Menuju konten utama

PSI akan Berjuang Larang Poligami untuk Pejabat dan ASN

Grace mengatakan praktik poligami menyebabkan ketidakadilan, menyakiti perempuan dan membuat anak telantar.

PSI akan Berjuang Larang Poligami untuk Pejabat dan ASN
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia, Grace Natalie. tirto.id/ Andrey Gromico

tirto.id - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) berjanji akan memperjuangkan larangan poligami untuk pejabat publik, baik di tingkat eksekutif, legislatif, yudikatif hingga aparatur sipil negara (ASN).

"PSI tidak akan pernah mendukung poligami,” kata Ketua Umum PSI Grace Natalie di Surabaya, Selasa (11/12/2018) malam, seperti dikutip Antara.

“Tak akan ada kader [PSI], pengurus, dan anggota legislatif dari partai ini yang boleh mempraktikkan poligami," kata Grace menegaskan.

Untuk merealisasikan larangan itu, Grace menegaskan, PSI akan memperjuangkan revisi atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang mengizinkan poligami.

Dalam kesempatan itu, Grace juga menjelaskan soal kerugian atas praktik poligami, seperti menyebabkan ketidakadilan, menyakiti perempuan dan membuat anak telantar. Anggapan itu, kata dia, berdasarkan hasil riset LBH APIK tentang poligami.

"PSI tidak ingin negara secara tidak langsung melanggengkan ketidakadilan terhadap perempuan, dan kami percaya perjuangan keadilan dan penghapusan diskriminasi harus dimulai dari keluarga, dari rumah," ucapnya.

Langkah PSI untuk Loloskan Larangan Poligami

Grace mengatakan, langkah yang akan dilakukan PSI untuk melarang praktik poligami adalah mengupayakan revisi atas UU 1/1974. Hal itu akan dilakukan bila PSI lolos ke parlemen di Pemilihan Umum Legislatif 2019.

Selain itu, kata Grace, PSI juga akan memperjuangkan pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang sudah dua tahun berhenti di DPR.

Dengan demikian, lanjut dia, aturan tersebut bisa menjadi payung hukum untuk melindungi dan memberikan bantuan ketika perempuan menjadi korban kekerasan.

PSI juga akan mendukung kenaikan batas usia pernikahan menjadi 18 tahun, mendorong aturan yang memudahkan perempuan untuk bekerja dengan mengalokasikan anggaran negara mendirikan tempat-tempat penitipan anak.

"Perlu ada opsi pemberlakuan jam kerja fleksibel sesuai kebutuhan perempuan. Mendorong model bekerja dari rumah dengan memanfaatkan kemajuan teknologi agar perempuan Indonesia tetap produktif," kata Grace.

Baca juga artikel terkait PSI

tirto.id - Politik
Sumber: Antara
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto