Menuju konten utama
17 Mei 1949

Proklamasi Kalsel: Pejuang Banjar Mendirikan Pemerintahan Militer

Dalam gerilya yang sulit di kampung halamannya, Hasan Basry akhirnya memproklamasikan Pemerintah Militer Kalimantan Selatan. Menyatakan diri bersetia pada Republik.

Hasan Basry. tirto.id/Deadnauval

tirto.id - Sejak 19 Agustus 1945, Kalimantan sudah punya gubernur versi Republik. Presiden Sukarno mengangkat seorang bangsawan Banjar sekaligus kawan satu almamaternya, Pangeran Muhammad Noor. Namun di masa Revolusi 1945-1949, gubernur tak bisa bekerja di posnya. Kalimantan dipenuhi pendukung Belanda. Kekuatan pendukung Republik kala itu tak berdaya di sana.

Untuk itu, pemuda-pemuda asal Kalimantan yang kebetulan ada di Jawa pun dikerahkan guna menegakkan eksistensi Republik di Kalimantan. Hasan Basry salah satunya. Pemuda asal Kandangan ini agak lama belajar di pondok pesantren di Ponorogo. Pada pertengahan Oktober 1945 Hasan Basry meninggalkan Surabaya dengan misi membentuk organisasi gerilya di kampung halamannya.

“Dia tiba 30 Oktober di sini. Situasi yang dihadapinya luar biasa sulitnya. Tentara Belanda melakukan kampanye pasifikasi dengan menangkapi pemuda-pemuda Republik, selama beberapa minggu. Mereka yang cukup beruntung lolos terpaksa mengundurkan diri ke pegunungan dan rimba di Kalimantan Selatan,” tulis Cornelis van Dijk dalam Darul Islam: Sebuah Pemberontakan (1995). Di Kandangan, desa kelahirannya, Hasan Basry bersembunyi di pegunungan sekitar kampungnya.

Menurut catatan Abdul Haris Nasution dalam Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid II (1977), bulan November 1945 Basry membentuk Laskar Saifullah—yang berarti Pedang Allah. Setelah terbentuk laskar, Basry berusaha kembali ke Jawa untuk perintah selanjutnya. Namun laut sedang dalam blokade Belanda, sehingga pelayaran ilegalnya pun batal. Sementara dia hendak menyeberang, laskar yang dibentuknya sudah berantakan pula. Anggotanya ditangkapi tentara Belanda. Terpaksa dia membentuk pasukan baru bernama Banteng Indonesia.

Menyusup lewat Laut

Setelah Basry, terjadi penyusupan pemuda-pemuda Banjar lain ke Kalimantan Selatan. Mereka masuk lewat jalur laut yang memakan waktu dua bulan, karena patroli Belanda menjaga dengan ketat. Pemuda-pemuda itu di antaranya pernah dilatih Penjelidik Militer Chusus (PMC) pimpinan Kolonel Zulkifli Lubis. Terbatasnya komunikasi membuat Hasan Basry tak tahu perubahan-perubahan yang terjadi di tubuh militer Jawa.

Pada November 1946 milisi yang dibentuk Hasan Basry pun dijadikan Batalyon Rahasia Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan. Dengan pangkat Letnan Kolonel, Basry memimpin batalyonnya.

”Basisnya di Hulu Sungai, Kalimantan Selatan, ALRI divisi IV (A) mengurus semua kegiatan gerilya di wilayahnya. ALRI divisi (B) menangani Kalimantan Barat dan dipimpin oleh Dr Soedarso dan bermarkas di Pontianak,” tulis Ooi Keat Gin dalam Post-war Borneo, 1945-50: Nationalism, Empire and State-Building (2013).

Untuk Kalimantan Tengah, sepasukan payung MN1001 di bawah pimpinan Mayor Tjilik Riwoet diterjunkan pada tahun berikutnya, 17 Oktober 1947. Di Kalimantan Timur, semula di bawah komando R. Notosunardi—yang dilanjutkan Herman Runturambi dan Kasmani.

Ada beberapa pasukan pro-Republik di sekitar Kalimantan Selatan, tapi tak semuanya dengan mudah dikendalikan Hasan Basry. Bahkan bawahan Basry yang bernama Daeng Ladjida pernah dipaksa melucuti Mantau Telabang Kalimantan Indonesia (MTKI). Saat ada perjanjian yang mengharuskan pasukan Republik berada di wilayah mereka sendiri, pasukan Hasan Basry di Kalimantan Selatan menolak. Mereka memilih bergerilya di sana. Militer Belanda pun mengancam pada 29 Mei 1948.

“Agar semua kelompok pemberontak, utamanya yang tergabung dalam kelompok pimpinan Hasan Basry, menyerah dengan membawa pakaian, senjata dan mengangkat tangan ke atas, kepada pemerintah yang sah dan akan dianggap berlindung kepada pemerintah yang sah, serta akan dipertimbangkan meringankan kejahatan pemberontakan yang dilakukan.”

Infografik Mozaik Gerilya Hasan Basry

Infografik Mozaik Gerilya Hasan Basry

Setia pada Republik

Menurut catatan van Dijk, setelah Oktober 1948, kelompok Basry diperkuat dengan kehadiran Gusti Abdurahman alias Gusti Aman, dan Pangeran Arya. Gusti Aman adalah organisator ulung dan Arya merupakan bekas kontraktor yang pernah membangun tangsi-tangsi tentara Belanda. Gusti Aman penting perannya dalam menyatukan para pemimpin gerilyawan seperti Ladjida, Damanhuri, Aberani, juga Ibnu Hadjar.

Lebih dari seminggu setelah Persetujuan Roem-Royen, para pejuang itu mendirikan Pemerintah Militer Kalimantan Selatan. Proklamasi mereka rumuskan sejak 15 Mei 1949. H. Aberani Sulaiman, dibantu oleh Gt. Aman, Hasnan Basuki, Pangeran Arya, Budi Gawis, dan Romansie merumuskannya. Naskah itu lalu diketik pada 03.00 pagi hari tanggal 16 Mei 1949 oleh Romansie. Setelah diperbanyak 10 lembar, naskah tersebut dibawa ke Hasan Basry yang berada di Ni’ih, Kandangan untuk ditandatangani.

Pada 17 Mei 1949, tepat hari ini 70 tahun lalu, proklamasi itu dikumandangkan:

“Dengan ini kami rakyat Indonesia di Kalimantan Selatan, mempermaklumkan berdirinya Pemerintah Gubernur Tentara dari ALRI melingkupi seluruh daerah Kalimantan Selatan menjadi bagian dari Republik Indonesia untuk memenuhi Proklamasi 17 Agustus 1945, yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta. Hal-hal yang bersangkutan dengan pemindahan kekuasaan akan dipertahankan dan kalau perlu diperjuangkan sampai tetesan darah yang penghabisan. Tetap Merdeka!”

Menurut van Djik, Hasan Basry bertindak sebagai gubernur militer. Kepala Stafnya, Kolonel Aberani, lalu menjadi kepala Departemen Tatapraja. Urusan Umum dipegang Hasan Basry. Pangeran Arya memimpin Departemen Keuangan dan Kemakmuran dan bekerja sangat tekun ketimbang yang lainnya. Pemerintahan militer itu bubar di bulan Oktober 1949. Pejuang-pejuang asal Divisi ALRI IV itu pun akhirnya tak punya kuasa lagi sebagai militer.

Belakangan, Hasan Basry mencapai pangkat brigadir jenderal. Dia sempat berkarier di kesatuan TNI Lumbung Mangkurat bersama sebagian kawan-kawan seperjuangannya. Sebagian bekas anak buahnya banyak yang tak bisa masuk TNI dan memberontak bersama Ibnu Hajar.

==========

Artikel ini pertama kali ditayangkan pada 17 Mei 2017 dengan judul "Pejuang Banjar Mendirikan Pemerintahan Militer". Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Politik
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Maulida Sri Handayani & Ivan Aulia Ahsan
-->