Menuju konten utama

Profil Museum Nasional Indonesia: Sejarah, Fungsi, dan Koleksinya

Profil Museum Nasional, apa saja koleksi dan bagaimana sejarahnya?

Profil Museum Nasional Indonesia: Sejarah, Fungsi, dan Koleksinya
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di gedung Museum Nasional, Jakarta, Senin (8/6/2020). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto.

tirto.id - Museum Nasional merupakan salah satu museum yang menjadi daya tarik Indonesia bagi para wisatawan. Salah satu keunikan dari Museum Nasional dapat ditemukan pada halaman depan gedung ini, yaitu ikon gajah. Hal tersebut yang membuat Museum Nasional dikenal juga dengan nama Museum Gajah.

Museum ini telah ada sejak masa penjajahan Hindia Belanda, namun sejak kemerdekaan pengelolaan museum ini diberikan kepada pemerintah Indonesia. Mengutip dari laman Museum Nasional, kini tempat ini dikelola oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Sejarah Museum Nasional

Museum Nasional Indonesia atau Museum Gajah merupakan salah satu museum yang lahir dari pengaruh semangat abad pencerahan (Renaissance) di Eropa, tepatnya pada abad ke-18.

Berdirinya Museum Nasional diawali dengan terbentuknya suatu himpunan yang bernama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG). Lembaga ini didirikan oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 24 April 1778.

BG merupakan lembaga independen yang didirikan untuk tujuan memajukan penetitian dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang-bidang ilmu biologi, fisika, arkeologi, kesusastraan, etnologi dan sejarah. Lembaga ini mempunyai semboyan “Ten Nutte van het Algemeen” (Untuk Kepentingan Masyarakat Umum).

Gedung pertama dari museum ini adalah rumah dari JCM Radermacher yang terletak di Jalan Kalibesar, suatu kawasan perdagangan di Jakarta-Kota. Selain itu, ia juga menyumbangkan sejumlah koleksi benda budaya dan buku-buku miliknya. Sumbang dari JCM Radermacher inilah yang menjadi tanda berdirinya museum dan perpustakaan.

Memasuki tahun 1811, ketika Jawa dibawah kendali pemerintah Inggris, Raffles memerintahkan pembangunan gedung baru yang akan digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society (dulu disebut gedung “Societeit de Harmonie”). Gedung tersebut berlokasi di Jalan Majapahit nomor 3.

Kemudian, pada tahun 1862 pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk kembali membangun gedung baru. Pembangunan gedung tersebut dilakukan di lokasi Museum Nasional saat ini, yaitu di Jalan Medan Merdeka Barat No. 12 (dulu disebut Koningsplein West). Tepat pada tahun 1868 atau enam tahun setelah semua pembangunan selesai dilakukan, gedung baru Museum Nasional diresmikan.

Pada tahun 1871, Raja Thailand, yaitu Raja Chulalongkorn (Rama V) berkunjung ke museum tersebut. Saat itu, ia memberikan hadiah kepada museum, berupa patung gajah perunggu. Hal ini yang menjadikan Museum Nasional dikenal dengan sebutan Museum Gajah, karena memiliki patung gajah yang terletak tepat di halaman depan gedung Museum Nasional.

Setelah kemerdekaan, tepatnya pada 26 Januari 1950 museum ini berubah nama dari Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia. Perubahan ini disesuaikan dengan kondisi waktu itu, sebagaimana tercermin dalam semboyan barunya: “memajukan ilmu-ilmu kebudayaan yang berfaedah untuk meningkatkan pengetahuan tentang kepulauan Indonesia dan negeri-negeri sekitarnya”.

Pasca 1950, beberapa perubahan sempat terjadi dalam perjalanan museum ini, perubahan pertama terjadi pada 17 September 1962. Saat itu Lembaga Kebudayaan Indonesia menyerahkan pengelolaan museum kepada pemerintah Indonesia, yang kemudian berubah nama menjadi Museum Pusat.

Selanjutnya, pada 28 Mei 1979 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, No.092/ 0/1979, Museum Pusat ditingkatkan statusnya menjadi Museum Nasional. Sejak perubahan status tersebut Museum Nasional Indonesia berada dibawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI).

Fungsi Museum Nasional

Museum Nasional Indonesia memiliki visi, yaitu “Terwujudnya Museum Nasional sebagai pusat informasi budaya dan pariwisata yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan peradaban dan kebanggaan terhadap kebudayaan nasional, serta memperkokoh persatuan dan persahabatan antar bangsa”.

Berdasarkan visi tersebut, dapat dipahami bahwa Museum Nasional berfungsi sebagai pusat studi ilmu pengetahuan bagi warga Indonesia yang ingin mengetahui bagaimana peradaban Indonesia pada masa lampau. Selain itu, Museum Nasional juga berfungsi sebagai tempat pariwisata atau rekreasi yang dapat memberikan kesenangan bagi para pengunjung.

Koleksi Museum Nasional

Hingga saat ini, Museum Nasional Indonesia memiliki sekitar 160.000 koleksi benda-benda bersejarah. Koleksi dari Museum Nasional dapat dibagi ke beberapa bagian, di antaranya:

  1. Koleksi Prasejarah, seperti gerabah, kapak batu, peralatan yang terbuat dari tulang, tanduk, kulit kerang, kapak upacara, bejana upacara, nekara, dan manik-manik yang terbuat dari bahan kaca.
  2. Koleksi Arkeologi, seperti arca dewa Hindu, arca Budha, arca perwujudan, arca binatang, ornamen, benda perhiasan, peralatan upacara, peralatan mata pencaharian hidup, bagian bangunan, alat musik, mata uang, prasasti, dan lain-lain.
  3. Koleksi Numimastik dan Heraldik, seperti mata uang dan lambang tanda jasa.
  4. Koleksi Geografi, berupa peta tentang aneka budaya bangsa Indonesia, peta kuno tentang dunia sekitar abad ke 16-19 Masehi, peta Indonesia abad ke 16 Masehi, peta perkembangan kota Batavia abad ke 16-17 Masehi, peta kota Banten lama tahun 1670 serta daerah lainnya.
Terdapat juga koleksi-koleksi berupa piring, mangkuk, botol, kendi, dan guci yang terbuat dari keramik (porselin) yang berasal dari Cina. Terdapat juga beberapa koleksi lukisan, seperti Raden Saleh, Affandi, Basuki Abdullah, dan pelukis asing lainnya.

Baca juga artikel terkait WISATA atau tulisan lainnya dari Alhidayath Parinduri

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Alhidayath Parinduri
Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Dipna Videlia Putsanra