945. Kala itu, ratusan ribu arek-arek Surabaya bertarung melawan tentara sekutu. Pertempuran Surabaya dikenal sebagai salah satu pertempuran paling heroik dalam sejarah Indonesia.

Terlebih, pertempuran itu melibatkan sipil yang berjumlah lebih banyak dari militer. Spesifiknya, rakyat jelata yang berjuang sejumlah 100 ribu orang, sedangkan militer sekitar 20 ribu tentara.

Tanpa persenjataan memadai, arek-arek Surabaya hanya bermodal dengkul melawan tentara sekutu yang dilengkapi alat tempur komplit. Nyatanya, keberanian sekaligus kenekatan itu berhasil membuat para pejuang mempertahankan kedaulatan RI yang baru seumur jagung.

Setahun berikutnya, Hari Pahlawan ditetapkan pada 4 Oktober 1946 dalam Rapat Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia (BKPRI) atas usul salah seorang pejuang bernama Soemarsono. Usulan itu disetujui forum dan memperoleh restu Presiden Sukarno melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional.

Puisi Hari Pahlawan dan Contohnya

Untuk memperingati Hari Pahlawan, lazimnya, di lembaga pendidikan, guru akan mengajak siswa-siswanya membaca atau menelaah puisi yang berkaitan dengan pahlawan. Membaca puisi bertema pahlawan juga adalah salah satu cara untuk menumbuhkan kepekaan dan semangat kepahlawanan di kalangan masyarakat secara umum.

Terdapat sejumlah puisi bertema pahlawan yang cocok dibaca dan ditelaah di momen Hari Pahlawan. Sebut saja, puisi Diponegoro (1943) dan Karawang-Bekasi (1948) yang ditulis Chairil Anwar atau puisi Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang (1960) karya WS Rendra. Berikut ini cuplikan dari tiga puisi tersebut yang cocok untuk memperingati Hari Pahlawan.

Diponegoro

Oleh Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini

Tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.

Pedang di kanan, keris di kiri

Berselempang semangat yang tak bisa mati

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu

Kepercayaan tanda menyerbu

Sekali berarti

Sudah itu mati

MAJU

Bagimu negeri

Menyediakan api

Punah di atas menghamba

Binasa di atas ditindas

Sungguhpun dalam ajal baru tercapai

Jika hidup harus merasai

Maju

Serbu

Serang

Terjang

(1943)

Karawang – Bekasi

Oleh Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang – Bekasi

Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami

Terbayang kami maju dan berdegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kami mati muda

Yang tinggal tulang diliputi debu

Kenang, kenanglah kami

Kami sudah coba apa yang kami bisa

Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa

Kami sudah beri kami punya jiwa

Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa

Kami cuma tulang-tulang berserakan

Tapi adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan

Atau tidak untuk apa-apa

Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata

Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami

Menjaga Bung Karno

Menjaga Bung Hatta

Menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat

Berilah kami arti

Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang-kenanglah kami

Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu

Beribu kami terbaring antara Karawang – Bekasi

(1948)

Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang

Oleh WS Rendra

Tuhanku,

WajahMu membayang di kota terbakar

dan firmanMu terguris di atas ribuan

kuburan yang dangkal

Anak menangis kehilangan bapa

Tanah sepi kehilangan lelakinya

Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini

tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia

Apabila malam turun nanti

sempurnalah sudah warna dosa

dan mesiu kembali lagi bicara

Waktu itu, Tuhanku,

perkenankan aku membunuh

perkenankan aku menusukkan sangkurku

Malam dan wajahku

adalah satu warna

Dosa dan nafasku

adalah satu udara

Tak ada lagi pilihan

kecuali menyadari

-biarpun bersama penyesalan-

Apa yang bisa diucapkan

oleh bibirku yang terjajah?

Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai

mendekap bumi yang mengkhianatiMu

Tuhanku,

Erat-erat kugenggam senapanku

Perkenankan aku membunuh

Perkenankan aku menusukkan sangkurku

(1960)

Baca juga artikel terkait HARI PAHLAWAN atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Yulaika Ramadhani
Penyelaras: Yulaika Ramadhani