Menuju konten utama

Puasa Rajab Berapa Hari, Apakah Harus Berurutan, dan Hukumnya

Puasa Rajab berapa hari dan apakah harus berurutan? Berikut penjelasan selengkapnya.

Puasa Rajab Berapa Hari, Apakah Harus Berurutan, dan Hukumnya
Ilustrasi Islam

tirto.id - Pertanyaan puasa Rajab berapa hari dan apakah harus berurutan kerap menjadi bahasan umat muslim, terutama di bulan-bulan ini. Lantas bagaimana sebenarnya ketentuannya?

Puasa Rajab dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan seorang muslim. Namun, pelaksanaan puasa Rajab sebaiknya tidak dilakukan secara berurutan supaya tidak menimbulkan dampak buruk pada kesehatan.

Umat Islam telah menapaki salah satu bulan mulia yakni Rajab 1444 H pada Senin, 23 Januari 2023 lalu.

Rajab merupakan bulan haram, waktu-waktu yang suci, istimewa, serta dimuliakan Allah Swt. Hal ini sebagaimana bunyi Surah At-Taubah ayat 36 sebagai berikut:

Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, [sebagaimana] dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah [ketetapan] agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam [bulan yang empat] itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa,”(QS. At-Taubah [9]:36).

Dilansir laman MUI, umat Islam ketika bulan Rajab dilarang berperang, namun diperbolehkan bertahan dari gempuran musuh. Alasan utama larangan perang di waktu tersebut, karena Rasulullah Saw dan umat Islam fokus memperbanyak ibadah dan menghindari perbuatan dosa.

Puasa Rajab Berapa Hari dan Apakah Harus Berurutan?

Puasa merupakan salah satu amalan yang dapat ditunaikan di bulan Rajab. Puasa di bulan Rajab dibagi menjadi 3 kategori meliputi puasa khusus Rajab, puasa sunah di bulan Rajab, dan puasa tidak mengenal hari tertentu.

Pertama, puasa khusus Rajab adalah puasa yang hanya dapat dilakukan di bulan tersebut. Contoh dari puasa khusus Rajab seperti puasa tanggal 1 Rajab, Kamis di pekan pertama Rajab, puasa nisfu Rajab, puasa 27 Rajab, hingga puasa awal, pertengahan, dan akhir Rajab.

Sekalipun hadis anjuran puasa khusus Rajab lemah atau daif, sebagian ulama Mazhab Syafi’i dan mayoritas ulama Mazhab Hanbali memperboleh pelaksanaan ibadah tersebut.

Sebagian ulama Mazhab Syafi’i dan mayoritas ulama Mazhab Hanbali berpandangan bahwa dalil puasa khusus Rajab dapat dijadikan dasar pelaksanaan amalan sunah tersebut serta menekankan pada fadhailul a’mal (keutamaan amal).

Kedua, puasa sunah di bulan Rajab adalah puasa yang dapat dikerjakan di bulan atau hari apapun kecuali Ramadan dan waktu-waktu diharamkan berpuasa. Contoh dari puasa sunah di bulan Rajab seperti puasa Senin dan Kamis, puasa tengah bulan di tanggal 13, 14, dan 15, hingga puasa Daud.

Ketiga, puasa yang tidak mengenal hari-hari tertentu di bulan Rajab. Puasa ini di luar puasa khusus dan puasa di bulan Rajab. Tidak terdapat aturan mengenai berapa banyak puasa jenis ini dapat dilakukan di bulan Rajab. Meskipun demikian, puasa Rajab sebaiknya tidak dilakukan sebulan penuh, karena menyamai puasa Ramadan.

Di sisi lain, Rasulullah Saw. pernah berpesan kepada sahabat Abdullah bin al-Harits al-Bahili supaya tidak berpuasa Rajab berturut-turut. Anjuran Rasulullah Saw. tersebut demi mengutamakan kesehatan umatnya. Dilansir laman Jatim Online, berikut ini hadis yang mengisahkan anjuran Rasulullah Saw. kepada al-Bahili:

“Dari Mujibah al-Bahiliyyah, dari bapaknya atau pamannya, bahwa ia mendatangi Nabi. Kemudian ia kembali lagi menemui Nabi setahun berikutnya sedangkan kondisi tubuhnya sudah berubah [lemah/kurus]. Ia berkata: ‘Ya Rasul, apakah engkau mengenaliku? Rasul menjawab: Siapakah engkau?’ Ia menjawab: ‘Aku al-Bahili yang datang kepadamu pada satu tahun yang silam’.

Nabi menjawab: ‘Apa yang membuat fisikmu berubah padahal dulu fisikmu bagus [segar]?’ Ia menjawab: ‘Aku tidak makan kecuali di malam hari sejak berpisah denganmu’. Nabi bersabda: ‘Mengapa engkau menyiksa dirimu sendiri? Berpuasalah di bulan sabar [Ramadhan] dan satu hari di setiap bulannya’. Al-Bahili berkata: ‘Mohon ditambahkan lagi ya Rasul, sesungguhnya aku masih kuat [berpuasa]’.

Nabi menjawab: Berpuasalah 2 hari. Ia berkata: ‘Mohon ditambahkan lagi ya Rasul.’ Nabi menjawab: ‘Berpuasalah 3 hari’. Ia berkata: ‘Mohon ditambahkan lagi ya Rasul’. Nabi menjawab: ‘Berpuasalah dari bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah, berpuasalah dari bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah, berpuasalah dari bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah’. Nabi mengatakan demikian seraya berisyarat dengan ketiga jarinya, beliau mengumpulkan kemudian melepaskannya,”(HR. Abu Daud).

Baca juga artikel terkait SUPPLEMENT CONTENT atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Yulaika Ramadhani