Menuju konten utama

Profil Capim KPK Nawawi Pomolango, Peserta Fit and Proper Test DPR

Fit and Proper Test Capim KPK digelar DPR, hari ini. Nawawi Pomolango ialah satu dari 5 capim yang diuji hari ini, selain Lili Pintauli Siregar, Sigit Danang, Nurul Ghufron dan I Nyoman Wara.

Profil Capim KPK Nawawi Pomolango, Peserta Fit and Proper Test DPR
Nawawi Pomolango menjalani fit and proper test Capim KPK di ruang rapat Komisi III DPR RI, Jakarta, Rabu (11/9/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.

tirto.id - Fit and Proper Test Capim KPK atau uji kepatutan dan kelayakan terhadap calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mulai digelar oleh Komisi III DPR pada Rabu (11/9/2019).

Pada hari ini, DPR melakukan Fit and Proper Test terhadap 5 Capim KPK, yaitu Nawawi Pomolango, Sigit Danang Joyo, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron dan I Nyoman Wara.

Sebelumnya, 10 Capim KPK diharuskan menyusun makalah dalam waktu 90 menit pada Senin lalu, 9 September 2019. Tahap awal Fit and Proper Test Capim KPK itu dilaksanakan setelah surat dari Presiden Joko Widodo soal 10 nama calon pimpinan Komisi Antirasuah diterima DPR, 4 September lalu.

Adapun 10 nama itu adalah mereka yang lolos tahapan tes yang digelar panitia seleksi (pansel) capim KPK. Nawawi Pomolango adalah satu-satunya hakim yang lolos tes pansel.

Profil Nawawi Pomolango

Ketika mengikuti tes wawancara dengan Pansel, 28 Agustus lalu, Nawawi Pomolango mengaku tertantang menjadi pimpinan KPK sekaligus garda depan pemberantasan korupsi.

“Sebagai hakim saya sudah [berkarier] 30 tahun, gaji saya hampir Rp40 juta. Saat ini, saya berusia 57 tahun, sudah nyaman sekali, dan sebagai hakim tinggi baru pensiun di usia 67 tahun, masih 10 tahun lagi. Padahal, kalau terpilih sebagai pimpinan KPK, saya harus mundur sebagai hakim dan empat tahun lagi pensiun,” kata Nawawi di depan para anggota pansel.

Nawawi mengakui ia sebenarnya lulus kuliah dengan spesifikasi studi hukum perdata. Akan tetapi, dia mengklaim lebih tertarik dengan hukum pidana khusus, seperti yang terkait korupsi. Saat ini, dia sedang menempuh studi S2 hukum pidana di Universitas Pasundan.

Berikut ini, rekam jejak singkat, LHKPN dan gagasan Nawawi terkait pemberantasan korupsi.

1. Rekam Jejak Nawawi Pomolango

Nawawi Pomolango kini berstatus sebagai hakim di Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali. Dia memulai karier sebagai hakim di Pengadilan Negeri (PN) Soasio Tidore pada 1992. Lalu, di PN Tondano, PN Balikpapan, PN Makassar, PN Poso, PN Jakarta Pusat, PN Bandung serta PN Samarinda.

Sebelum menjadi hakim tinggi, Nawawi menjabat Ketua PN Jakarta Timur pada 2016-2017. Saat aktif menjadi hakim di Jakarta, dia pun beberapa kali bertugas mengadili perkara korupsi penting.

Dia pernah mengadili perkara suap eks Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar. Majelis hakim yang diketuai Nawawi menjatuhkan vonis 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta kepada Patrialis, yang juga diwajibkan mengembalikan Rp4 juta dan USD10 ribu ke negara. Vonis itu jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK, yakni 12,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta.

Nawawi juga menjadi ketua majelis hakim yang mengadili penyuap Patrialis, yaitu pengusaha Basuki Hariman. Nawawi memvonis Basuki dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp400 juta. Vonis itu lagi-lagi lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni 11 tahun bui dan denda Rp1 miliar.

Di kasus Irman Gusman, Nawawi kembali memimpin majelis hakim yang menjatuhkan vonis lebih rendah dari tuntutan jaksa. Mantan Ketua DPD RI yang terjerat kasus suap itu divonis 4,5 tahun bui dan denda Rp200 juta. Adapun tuntutan jaksa KPK ialah hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp200 juta.

Jauh sebelumnya, pada 2013, Nawawi pernah menjadi anggota majelis hakim dalam sidang kasus suap pengaturan kuota impor sapi dan pencucian uang dengan terdakwa eks Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq. Nawawi dan 4 majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta sepakat menjatuhkan vonis hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar kepada Luthfi. Vonis itu sedikit lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK, yakni 18 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar.

2. LHKPN Nawawi Pomolango

Nawawi Pomolango terakhir melaporkan kekayaannya ke KPK pada 31 Desember 2018. Berdasar data e-LHKPN, total nilai kekayaan Nawawi ialah Rp1,89 miliar. Harta Nawawi didominasi Tanah dan Bangunan (Rp1,25 miliar) serta kas dan setara kas (Rp303 juta).

3. Gagasan Nawawi Pomolango

Saat menjalani Fit and Proper Test di DPR, Nawawi menyatakan dirinya mendukung pemberian kewenangan menghentikan penyidikan kepada KPK. Dia menganggap pasal dalam draf revisi UU KPK itu, sesuai dengan asas kepastian hukum.

Nawawi juga mengkritik keberadaan wadah pegawai KPK yang ia nilai tak sesuai dengan konsep lembaga kenegaraan RI. Ia pun setuju dengan poin dalam draf revisi UU KPK soal pegawai Komisi dimasukkan dalam kategori ASN. Alasan Nawawi: "Sehingga tidak ada struktur birokrasi negara yang bertindak seakan-akan sebagai oposisi terhadap kebijakan politik pemerintah."

Nawawi juga mengaku setuju penyadapan oleh KPK diawasi, seperti yang diatur di draf revisi UU KPK. Keberadaan Dewan Pengawas KPK yang berwenang memberikan izin penyadapan, menurut dia, wajar dan bukan barang baru di dalam penegakan hukum.

Namun, ia menolak revisi UU yang mengatur KPK harus berkoordinasi dengan kejaksaan di proses penuntutan. "Bagaimana independensi KPK kalau harus koordinasi dengan Kejaksaan Agung," ujar dia.

Di forum yang sama, dia sempat mengkritik kinerja KPK saat ini seperti orang yang berolahraga di Treadmill. "Kalau dari jauh, kita lihat orang di treadmill itu seperti lari kencang, tapi sebetulnya jalan di tempat," ujar Nawawi. Bahkan, ia bilang kinerja KPK saat ini, "Seperti orang pulang malam dari dugem. Sempoyongan."

Sementara ketika mengikuti tes wawancara dengan pansel pada 28 Agustus 2019, Nawawi bicara pula soal kinerja KPK “jalan di tempat.” Dia berpendapat demikian karena indeks persepsi korupsi Indonesia tidak membaik signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Dia mengaku akan melakukan 3 langkah jika menjadi pimpinan KPK. Pertama, ia mau memperkuat pelaksanaan tugas KPK dalam koordinasi, supervisi dan monitoring penanganan kasus korupsi.

Kedua, Nawawi mau mengoptimalkan penerapan pasal pencucian uang (TPPU) dalam penanganan perkara korupsi oleh KPK. Ketiga, ia ingin memperbaiki tata kelola organisasi di internal KPK.

"[Selama ini] Ada problem lucu-lucu. Kemarin misalnya, pegawai KPK menggugat keputusan rolling [yang dibuat] pimpinan," ujar Nawawi.

Baca juga artikel terkait CALON PIMPINAN KPK atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Hukum
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH