Menuju konten utama

Profil Kenzo Takada, Desainer Dunia yang Meninggal Akibat Covid-19

Desainer Kenzo Takada meninggal di Prancis setelah mengalami komplikasi yang berkaitan dengan Covid-19.  

Profil Kenzo Takada, Desainer Dunia yang Meninggal Akibat Covid-19
Ilustrasi Duka Cita. foto/isotckphoto

tirto.id - Desainer ternama kelahiran Jepang, Kenzo Takada, meninggal dalam usia 81 tahun di American Hospital of Paris, Neuilly-sur-Seine, Prancis pada Minggu (4/10/2020) waktu setempat.

Menurut laporan kantor berita Reuters, perancang busana yang dikenal dengan rancangan motif warna-warni dan siluet itu meninggal akibat komplikasi yang terkait dengan Covid-19.

Melalui akun Instagram resminya, merek Kenzo memberikan penghormatan kepada mendiang dengan mengatakan bahwa label "masih terinspirasi oleh semangat hidup dan optimisme Takada."

Sementara Walikota Paris Anne Hidalgo, melalui Twitter-nya menyampaikan “kesedihan yang luar biasa” saat mengetahui kematian Takada.

“Dia adalah pencipta dengan bakat luar biasa dan memberi warna serta cahaya pada tempat mereka dalam mode. Paris menangis hari ini untuk salah satu putranya," tulisnya.

Kenzo Takada merupakan desainer pertama dari Jepang yang masuk ke lingkungan mode eksklusif kota Paris pada tahun 1970-an. Desain prêt-à-porter-nya, dengan ciri khas warna cerah, bunga, dan cetakan hutan, sangat jauh dari mode tradisional Paris saat itu.

Sebuah ulasan New York Times tentang salah satu peragaan busana awal Takada pada tahun 1973 memuji sebuah "percampuran etnis yang menyenangkan", menggambarkan Takada sebagai "salah satu perancang paling imajinatif di dunia."

Takada tak hanya terkenal karena koleksi desain pakaiannya saja, tapi ia juga sukses menciptakan merek parfum dan produk berbahan kulit kelas dunia. Pada saat kematiannya, ia tengah menjabat sebagai presiden kehormatan dari Federasi Busana Asia.

Perjalanan Hidup Kenzo Takada

Lahir di Himeji, kota dekat Osaka pada Februari 1939, Takada besar dari orang tua yang mengelola sebuah hotel. Sebagaimana ditulis The Guardian, ia mulai terpesona dengan mode sejak usia dini karena sering membaca majalah saudara perempuannya, serta tertarik dengan pelajaran menjahit.

Pada 1958, setelah kematian ayahnya, Takada mendaftarkan diri di perguruan tinggi mode Bunka di Tokyo, salah satu sekolah yang sebelumnya hanya menerima siswa laki-laki. Setelah lulus, dia bekerja mendesain pakaian wanita untuk sebuah department store.

Seiring berjalannya waktu, Takada muda mulai terinspirasi oleh perancang busana Prancis, Yves Saint Laurent. Inspirasi itu datang dari gurunya di Bunka, yang pernah berlatih di Paris.

Pada tahun 1965, ia meninggalkan Jepang dengan kapal melalui Hong Kong, Vietnam dan India, hingga tiba di pelabuhan Marseille, Prancis.

Perjalanannya ke Paris awalnya hanya untuk berkunjung. Bahkan, masih ditulis oleh The Guardian, ia tidak mengenal siapa pun di ibu kota Prancis itu.

Dia hanya memiliki sedikit kemampuan bahasa Prancis, dan hampir kehabisan bekal uang. Kesan pertamanya tentang Paris waktu itu "suram", kecuali Gereja Katedral Notre Dame yang ia sebut "luar biasa."

Pada akhirnya, Takada memutuskan menetap di Paris, setelah bertemu dengan rekannya, Xavier de Castella, yang meninggal pada tahun 1990. Setelah itu, ia menetap di sana.

“Ketika saya meninggalkan Jepang pada tahun 1964, saya pikir saya akan tinggal di Prancis selama 6 bulan. Saya senang bahwa masa tinggal ini masih belum selesai, 50 tahun kemudian," katanya kepada FranceInfo pada 2016 lalu.

Takada memproduksi koleksi pertamanya di butik kecil di Galerie Vivienne, dengan berbahan kain murah dari pasar Montmartre. Lalu, ia mendirikan rumah desainnya sendiri di Place des Victoires.

Koleksi pakaian siap pakai pria pertamanya tersedia pada tahun 1983 dan parfum pertamanya, bermerek Kenzo, mulai dijual pada tahun 1988.

Pada tahun 1993, dia mengumumkan bahwa dirinya menjual rumah modenya kepada grup penjual barang mewah yang tersohor, Louis Vuitton Moet Hennessey (LVMH). Kemudian, dia memutuskan pensiun dari dunia fesyen pada 1999 untuk berkonsentrasi memproduksi desain artistik.

Pada tahun 2016, ia diangkat menjadi 'ksatria' Legion of Honour dan 3 tahun berselang, ia dibujuk agar mau kembali ke dunia desain demi membuat kostum untuk produksi Tokyo Nikikai Opera Foundation, Madame Butterfly.

Awal tahun ini, sebelum pandemi virus corona merebak di Eropa, Takada meluncurkan merek desain interior baru bernama K3.

Baca juga artikel terkait TOKOH MENINGGAL atau tulisan lainnya dari Ahmad Efendi

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ahmad Efendi
Penulis: Ahmad Efendi
Editor: Addi M Idhom