Menuju konten utama

Profil Munir: Apa Kasusnya, Kapan & Kenapa Dia Meninggal?

Berikut profil Munir Said Thalib. Apa kasusnya dan kenapa dia meninggal pada 7 September 2004?

Profil Munir: Apa Kasusnya, Kapan & Kenapa Dia Meninggal?
Mantan anggota Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir, Amiruddin Al Rahab memegang kartu pos yang menuntut Presiden Joko Widodo untuk segera mengumumkan laporan TPF ketika konferensi pers di Jakarta, Minggu (27/11). KontraS mendesak Presiden Joko Widodo untuk menghentikan segala upaya mengulur waktu dalam mengumumkan dokumen TPF kasus Munir dengan memerintahkan Kemensetneg mencabut upaya keberatan di PTUN. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/aww/16.

tirto.id - Nama aktivis HAM, Munir Said Thalib kembali diberitakan setelah Bjorka mengunggah dokumen terkait sosok yang disebut si hacker itu sebagai dalang pembunuhnya.

Hal itu Bjorka sampaikan di Twitternya pada Minggu, 11 September 2022. Sekarang, akun tersebut sudah kena suspen.

"Ya saya tahu kalian telah menunggu ini. Jadi siapa yang membunuh orang baik ini (Munir)?" tulis @bjorkanism.

Sampai saat ini, kasus kematian Munir masih menjadi tanda tanya. Sebab, menurut KontraS: "Orang-orang yang diduga kuat sebagai pihak-pihak yang sesungguhnya bertanggung jawab atas pembunuhan Munir masih belum diproses secara hukum."

Lantas, seperti apa kasus Munir? Kapan dia meninggal? Berikut profilnya.

Profil Munir Said Thalib

Munir Said Thalib lahir di Malang, Jawa Timur pada tanggal 8 Desember 1965. Dia anak keenam dari tujuh bersaudara. Lahir dan tumbuh di Malang, Munir dikenal sebagai orang yang memiliki kepedulian sosial, yang kelak mengantarkannya sebagai aktivis HAM terkemuka.

Munir kuliah di jurusan hukum Universitas Brawijaya Malang. Di sanalah dia mulai aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan, salah satunya di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sebagai pengacara dia juga bergabung dengan Bantuan Lembaga Hukum (LBH).

Pendiri Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) ini menikah dengan Suciwati dan dikaruniai dua orang anak, yakni Sultan Alif Allende dan Diva Suukyi Larasathi.

Dalam kiprahnya sebagai aktivis, Munir memainkan peran penting dalam membongkar keterlibatan aparat keamanan dalam pelanggaran HAM di Aceh, Papua dan Timor Leste (dulu Timor Timur).

Selain itu, Munir juga ikut merumuskan rekomendasi kepada pemerintah untuk membawa para pejabat tinggi yang terlibat dalam pelanggaran HAM di tiga daerah itu ke pengadilan.

Kemudian, pada September 1999, Munir ditunjuk menjadi anggota Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM (KPP-HAM) Timor Timur. Kasus pelanggaran HAM yang berhasil ditangani Munir adalah kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta (1997-1998).

Selain itu, dia juga menangani kasus pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok (1984 hingga 1998), dan penembakan mahasiswa di Semanggi, Tragedi I dan II (1998-1999).

Konsekuensi atas jalan yang ditempuhnya itu membuat Munir cukup akrab dengan bahaya dan sering mendapatkan banyak ancaman. Seperti dilansir KontraS.org, Munir pernah mendapat teror bom yang meledak di pekarangan rumahnya di Jakarta pada Agustus 2003.

AKSI MENGENANG KEMATIAN MUNIR

Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) membawa poster dengan wajah Munir saat aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (8/9/2022). ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc.

Puncaknya, Munir ditemukan meninggal di pesawat Garuda Indonesia yang terbang dari Jakarta menuju Amsterdam pada 7 September 2004. Berdasarkan otopsi yang dilakukan otoritas Belanda, Munir dinyatakan meninggal karena diracun arsenik.

Kala itu, Munir mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi pasca sarjana mengenai hukum di Utrecht, Belanda selama satu tahun. Dia berangkat dengan pesawat Garuda Indonesia pada 6 September 2004.

Di dalam pesawat dia sering bolak-balik ke toilet untuk buang air dan muntah-muntah hingga akhirnya meninggal dunia. Setelah jenasahnya diotopsi, otoritas Belanda menemukan racun Arsenik yang melebihi dosis di dalam tubuh Munir.

Polisi kemudian menangkap pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto dan menetapkannya sebagai tersangka. Polisi juga menetapkan Muchdi Prawiro Pranjono sebagai tersangka. Kala itu dia menjabat sebagai Deputi V BIN/Penggalangan.

Pollycarpus kemudian dipenjara. Sedangkan Muchdi PR bebas karena dianggap tidak terlibat dalam pembunuhan.

Namun demikian, sampai saat ini kasus tersebut masih menjadi tanda tangan. Sebab, menurut KontraS: "Orang-orang yang diduga kuat sebagai pihak-pihak yang sesungguhnya bertanggung jawab atas pembunuhan Munir masih belum diproses secara hukum."

Baca juga artikel terkait MUNIR SAID THALIB atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Politik
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Iswara N Raditya