Menuju konten utama

Pucuk Gunung Es dari Sisi Gelap Internet

Sama seperti manusia yang memiliki rahasia, internet juga memiliki sisi yang sulit disentuh oleh kebanyakan orang. Di ruang-ruang yang tidak tersentuh itulah, sisi gelap internet bersembunyi. Kegunaannya sudah dapat ditebak, mulai dari transaksi seks, pedofilia, hingga transaksi narkoba yang menghasilkan keuntungan jutaan dolar bagi para kartelnya.

Pucuk Gunung Es dari Sisi Gelap Internet
Ilustrasi [Foto/Shutterstock]

tirto.id - “A secret makes a woman, woman,”

Kutipan terkenal itu muncul dari mulut Vermouth, sebuah tokoh fiksi dalam serial manga terkenal, Detektif Conan. Intinya ia ingin mengatakan bahwa yang membuat seorang wanita menjadi utuh identitas kewanitaannya adalah ketika mereka memiliki rahasia.

Layaknya pesona wanita yang penuh dengan misteri, demikian pula internet. Ia juga memiliki sisi yang belum tersentuh oleh kebanyakan orang. Sayangnya, eksotisme dunia internet itu, hingga saat ini, masih didominasi oleh sisi gelapnya.

Pertengahan Juli lalu, tepatnya 14 Juli, The Economist melaporkan hasil penelitian yang dilakukan antara Desember 2013 hingga Juli 2015 oleh seorang periset yang menggunakan nama fiksi Gwern Branwen. Riset tersebut berisikan informasi sebesar 1,5 terabytes dari 360.000 penjualan yang dilakukan di marketplace online bernama Agora, Evolution, SilkRoad 2.

Penjualan tersebut bukan penjualan biasa, sebab Agora, Evolution, dan SilkRoad 2 merupakan tempat di mana orang-orang dapat berjualan obat-obatan terlarang dengan memanfaatkan kekuatan internet yang masih belum banyak disentuh oleh publik, atau yang lebih dikenal dengan istilah dark-web markets.

Sebagai catatan, dark-web merupakan bagian kecil dari apa yang disebut dengan deep web, sebuah istilah yang merujuk pada bagian dari internet yang tidak dapat terindeks oleh mesin pencari seperti Google.

Menurut data riset tersebut, total nilai penjualan yang telah dilakukan dalam periode dua tahun tersebut cukup fantastis, berkisar pada angka $50 juta. Perhitungan tersebut hanya bersifat gambaran, sebab transaksi pada ketiga market place tersebut menggunakan mata uang dunia maya, bitcoin, yang nilai tukarnya sangat fluktuatif terhadap dolar Amerika Serikat.

MDMA (3,4-Methylenedioxymethamphetamine/ekstaksi) dan marijuana menjadi primadona dalam data penjualan tersebut.

Ekstasi menjadi barang haram yang terjual paling banyak berdasarkan nilainya, sebesar $7,7 juta, sementara marijuana menjadi produk tunggal yang paling populer, dengan sekitar 38.000 penjualan. Kokain, di sisi lain, menempati posisi ketiga dalam hal total nilai penjualan, dengan nilai sebesar $5,2 juta.

Sepertiga dari total penjualan tersebut tidak masuk dalam kategori manapun yang dibuat oleh The Economist, mencakup antara lain peralatan narkoba seperti bong, serta obat-obatan yang mungkin hanya diketahui oleh para pembeli seperti Pink Panther dan GorillaGlue.

Salah satu temuan yang mengejutkan adalah obat-obatan terlarang (narkoba) yang dibeli dalam dark-web ternyata lebih mahal jika dibandingkan dengan harga narkoba yang dijual di jalanan.

Sebagai contoh, harga heroin yang dijual dalam dark-web berada di kisaran dua kali lipat harga jalanan hampir di setiap negara yang tercatat dalam riset tersebut. Di Britania misalnya, harga jalanan heroin berada di kisaran $60-$70, sementara harga di dark-web di kisaran $140-$150.

Sementara itu selisih harga kokain yang dijual di dark-web sekitar 40 persen lebih mahal jika dibandingkan dengan kokain yang dijual di jalanan.

Dalam studi lain yang dilakukan oleh Nicolas Christin dari Carnegie Mellon University bersama dengan Kyle Soska, seorang ahli sekuritas siber, terungkap bahwa sekitar tiga perlima dari vendor narkoba di dark-web merupakan kelompok, bukan individu, dengan sejumlah kecil vendor yang menguasai hampir seluruh transaksi penjualan.

Christin dan Soska menemukan bahwa hanya dua persen dari penjual narkoba yang memperoleh lebih dari $100,000 antara Juli 2013 hingga Januari 2015, demikian seperti dikutip dari The Economist.

Menariknya, hingga saat ini, para kartel yang sudah berada dalam posisi puncak di dunia nyata disinyalir tidak terlalu tertarik dengan dark-web. Salah satu alasan kuatnya adalah karena mereka sudah membangun sistem suplai yang tidak ingin mereka ubah.

Kelamnya Deep Web

Para pakar mengatakan bahwa deep web merupakan ruang maya yang ribuan kali lebih besar daripada ruang internet yang kita gunakan sehari-hari, atau sering disebut dengan surface web, dan banyak sekali hal-hal yang masih belum dapat diungkap dalam ruang tersebut.

"Deep web seperti gunung es," kata Aamir Lakhani, senior security strategist Fortinet, seperti dikutip dari Business Insider. "Hanya sekitar 30 persen darinya yang dapat terlihat, dan beberapa mengatakan [deep web] sekitar 1.000 kali lebih besar dari web yang kita gunakan setiap hari."

Pernyataan Lakhani tersebut adalah fakta.Tidak lama setelah Silk Road generasi pertama ditutup, market place serupa lainnya bermunculan meskipun tidak bertahan lama, menegaskan betapa luasnya ruang yang disebut dengan deep web.

Hanya beberapa waktu setelah penemu dan pencipta Silk Road generasi pertama, Ross Ulbrich, dijatuhi hukuman seumur hidup dalam penjara tanpa pembebasan bersyarat, penerusnya, SilkRoad 2 muncul. Umurnya tidak lama, hanya bertahan satu tahun hingga 2014, terjaring dalam apa yang disebut dengan Operation Onymous, bersama dengan dark market lainnya seperti Cloud 9 dan Hydra.

Evolution dikabarkan menghilang pada Maret 2015, yang turut membawa lenyap bitcoin senilai $12 juta. Sementara Agora yang diluncurkan pada September 2013 menyusul offline pada bulan Agustus pada 2015 pula.

Akan tetapi, negara-negara di dunia jelas tidak tinggal diam. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB/UN) melalui UNODC (The United Nation’s Office on Drugs and Crime) pada Juni lalu telah menyatakan desakan untuk dibentuknya metode-metode legislatif dan teknologi untuk mencegah dan menekan perdagangan narkoba melalui dark-web.

Yang perlu dicatat adalah tidak semuanya buruk dalam deep web. Beberapa pihak dikabarkan memanfaatkannya untuk menghindari penggunaan privasi pengguna internet oleh pemerintah.

Seperti dikutip dari Wired, salah satu contohnya adalah apa yang dilakukan oleh The New Yorker. Mereka memanfaatkan deep web untuk membuat sebuah "ruangan" di mana para whistleblower dapat dengan aman memberikan dokumen atau pesan kepada media tersebut.

Namun, mengingat rahasia sering menjadi alat untuk penyalahgunaan, akan sangat mungkin terdengar lagi kiprah-kiprah dari market place penjaja kematian dalam dark-web. Saat ini, yang terbesar dan masih berdiri adalah Alphabay. Tetapi Silk Road generasi keempat ternyata juga sudah mengintip di tikungan untuk kembali merebut hati para kartel narkoba digital.

Baca juga artikel terkait NARKOTIKA atau tulisan lainnya dari Ign. L. Adhi Bhaskara

tirto.id - Teknologi
Reporter: Ign. L. Adhi Bhaskara
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti